Sebaran Virus Korona Meluas, Korban Terus Bertambah
›
Sebaran Virus Korona Meluas,...
Iklan
Sebaran Virus Korona Meluas, Korban Terus Bertambah
Sebaran virus korona baru meluas dan korbannya juga makin banyak. Ini juga disebabkan karena karakter virus ini sulit dideteksi. WHO telah merevisi penilaian risiko global untuk wabah virus ini dari sedang ke tinggi.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebaran virus baru korona 2019-nCoV yang meluas dan korban jiwa terus bertambah membuat sejumlah negara mengevakuasi warganya dari Kota Wuhan, China. Penularan dari orang ke orang di luar China juga telah terjadi, membuat upaya untuk mengatasi wabah ini menjadi lebih sulit.
Laporan waktu nyata oleh Johns Hopkins University dalam gisanddata.maps.arcgis.com menunjukkan, hingga pada Rabu (29/1/2020) pukul 20.00 WIB, jumlah orang yang terinfeksi secara global mencapai 6.057 orang di 18 negara. Sedangkan korban jiwa mencapai 131 orang dan 110 orang sembuh total. Peta ini dikumpulkan dari Pemerintah China, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan berbagai lembaga kesehatan sejumlah negara.
Jumlah kasus yang terinfeksi di China ini melonjak tinggi dibandingkan pada Senin (27/1), yang dilaporkan hanya 2.835 kasus dan 81 orang di antaranya meninggal. Korban termuda yang dikonfirmasi adalah seorang bayi perempuan berusia 9 bulan di Beijing.
Sebanyak 5.970 kasus infeksi ditemukan di China, Thailand 14 kasus, Hongkong 8 kasus, Taiwan 8 kasus, Jepang 7 kasus, Macau 7 kasus, Malaysia 7 kasus, Singapura 7 kasus, Australia 5 kasus, Amerika Serikat 5 kasus, kasus, Korea Selatan 4 kasus, Jerman 4 kasus, Perancis 4 kasus, Kanada 2 kasus, Vietnam 2 kasus, Kamboja, Nepal, dan Srilangka masing-masing 1 kasus.
Semua korban meninggal dunia terdapat di China, terutama di Provinsi Hubei, yang mencapai 125 orang dan total warga yang terinfeksi mencapai 3.554 orang. Kota Wuhan yang menjadi titik awal merebaknya virus ini berada di provinsi ini.
Kepala Tim Ahli Nasional China untuk mengendalikan dan mencegah pneumonia yang disebabkan oleh virus korona dan akademisi dari Chinese Academy of Engineering, Zhong Nanshan, kepada Kantor Berita Xinhua mengatakan, "Sangat sulit untuk memperkirakan kapan wabah mencapai puncaknya. Tapi saya pikir dalam satu minggu atau sekitar 10 hari, itu akan mencapai klimaks dan kemudian tidak akan ada peningkatan skala besar," kata Zhong.
Terus meluasnya korban infeksi virus ini juga disebabkan karakter virus ini yang sulit dideteksi. "Berdasarkan beberapa laporan, banyak yang asimtomatik (tanpa menunjukkan gejala sakit)," kata peneliti Emerging Virus Research Unit Lembaga Eijkman, Frilasita Yudhaputri.
Terus meluasnya korban infeksi virus ini juga disebabkan karakter virus ini yang sulit dideteksi.
Sebuah penelitian terhadap sebuah keluarga di Shenzhen, Cina yang diterbitkan di jurnal Lancet pada 24 Januari 2020 lalu, mengidentifikasi seorang anak yang terinfeksi virus tetapi tidak menunjukkan gejala. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan bahwa tiga orang dengan infeksi di luar China tidak menunjukkan gejala.
Di luar China
Dengan sifatnya yang asimtomatik ini, sebagian orang yang telah terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit dan menularkan virus ke orang lain tanpa diketahui. Hal ini menyebabkan upaya penapisan hanya berdasarkan peningkatan panas tubuh tidak akan memadai.
