China menyerahkan genom virus korona jenis baru kepada Rusia sehingga memungkinkan para ilmuwan Rusia mengembangkan diagnosis cepat yang bisa mengidentifikasi virus korona di tubuh manusia dalam waktu dua jam.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·3 menit baca
MOSKWA, RABU— Rusia dan China sedang mengembangkan vaksin untuk virus korona jenis baru yang muncul di Wuhan, China. Misi diplomatik Rusia di China mengatakan bahwa Beijing telah menyerahkan genom virus itu kepada Moskwa, Rabu (29/1/2020).
”Para pakar dari Rusia dan China mulai mengembangkan vaksin,” demikian pernyataan Konsulat Rusia di Guangzhou, China. ”China menyerahkan genom virus itu kepada Rusia sehingga memungkinkan para ilmuwan kami untuk mengembangkan diagnosis cepat yang bisa mengidentifikasi virus korona di tubuh manusia dalam waktu dua jam.”
Meski begitu, tidak jelas apakah para pakar Rusia dan China bekerja bersama atau bekerja secara terpisah. Konsulat Rusia di Guangzhou tidak bisa dimintai tanggapan tentang ini. Rusia, yang sejauh ini belum melaporkan adanya kasus virus korona positif, mulai melakukan penapisan terhadap warga Rusia yang baru kembali dari China, Selasa (28/1).
Rusia telah menutup beberapa titik perbatasannya dengan China di Timur Jauh Rusia hingga 7 Februari mendatang. Rusia juga masih terus berkomunikasi dengan China soal kemungkinan evakuasi warga Rusia dari kota Wuhan dan Provinsi Hubei. Selain Rusia dan China, Amerika Serikat juga berniat untuk mengembangkan vaksin. ”Kami di Institut Kesehatan Nasional (NIH) sudah mulai mengembangkan vaksin bersama dengan kolaborator kami,” kata Anthony Fauci dari NIH.
Para pakar dari Rusia dan China mulai mengembangkan vaksin.
Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar mengatakan, pihaknya telah mengalokasikan anggaran 105 juta dollar AS untuk mengatasi penyebaran virus korona jenis baru. Anggaran itu, antara lain, akan dipakai oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) untuk mengembangkan metode pemeriksaan yang bisa mempercepat diagnosis. Dana itu juga akan dipakai untuk pengembangan obat dan vaksin.
Secara terpisah, pimpinan Divisi Sains Johnson & Johnson, Paul Stoffels, mengatakan, pihaknya juga akan menggunakan teknologi yang sama seperti dalam pengembangan vaksin ebola, kandidat vaksin zika, dan kandidat vaksin HIV dalam pengembangan vaksin virus korona jenis baru.
Hingga Rabu, virus korona jenis baru dari Wuhan telah menjangkiti 5.974 orang di 15 negara dengan korban meninggal mencapai 132 orang. Semua korban meninggal berada di China. Belum ada negara selain China yang melaporkan adanya kasus meninggal.
Kultur virus
Koresponden Kompas di Brisbane, Harry Bhaskara, melaporkan bahwa ilmuwan di Melbourne, Australia, menjadi ilmuwan pertama di luar China yang berhasil mengultur virus korona di laboratorium. Terobosan ini diharapkan bisa mempercepat proses pengembangan vaksin.
”Kami sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi kejadian seperti ini selama bertahun-tahun. Itu sebabnya kami bisa merespons dalam waktu yang singkat,” kata Mike Catton, Wakil Direktur Institut Infeksi dan Imunitas Peter Doherty, seperti dikutip BBC, Rabu.
Para peneliti di institut tersebut mengultur virus korona jenis baru dari sampel pasien yang tertular. Mereka akan membagikan sampel tersebut kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan laboratorium di seluruh dunia. ”Dengan memiliki virusnya, kami sekarang mampu memvalidasi dan memverifikasi semua metode pengujian,” kata Julian Druce, Kepala Identifikasi Virus laboratorium Institut Doherty.
Sebelumnya, seperti dilaporkan kantor berita ABC, para pakar di China juga telah berhasil mengultur virus korona jenis baru ini dan telah membagikan informasi sekuens genomnya, bukan sampel virusnya. Raina MacIntyre, yang memimpin Program Penelitian Keamanan Biologi Kirby Institute, mengatakan, kultur virus dan membagikan sampel virus akan mempercepat pengembangan vaksin yang potensial dengan mengujinya pada hewan.
”Ada lebih banyak orang yang bisa mengultur virus. Mereka bisa menggunakan informasinya untuk mengembangkan obat, vaksin, serta mengenali sifat virus dan pola penularannya,” kata MacIntyre. (REUTERS/AP/AFP)