Partai yang Tak Lolos DPR Tolak Kenaikan Ambang Batas Parlemen
›
Partai yang Tak Lolos DPR...
Iklan
Partai yang Tak Lolos DPR Tolak Kenaikan Ambang Batas Parlemen
Wacana ambang batas parlemen dinaikkan hingga 5 persen digulirkan sejumlah parpol di DPR. Namun wacana ini ditolak parpol peserta Pemilu 2019 yang tak loos ke DPR. Ambang batas parlemen 4 persen saat ini dirasa cukup.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Partai-partai peserta Pemilihan Umum 2019 yang tidak lolos ke DPR RI menolak wacana untuk menaikkan ambang batas parlemen menjadi 5 persen. Kenaikan ambang batas dinilai belum terlalu mendesak jika alasannya hanya untuk penyederhanaan jumlah partai politik.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Satia Chandra Wiguna mengatakan, pada dasarnya PSI siap menerima berapapun ambang batas parlemen yang ditetapkan dalam Pemilu. Namun, ia mengakui realita politik di lapangan memang agak berat untuk mencapai ambang batas parlemen yang saat ini ditetapkan sebesar 4 persen.
“Sudahlah, kita kan sudah naik dari 3 persen ke 4 persen. Stop dulu di sini, 4 persen sampai 2024. Jangan ada kenaikan lagi karena itu akan merepotkan semua elemen,” ujar Satia usai menghadiri undangan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Rabu (29/1/2020), di Jakarta.
Kementerian Dalam Negeri mengundang 7 perwakilan partai politik yang tidak lolos ambang batas parlemen di Pemilu 2019. Sebelumnya, Tito juga mengundang 9 perwakilan parpol di DPR RI pada 8 Januari 2020.
Pertemuan dengan parpol-parpol dimaksudkan untuk bersilaturahim dengan pimpinan parpol. Selain itu, kesempatan tersebut juga digunakan Tito untuk menyerap sebanyak-banyaknya masukan dari parpol seputar bagaimana pelaksanaan demokrasi dan tata kepemiluan ke depan.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menyebut, wacana kenaikan ambang batas parlemen merupakan tabiat partai-partai besar yang ingin mempertahankan kekuasaan. Kendati demikian, Priyo menilai keinginan untuk menaikkan ambang batas parlemen sebagai sesuatu yang sah dilakukan bila hendak memperpanjang kekuasaan.
Secara tersirat, Priyo menyatakan penolakan terhadap wacana menaikkan ambang batas parlemen. Ia meminta pihak yang memulai wacana tersebut untuk tidak pongah dan menepuk dada.
“Hemat saya, kalau nanti ada diskursus yang lebih baik dan sehat, kalau ada keinginan buat menaikkan ambang batas parlemen yang berujung membunuh demokrasi ini mestinya bisa dicegah,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq. Menurut dia, partai-partai yang tidak lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 menghendaki ambang batas tetap di angka 4 persen. Hal itu, katanya, sebagai bagian dari pematangan demokrasi ke depan.
Ambang batas parlemen sebesar 4 persen saat ini pun dirasa sudah cukup besar bagi Perindo. Dengan bertahan pada ambang batas parlemen saat ini, Rofiq menilai upaya itu berpotensi membuat konsolidasi demokrasi bisa berjalan dengan baik.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar, menjelaskan, pertemuan dengan 7 perwakilan parpol tidak secara spesifik membahas rancangan UU Pemilu. Dialog antara elite parpol dan Tito itu lebih dalam rangka bertukar pikiran tentang bagaimana cara mengelola politik dalam negeri.
Tidak efektif
Dihubungi secara terpisah, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi berpendapat, usulan kenaikan ambang batas parlemen harus jelas bertujuan untuk apa. Jika selama ini tujuan menaikkan ambang batas parlemen adalah untuk penyederhanaan parpol, Veri menilai kenaikan ambang batas parlemen tidak terlalu efektif.
“Menurut saya itu tidak perlu dan tidak ada urgensinya,” katanya.
Veri juga melihat upaya Tito mengundang elite-elite parpol pada bulan Januari 2020 ini tidak lepas dari rencana pemerintah merevisi Undang-undang (UU) Pemilu. Seperti diketahui, UU Pemilu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020-2024.
“Kemendagri sedang belanja isu-isu krusial dalam rencana revisi UU Pemilu. Oleh sebab itu, memang harus banyak menegarkan pihak-pihak yang berkepentingan,” ujar Veri.
Hanya saja, Veri menilai Kemendagri seharusnya tidak hanya mendegarkan masukan dari parpol, tetapi juga dari pemangku kepentingan lain, seperti tokoh masyarakat, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat. Masukan dan saran dari unsur-unsur selain parpol itu bakal membuat masukan kepada pemerintah lebih komprehensif.
Wacana kenaikan ambang batas parlemen itu sebelumnya digulirkan oleh sejumlah fraksi di DPR. Ambang batas parlemen hendak dinaikkan dari 4 persen menjadi 5 persen dengan tujuan menyederhanakan jumlah parpol yang ada di parlemen.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan, Fraksi PDI-P mengusulkan wacana kenaikan ambang batas parlemen menjadi 5 persen demi meningkatkan kualitas demokrasi dan pemilu berbiaya murah. Jumlah parpol di parlemen akan semakin sedikit dengan kenaikan ambang batas yang pada pileg sebelumnya 4 persen.
”Kami ingin menyederhanakan jumlah parpol. Jadi, nantinya akan terkristalisasi bahwa di parlemen akan terdiri dari beberapa parpol saja. Saya bisa bayangkan, kemungkinan hanya ada delapan parpol yang ikut serta dalam pileg berikutnya,” ujarnya.
Menurut Djarot, selama ini, banyak parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen juga selalu ikut menjadi peserta pemilu sehingga membuat biaya politik semakin membengkak.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan, Fraksi PKS setuju dengan wacana kenaikan ambang batas parlemen. PKS bahkan siap jika ambang batas parlemen dinaikan menjadi 7 persen.
”Menurut saya, kenaikan ambang batas parlemen itu baik untuk konsolidasi sistem demokrasi. Fraksi PKS bahkan sudah mengajukan usulan revisi undang-undang khusus untuk konsolidasi demokrasi. Seperti revisi UU Pemilu, revisi UU Pilkada, dan revisi UU Parpol,” ujarnya.