Banjir bandang yang menerjang dua desa di Kecamatan Ijen, Bondowoso, Jatim, menyebabkan 214 rumah dan 40 kandang ternak rusak dan hanyut. Banjir ini diklaim sebagai bencana terburuk dalam 20 tahun terakhir.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BONDOWOSO, KOMPAS – Banjir bandang yang menerjang dua desa di Kecamatan Ijen, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, menyebabkan 214 rumah dan 40 kandang ternak rusak dan hanyut. Banjir ini diklaim sebagai bencana terburuk dalam 20 tahun terakhir di daerah tersebut.
“Selama saya tinggal di sini (Kecamatan Ijen) sejak 20 tahun lalu, ini merupakan banjir terparah. Banjir tahunan memang kerap terjadi, tapi keadaannya tidak separah saat ini,” ujar Aswito, Kepala Desa Kalisat, Kecamatan Ijen, ketika ditemui, Kamis (30/1/2020). Selain Kalisat, banjir juga menerjang Desa Sempol.
Aswito mengatakan, banjir tahunan biasanya hanya berupa luapan air. Banjir bandang yang membawa material lumpur pernah terjadi pada akhir tahun 2014. Namun, bila dibandingkan dengan banjir saat itu, banjir yang terjadi saat ini lebih parah. Banjir bandang 2014 hanya membawa material lumpur. Sedangkan saat ini, material banjir berupa lumpur, pasir dan ranting, hingga batang-batang kayu.
Hewan ternak yang menjadi harta berharga warga juga hanyut.
Dalam laporannya, Sekretaris Daerah Kabupaten Bondowoso Saifullah menyampaikan, banjir bandang menyebabkan empat orang terluka. Adapun kerugian materiil akibat banjir bandang tersebut antara lain 214 rumah rusak dan 40 kandang ternak rusak.
“Hewan ternak yang menjadi harta berharga warga juga hanyut. Sedikitnya ada 864 ekor ternak hanyut. Jumlah itu terdiri dari 800 ekor kambing, 53 ekor sapi, dan 11 ekor kuda. Banjir bandang juga merendam 10 hektar lahan pertanian,” ujar Saifullah.
Tak hanya itu, beberapa fasilitas umum juga rusak diterjang banjir bandang, antara lain 6 unit musala, 3 titik jembatan, serta tanggul sungai sepanjang 8 kilometer retak dan jebol. Banjir juga membuat satu unit sekolah rusak ringan.
Material lumpur dan batang pohon yang dibawa aliran banjir juga merusak saluran air bersih sepanjang 14 km yang digunakan untuk mengaliri Desa Sempol, Kalisat, dan Belawan. Tak hanya itu, 22 titik fasilitas mandi, cuci, dan kakus umum juga rusak diterjang banjir bandang.
“BPBD Bondowoso mendata hampir 1.000 orang terdampak banjir bandang ini. Saat ini, banjir bandang menyisakan lumpur dengan ketebalan bervariasi, mulai dari 20 cm hingga 150 cm. Kami saat ini masih menghitung luasan daerah terdampak untuk dapat mengetahui berapa volume lumpur yang terhempas hingga ke permukiman warga,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso Kukuh Triatmoko.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengunjungi lokasi kejadian. Khofifah ingin memastikan langsung dampak banjir sekaligus memberikan bantuan kepada warga terdampak.
Di masa pemulihan, tidak hanya rumah rusak yang diperbaiki, tetapi juga pemulihan psikologi sosial masyarakat yang terdampak.
Khofifah berjanji akan mengalirkan dana bantuan sosial untuk korban. Namun, ia belum dapat memastikan berapa besaran anggaran yang dialokasikan karena masih menunggu perhitungan dampak banjir bandang yang masih disusun oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso telah menetapkan status tanggap darurat sejak 29 Januari hingga 11 Februari. Setelah masa tanggap darurat selesai, Khofifah berharap pemerintah daerah dan masyarakat dapat langsung masuk dalam masa transisi dan masa pemulihan.
“Di masa pemulihan, tidak hanya rumah rusak yang diperbaiki, tetapi juga pemulihan psikologi sosial masyarakat yang terdampak. Untuk pemulihan rumah, Provinsi Jawa Timur siap membantu masyarakat berkoordinasi dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII terkait relokasi rumah warga di tempat yang aman,” ujarnya.
Warga Desa Kalisat yang terdampak banjir bandang mendirikan rumah di atas tanah milik PTPN XII. Mereka mendapat hak guna pakai lahan tersebut karena bekerja sebagai buruh di perkebunan Kalisat yang dikelola PTPN XII.
Khofifah mengatakan, warga membutuhkan hunian sementara (huntara) sebelum nantinya bisa tinggal di hunian tetap (huntap). Namun, rencana tersebut harus melalui prosedur yang tepat, yaitu dengan terbitnya rekomendasi dari pemerintah daerah.
“BPBD Jawa Timur sudah menyiapkan semen, asbes, dan tripleks untuk pembangunan huntara. Kalau lokasi ini dirasa belum aman, kami dapat bangunkan huntara sebelum akhirnya ada huntap,” ujarnya.
Khofifah juga berencana melakukan penyebaran biji aneka tanaman di titik-titik lahan yang sempat terbakar akhir 2019. Upaya ini untuk mengganti lahan hutan yang gundul akibat terbakar hingga akhirnya menimbulkan banjir bandang saat ini.
Kepala Desa Kalisat Aswito berharap rencana relokasi dapat segera dilaksanakan. Ia mengaku, 35 warga yang tinggal di bantaran Sungai Kalisat sudah bersedia direlokasi ke tempat yang lebih aman.
“Kalau rumah mereka dipindahkan, lahan bekas rumah warga tersebut dapat digunakan untuk pelebaran sungai. Dengan demikian, banjir tahunan atau banjir bandang seperti saat ini tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Sungai Kalisat membelah permukiman warga di Desa Kalisat. Sungai dengan dalam 2 meter dan lebar 2,5 meter tersebut kerap meluap karena tidak mampu menahan limpasan air dari daerah hulu sungai di Bukit Suket.