Deteksi Dini Kian Sulit
Upaya deteksi dini guna mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus korona tipe baru semakin sulit. Pengukuran suhu tubuh sudah tidak lagi efektif.
Upaya deteksi dini guna mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus korona tipe baru semakin sulit. Pengukuran suhu tubuh sudah tidak lagi efektif.
JAKARTA, KOMPAS —Temuan terbaru menunjukkan, sebagian orang yang terinfeksi virus korona baru 2019-nCoV tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap bisa menularkannya kepada orang lain. Hal ini menyebabkan upaya penapisan suhu tubuh tidak efektif. Maka, sejumlah negara telah menutup kunjungan orang dari China.
”Kemungkinan masuknya virus korona baru ke Indonesia tanpa kita ketahui menjadi tinggi karena penapisan suhu menjadi tidak sensitif. Hal ini bisa terjadi karena orang yang telah terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit,” kata Amin Soebandrio, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Hal tersebut, menurut Amin, menyebabkan orang yang tertular dapat melakukan perjalanan ke mana-mana. Akibatnya, virus korona tipe baru 2019-nCoV menyebar luas melebihi SARS. ”Sebelum Wuhan tertutup, orang yang tertular sudah keluar,” ungkapnya.
Saat SARS terjadi lebih dari 10 tahun silam, ada 8.100 kasus dilaporkan selama wabah delapan bulan. Namun, kini, ada hampir 10.000 orang terinfeksi virus korona baru, sebagian besar di antaranya di China, sejak kasusnya muncul pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, Desember 2019. Lebih dari 100 kasus di antaranya terjadi di luar China, yakni di 22 negara.
Jumlah kematian akibat virus korona tipe baru mencapai 213 orang, yang semuanya terjadi di China. Adapun saat wabah SARS terjadi, tercatat 774 orang meninggal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan, penyebaran infeksi virus korona tipe baru sudah dalam tahap darurat kesehatan global. Koordinasi antarnegara di tingkat global diperlukan guna meningkatkan kesiapsiagaan.
Diubah
Menurut Amin, sesuai panduan WHO sebelumnya, upaya penapisan dilakukan setelah ada gejala. Namun, prosedur ini sekarang harus diubah. Dengan ketiadaan gejala, berarti harus dipelajari riwayat kontak dan perjalanannya lebih teliti. Orang yang pernah kontak atau datang dari negara yang terinfeksi mesti diawasi, minimal 14 hari selama masa inkubasi.
Mulai 1 Februari 2020, Singapura tak mengizinkan masuk atau transit bagi orang yang dalam 14 hari terakhir ada di China daratan. ”Di Australia, orang dari negara terinfeksi harus mengarantina sendiri atau tinggal di rumah 14 hari,” tutur Amin.
Menurut dia, dari sisi teknologi dan kapasitas sumber daya, Indonesia bisa mendeteksi keberadaan virus korona baru ini. ”Eijkman sudah memiliki sistem yang bisa mendeteksi korona jenis apa pun. Kalau positif, baru disekuen untuk memastikan apakah itu virus 2019-nCoV,” ujar Amin.
Ia membantah pemberitaan tentang ketidakmampuan Indonesia mendeteksi virus baru itu. ”Namun, melihat banyaknya titik masuk ke Indonesia, sementara negara-negara tetangga sudah positif terinfeksi, kemungkinan masuknya virus korona baru ke Indonesia tak bisa diabaikan,” papar Amin.
Evakuasi
Proses evakuasi warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Provinsi Hubei telah memasuki tahap akhir. Pesawat evakuasi dari Indonesia segera berangkat.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyatakan, saat ini, 243 WNI berada di tujuh lokasi karantina di Hubei. Duta Besar China untuk RI telah menyampaikan clearance pendaratan dan pergerakan pesawat untuk evakuasi WNI.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menjelaskan, pemantauan terhadap mereka yang dievakuasi dilakukan ketat, mulai dari sebelum evakuasi sampai tiba di Tanah Air.
Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengapresiasi langkah pemerintah mengevakuasi WNI di Hubei. ”Yang harus dipastikan adalah akurasi data WNI di Wuhan sehingga tak ada yang tertinggal,” ujarnya.
Menurut dia, penting agar masyarakat Indonesia tak memiliki stigma negatif terhadap WNI dari Hubei sebagai pembawa virus korona baru.
Sementara itu, di Batam, Kepulauan Riau, RM (40), warga Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal tunda di Singapura, diduga terinfeksi virus korona tipe baru. Ia mengalami demam dan sesak napas sejak berada di Singapura, tetapi tidak terdeteksi alat pemindai suhu tubuh saat tiba di Pelabuhan Batam Centre.
Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Riau Tjetjep Yudiana mengatakan, hal itu bisa terjadi karena kemungkinan RM mengonsumsi obat demam sebelum menaiki feri. Suhu tubuh pasien terduga itu terpantau normal saat tiba di Batam.
RM kini dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah, Batam. Sampel cairan tenggorokannya kemarin dikirim ke Jakarta untuk diteliti Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit. Hasilnya mungkin bisa diketahui dalam dua hari.
Sementara itu, dalam empat hari terakhir, tujuh mahasiswa Aceh yang menempuh kuliah di beberapa kota di China telah pulang. Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri di Banda Aceh, Jumat, menuturkan, tujuh mahasiswa yang telah kembali berkuliah di kota Jiangxi, Changchun, Beijing, Nanjing, Henan, dan Shanghai. Mereka pulang dengan penerbangan dari Malaysia dan Jakarta, serta tiba pada 28-31 Januari 2020.
Hasil pemeriksaan menyatakan, mereka bebas dari paparan virus korona baru.
Ada 21 mahasiswa Aceh yang kini masih berada di China. Sebanyak 13 orang di antaranya berada di Wuhan.
(AIN/NDU/LSA/TAN/AIK)