Sertifikat Kompetensi Jadi Bekal Kerja Lulusan SMK
›
Sertifikat Kompetensi Jadi...
Iklan
Sertifikat Kompetensi Jadi Bekal Kerja Lulusan SMK
Kemdikbud berupaya mendorong lulusan SMK memiliki sertifikat kompetensi. Targetnya, pada periode 2020-2024, semua lulusan SMK bisa diterima dunia kerja maksimal setahun setelah lulus.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
LOMBOK BARAT, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya mendorong lulusan sekolah menengah kejuruan memiliki sertifikat kompetensi. Targetnya, pada periode 2020-2024, semua lulusan sekolah menengah kejuruan bisa diterima dunia kerja, maksimal setahun setelah lulus.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Patdono Suwignjo menyampaikan hal itu pada acara Peluncuran Sekolah Mandiri Energi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (31/1/2020). Ia mengatakan, pendidikan vokasi merupakan fokus pengembangan pendidikan di Indonesia. Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. ”Sebetulnya, sudah dimulai 2015-2019, kemudian dilanjutkan pada 2020-2024,” ujarnya.
Dengan adanya dirjen itu, pengembangan pendidikan vokasi bisa diintegrasikan.
Pada 2020-2024, perhatian pemerintah untuk pengembangan pendidikan vokasi lebih dipertajam. Hal itu diwujudkan dengan dibentuknya Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
”Dengan adanya dirjen itu, pengembangan pendidikan vokasi bisa diintegrasikan, mulai dari kursus-kursus, SMK, pendidikan akademi, dan politeknik,” kata Patdono.
Pengembangan pendidikan vokasi sangat penting karena berdampak pada kemajuan industri dan ekonomi. Menurut Patdono, negara-negara dengan pendidikan vokasi yang maju, seperti Jerman, Belanda, Swiss, Taiwan, Korea Selatan, dan Australia, adalah negara-negara dengan industri dan ekonomi yang maju.
Dia mengungkapkan, pendidikan vokasi setingkat SMA di Indonesia lebih maju karena jumlah SMK saat ini lebih banyak dari SMA. Hal itu karena pencanangan pertumbuhan SMK dilakukan sejak era beberapa menteri sebelumnya.
Di Jerman dan Swiss, jumlah politeknik jauh lebih banyak dari perguruan tinggi.
Namun, untuk politeknik, Patdono mengakui, jumlahnya masih ketinggalan. ”Di Indonesia, jumlah politeknik hanya 9 persen dari jumlah universitas. Di Jerman dan Swiss, jumlah politeknik jauh lebih banyak dari perguruan tinggi,” katanya.
Oleh karena itu, Kemdikbud bertekad mengembangkan pendidikan vokasi, mulai dari pelatihan, kursus, SMK, sampai politeknik. Khusus SMK, yang didesain menghasilkan lulusan terampil dan siap kerja, lanjut Patdono, jumlahnya memang sudah cukup. Hanya saja, ia mengakui bahwa saat ini belum semua lulusan SMK mendapat pekerjaan setahun setelah lulus.
Kondisi itu terjadi karena banyak lulusan SMK yang tidak punya sertifikat kompetensi. ”’Karcis’ masuk untuk mendapat pekerjaan saat ini bukan ijazah. Misalnya, 10 perusahaan besar di Amerika, seperti Google, kalau merekrut pegawai tidak ditanya punya ijazah apa tidak, tetapi kamu punya sertifikat kompetensi apa?” kata Patdono.
Oleh karena itu, ujarnya, sebelum lulus, siswa SMK diupayakan mengikuti sertifikasi kompetensi yang dibiayai pemerintah. Hal itu termasuk bagi mahasiswa politeknik. Kebijakan ini untuk mengejar target 100 persen lulusan SMK setahun setelah lulus sudah harus mendapat pekerjaan sesuai kompetensinya pada periode 2020-2024.
Untuk memastikan siswa SMK bisa mendapat sertifikasi, kata Patdono, pengembangan mutu guru menjadi perhatian utama. Maka, mereka juga memprogramkan agar guru SMK, terutama program studi produktif, mempunyai sertifikat kompetensi pada bidang ajarnya. Pemerintah pun akan membuat pelatihan nasional untuk guru-guru SMK.
”Skenarionya, SMK yang belum mempunyai guru dengan kompetensi yang diakui industri harus mengirimkan gurunya untuk ikut kursus. Dari kursus ini, mereka akan mendapatkan sertifikat kompetensi,” ucap Patdono.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah, yang turut mendampingi kunjungan Patdono, mengatakan, pendidikan vokasi sangat penting. ”NTB kini tengah berupaya agar dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi di beberapa tempat,” ujarnya.
Menurut Zulkieflimansyah, dengan adanya penyelenggaraan pendidikan vokasi yang merata, hal itu diharapkan dapat menghasilkan perubahan signifikan bagi masyarakat di NTB.
Pelaksana Tugas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Aidy Furqon mengatakan, saat ini, ada 12 sekolah di NTB yang menjadi percontohan untuk pengembangan teknologi rekayasa energi surya, air, dan angin. Salah satunya adalah SMKN 1 Lingsar, yang menjadi sekolah mandiri energi.