Kemiskinan Hambat Ketersediaan Sanitasi Rumah Tangga
›
Kemiskinan Hambat Ketersediaan...
Iklan
Kemiskinan Hambat Ketersediaan Sanitasi Rumah Tangga
Masalah sanitasi dapat menurunkan kualitas hidup dan memicu gangguan kesehatan. Beberapa di antaranya adalah diare, tengkes, dan penyakit infeksi.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemiskinan adalah salah satu faktor penghambat tersedianya sanitasi di lingkup rumah tangga Indonesia. Tanpa edukasi dan bantuan pinjaman pembangunan toilet, upaya pengentasan masalah sanitasi sulit dilakukan.
Ada sekitar 20 juta orang Indonesia yang tidak memiliki akses ke toilet pada 2019. Hal ini membuat praktik buang air besar sembarangan (BABS) masih dilakukan. Berdasarkan data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) oleh Kementerian Kesehatan, sedikitnya ada 8,6 juta penduduk yang masih melakukan BABS.
”Kami mengidentifikasi bahwa hambatan terbesar warga untuk mengakses sanitasi adalah keterbatasan biaya. Itu sebabnya peran lembaga keuangan mikro dibutuhkan. Bantuan investasi dari berbagai pihak juga diperlukan,” kata Direktur Operasi Water.org Indonesia Don Johnston di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Masalah sanitasi dapat menurunkan kualitas hidup dan memicu gangguan kesehatan. Beberapa di antaranya adalah diare, tengkes (stunting), dan penyakit infeksi, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Buruknya kualitas sanitasi telah membuat sedikitnya 150.000 anak meninggal setiap tahun.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, penduduk berusia 10 tahun ke atas yang berperilaku benar dalam BAB mencapai 88,2 persen. Padahal, berperilaku BAB yang benar sangat penting agar lingkungan tidak tercemar.
Dalam data Riskesdas 2018 dinyatakan, hanya 57,9 persen warga yang membuang tinja anak balita ke dalam jamban. Sebanyak 33,5 persen warga membuang tinja beserta popoknya sembarangan. Ada 3,7 persen warga mengubur tinja dan popok di dalam tanah. Sementara itu, 4 persen warga membersihkan kotoran anak balita dan mengganti popoknya di sembarang tempat.
Selain masalah jamban, jutaan warga Indonesia masih belum punya akses terhadap air bersih. Hal ini memicu dijalinnya kerja sama antara Reckitt Benkiser Hygiene Home Indonesia bersama Water.org dan Koperasi Mitra Dhuafa (Komida). Kerja sama ini mewujud dalam kampanye Aksi Toilet Bersih.
Pinjaman pembangunan
Kampanye ini mencakup, antara lain, edukasi warga soal pentingnya jamban dan tangki septik (septic tank). Masyarakat juga didorong untuk mengajukan pinjaman pembangunan sanitasi ke lembaga keuangan mikro.
Rata-rata biaya pembangunan sebuah toilet sederhana dengan tangki septik ialah Rp 4 juta-Rp 6 juta. Sebuah toilet bisa dikatakan layak jika terhubung dengan tangki septik. Tangki tersebut harus dirawat berkala, seperti disedot tinja dan dipastikan tidak bocor.
Direktur Operasional Komida Sugeng Priyono mengatakan, ada lebih dari 180.000 anggota Komida yang belum memiliki fasilitas sanitasi di rumah. Lembaga keuangan mikro itu pun menyediakan pinjaman Sarana Air Bersih dan Sanitasi.
”Ada sekitar 40.000 anggota Komida yang telah mengajukan pinjaman. Sosialisasi pinjaman lebih mudah dilakukan kepada anggota yang telah memiliki kesadaran, namun tidak memiliki uang. Mereka yang belum paham pentingnya sanitasi harus dipicu dengan edukasi, baik melalui ibu atau anak dalam keluarga,” kata Sugeng.
Mengutip laman Komida, plafon pinjaman sanitasi adalah sebesar Rp 1 juta-Rp 6 juta. Pinjaman diangsur dalam jangka waktu 25 minggu-100 minggu.
”Kami berkomitmen untuk mengentaskan masalah BABS di pulau Jawa pada 2025,” kata General Manager Reckitt Benckiser Hygiene Home Indonesia Karim Kamel.