Tujuh orang meninggal dan dua hilang akibat banjir bandang dan longsor yang melanda enam kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Selasa malam hingga Rabu pagi (28-29/1/2020).
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
TAPANULI TENGAH, KOMPAS — Tujuh orang meninggal dan dua hilang akibat banjir bandang dan longsor yang melanda enam kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Selasa malam hingga Rabu pagi (28-29/1/2020). Lebih dari 700 keluarga mengungsi karena rumah mereka rusak. Para pengungsi kekurangan bahan pangan, air bersih, sandang, dan tenda.
Jumlah pengungsi dan warga terdampak diperkirakan meningkat karena pendataan masih berlangsung. ”Saat ini kami berfokus pada tindakan tanggap darurat, yakni menangani pengungsi, mencari korban yang tertimbun longsor, dan membuka akses ke desa yang masih terisolasi,” kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tapanuli Tengah Agus Haryanto.
Agus mengatakan, hujan deras melanda wilayah Tapanuli Tengah yang berada di pesisir barat Sumut itu. Debit Sungai Sirahar di Kecamatan Barus pun semakin besar karena hujan deras juga turun di hulu, yakni di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Air setinggi 2-3 meter pun meluap dari sungai dan menghantam permukiman warga. Banjir bandang itu pun membawa material seperti batang pohon dan lumpur. Ada enam kecamatan yang terdampak banjir, yakni Kecamatan Barus, Andam Dewi, Sarudik, Sitahuis, Sorkam, dan Pasaribu Tobing.
Kecamatan Barus menjadi daerah yang paling parah terdampak karena Aek Sirahar melintas di tengah kecamatan tersebut. Permukiman warga di sekitar Sungai Sirahar pun terendam air setinggi 1-2 meter. Air mulai surut pada Rabu pagi, tetapi meninggalkan batang pohon dan lumpur tebal di jalan dan di dalam rumah.
”Daerah yang paling parah adalah Barus dan Andam Dewi. Lebih dari 700 keluarga harus mengungsi dari Barus karena rumah dan perabot rumah tangga yang rusak. Pengungsi dari lima kecamatan lain masih dalam pendataan,” ujar Agus.
Agus mengatakan, beberapa desa belum bisa diakses kendaraan karena jalan yang longsor dan jembatan menuju desa putus, seperti di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi. Longsor yang memakan korban jiwa pun terjadi di desa itu. Petugas berupaya masuk ke desa dengan berjalan kaki agar bisa menyalurkan bantuan dan mencari korban hilang.
Beberapa desa belum bisa diakses kendaraan karena jalan yang longsor dan jembatan menuju desa putus.
BPBD Tapanuli Tengah sudah mendirikan posko pengungsian dan dapur umum di Barus. Namun, jumlahnya belum memadai untuk semua pengungsi. ”Kami masih sangat kekurangan bahan pangan, air bersih, selimut, tenda, dan pakaian untuk pengungsi,” kata Agus.
Menurut Agus, banjir disebabkan hujan deras yang terjadi di hulu dan di hilir sungai. Pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah banjir bandang disebabkan kerusakan hutan di hulu. Banjir bandang yang cukup parah juga pernah terjadi di Barus pada 2016. Namun, banjir tahun ini dampaknya jauh lebih besar.
Koordinator Pos SAR Sibolga Hari Susanto mengatakan, dua korban meninggal merupakan suami istri yang dihempas arus banjir bandang saat sedang melintas dengan mobil di Barus. Sementara lima korban lain meninggal tertimbun longsor di Desa Sijungkang. ”Kami masih mencari dua korban hilang lainnya yang diduga tertimbun longsor,” kata Hari.
Hari mengatakan, pencarian terkendala alat berat ekskavator yang belum bisa masuk ke lokasi longsor akibat akses yang terputus. Petugas mencari korban dengan alat seadanya, seperti cangkul dan sekop. Tim SAR gabungan yang terdiri dari Badan SAR Nasional, TNI, kepolisian, dan masyarakat setempat masih terus mencari korban longsor.
Khairil Anwar Simamora (40), warga Barus, mengatakan, banjir bandang sangat cepat terjadi sehingga warga tidak sempat menyelamatkan barang-barangnya. ”Air menghempas permukiman kami. Dalam 10 menit air sudah menggenang setinggi 2 meter. Kami tidak sempat menyelamatkan harta benda,” katanya.
Khairil mengatakan, mereka langsung menyelamatkan diri dengan menjauh dari aliran sungai ketika banjir bandang melanda. Semua harta bendanya pun terendam di dalam air. Selain ke posko pengungsian, warga kini mengungsi ke rumah kerabat.
Ratusan rumah terendam
Banjir setinggi 50 sentimeter juga merendam ratusan rumah di Kelurahan Martubung dan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Banjir juga menggenang Jalan Rawe yang merupakan jalan utama di Martubung.
Zulkarnain(45), warga Kelurahan Martubung, mengatakan, hujan deras turun pada Rabu pukul 01.00. Air pun mulai masuk ke rumah pada pukul 02.00 dan menggenangi ratusan rumah warga yang ada di Martubung dan Tangkahan.
Berdasarkan pantauan Kompas, hingga Rabu sore genangan banjir di wilayah itu belum surut. Air masih menggenang hingga ke dalam rumah warga. Sejumlah warga tampak mengangkat kasur ke meja yang tinggi yang dibuat di depan rumah. Sebagian warga mengungsi ke masjid.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kualanamu, Fitriana Lubis, menyatakan, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat masih berpeluang terjadi di wilayah Sumatera Utara tiga hingga lima hari ke depan. Hujan diprakirakan terjadi pada malam hari hingga dini hari.
Meskipun saat ini sudah memasuki awal musim kemarau, adanya gangguan cuaca bertekanan rendah di pantai barat Sumatera bagian selatan di Samudra Hindia telah menyebabkan munculkan gangguan pertemuan angin di Sumatera Utara. Kondisi itu memunculkan awan hujan di wilayah Sumatera Utara.