Pada Selasa (28/1), virus korona ini telah menyebar di antara manusia di luar China untuk pertama kalinya. Kementerian Kesehatan Bavaria, melaporkan, seorang laki-laki Jerman tertular virus ini dari seorang koleganya yang telah kembali dari Wuhan.
Dalam pembaruan 27 Januari 2020, WHO juga mengkonfirmasi bahwa seseorang di Vietnam telah memperoleh virus dari anggota keluarga yang terinfeksi. Sementara itu, di Jepang seorang sopir bus wisata di Jepang yang telah mengangkut wisatawan dari Wuhan juga dinyatakan positif terinfeksi virus korona.
Hampir semua negara yang memiliki intensitas kunjungan orang dari Wuhan yang tinggi telah mengonfirmasi adanya infeksi virus ini. Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi mengenai adanya kasus infeksi 2019-nCoV di Indonesia.
Hampir semua negara yang memiliki intensitas kunjungan orang dari Wuhan yang tinggi telah mengonfirmasi adanya infeksi virus ini, kecuali Indonesia.
Padahal, data dari Business 1ntelligence Service (B1S) m1nd, Indonesia menyumbang 7 persen dari sekitar 1,4 juta penerbangan keluar dari Wuhan antara Desember 2018 dan November 2019 atau peringat keenam terbesar. Kelima negara lain yang menjadi tujuan utama perjalanan dari Wuhan, yaitu Thailand (33 persen), Jepang (12 persen), Malaysia (10 persen), Singapura (9 persen) dan Hong Kong (8 persen), telah mengonfirmasi adanya kasus infeksi korona.
WHO, telah merevisi penilaian risiko global untuk wabah virus korona dari "sedang" menjadi "tinggi," namun hingga saat ini belum mengumumkan status darurat untuk kesehatan masyarakat global, sebagaimana dalam kasus wabah virus SARS pada 2003.
Dalam kunjungannya ke China pada Selasa, Sekretaris Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta agar negara-negara tidak mengevakuasi warganya dari Wuhan yang saat ini tengah diisiolasi. Dia mengatakan tidak perlu bereaksi berlebihan dan orang-orang harus tetap tenang.
Namun demikian, sejumlah negara seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris telah mengevakuasi warga mereka dari Wuhan. Masing-masing negara ini kemudian mengisolasi warganya yang baru dipulangkan dari Wuhan.
David Heymann, seorang ahli epidemiologi di London School of Hygiene dan Tropical Medicine, seperti dilaporkan Nature mengatakan, kemungkinan lebih banyak kasus penularan dari manusia ke manusia di luar China yang belum dideteksi. Otoritas kesehatan dapat membatasi penularan dengan mengisolasi orang yang terinfeksi dan secara ketat memantau orang yang telah mereka temui sebelumnya.
Kemungkinan lebih banyak kasus penularan dari manusia ke manusia di luar China yang belum dideteksi.
Tetapi langkah-langkah ini akan efektif hanya jika virus tidak dapat menyebar luas di udara. "Anda umumnya dapat menjaga wabah pada tingkat yang sangat rendah kecuali jika itu bisa disebabkan melalui udara," kata Heymann. Jika virus dapat menyebar melalui udara, pelacakan kontak dan isolasi tidak mungkin membendung penularan.
Sejauh ini bukti menunjukkan bahwa virus korona menyebar hanya melalui kontak dekat dan melalui tetesan air liur, atau bersin. Tetapi, Heymann mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk mengetahui apakah itu juga dapat menyebar melalui udara. "Sampai sekarang kita tidak memiliki semua bukti yang dapat mengetahui dengan tepat bagaimana penyakit ini ditularkan," kata dia.
Wakil Direkur Lembaga Biomolekuler Eijkman, Kementerian Riset dan Teknologi, Herawati Supolo Sudoyo, mengatakan, lembaganya siap membantu mengatasi penyebaran virus korona baru ini di Indonesia. "Kalau diminta, pasti jawabannya siap," kata dia.