Laga Tottenham Hotspur kontra Manchester City di Stadion Tottenham Hotspur, London, Minggu (2/2/2020) pukul 23.30 WIB tidak hanya sekadar mempertemukan dua tim papan atas Liga Inggris.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
LONDON, SABTU — Laga Tottenham Hotspur kontra Manchester City di Stadion Tottenham Hotspur, London, Minggu (2/2/2020) pukul 23.30 WIB, tidak hanya sekadar mempertemukan dua tim papan atas Liga Inggris. Pertandingan ini akan menjadi ajang adu strategi dua manajer yang haus kemenangan dengan pendekatan yang berbeda.
Bersama Pep Guardiola, Manchester City telah merasakan banyak gelar domestik sejak bergabung pada 2016 lalu. Di tangan Guardiola, City memperoleh 158 kemenangan dari 212 pertandingan. Saat ini City berada di peringkat kedua dengan jarak 19 poin dari Liverpool yang berada di puncak klasemen.
Sementara itu, Tottenham Hotspur mulai merasakan sentuhan tangan dingin Jose Mourinho. Pelatih asal Portugal tersebut mampu membawa Spurs dari papan tengah ke papan atas sejak menggantikan Mauricio Pochettino pada 20 November 2019.
Saat ini Spurs berada di peringkat keenam dengan raihan 34 poin. Jumlah tersebut sama dengan yang dikumpulkan Manchester United di peringkat kelima dan terpaut enam poin dari Chelsea di peringkat keempat.
Meskipun demikian, Spurs belum memperoleh efek instan dari perekrutan Mourinho. Mereka baru meraih delapan kemenangan dan empat hasil imbang dari 17 pertandingan. Situasi inkonsisten yang dialami Mourinho pun mengundang Guardiola untuk berkomentar.
Guardiola menganggap situasi yang dialami Mourinho dapat terjadi pada setiap manajer dan hal itu adalah wajar. ”Setiap manajer dapat mengalami situasi naik dan turun. Anda memiliki periode bagus, buruk, mengubah tim, dan membangunnya kembali. Jose ada di sana selama 15 atau 20 tahun sepanjang waktu. Itu harus dihormati,” ujarnya.
Keputusan City dan Spurs merekrut Guardiola dan Mourinho tak lepas dari prestasi kedua manajer tersebut di klub sebelumnya. Guardiola selalu mempersembahkan gelar bagi klub yang ia latih, begitu juga dengan Mourinho sejak melatih FC Porto.
Selama menjadi pelatih, keduanya pun sering berjumpa. Berdasarkan catatan transfermarkt.com, Mourinho adalah pelatih yang paling sering bertemu dengan Guardiola. Dalam 22 pertandingan, Guardiola memperoleh 11 kali kemenangan, 6 imbang, dan mengalami 5 kekalahan.
Keduanya datang ke Liga Inggris pada 2016 dan melatih di kota yang sama yakni Manchester. Namun, nasib mereka berbanding terbalik. Guardiola masih bertahan hingga sekarang di City, sedangkan Mourinho dipecat oleh Manchester United pada Desember 2018.
Keduanya pun terlibat dalam enam pertandingan derbi Manchester. Guardiola memperoleh tiga kemenangan, sedangkan Mourinho memperoleh dua kemenangan. Salah satu kemenangan yang diraih Mourinho terjadi pada musim 2017-2018 saat menunda perayaan gelar City jelang akhir musim.
Meskipun sering bertemu, kedua pelatih tersebut tak pernah menunjukkan rivalitas yang tinggi. Mereka pun terlihat cair dan akrab. Hal tersebut seperti menunjukkan bahwa pengalaman berkarier di Barcelona membuat keduanya memiliki kedekatan.
Mourinho pernah menjadi asisten manajer di Barcelona pada 1996 hingga 2000 ketika Bobby Robson dan Louis van Gaal menjabat sebagai manajer di klub asal Catalonia tersebut. Saat itu Guardiola masih aktif menjadi pemain Barca. Di klub tersebut, Guardiola juga mengawali kariernya sebagai manajer.
Melihat pengalaman tersebut, Guardiola pun tak sungkan untuk memberikan hormat kepada Mourinho. ”Saya sangat menghormati apa yang telah ia lakukan untuk sepak bola dan kariernya,” ujar Guardiola.
Pendekatan berbeda
Meskipun sama-sama pernah dibesarkan di Barcelona, kedua pelatih tersebut memiliki pendekatan permainan yang berbeda. Guardiola masih memegang teguh taktik tiki taka yang mengandalkan umpan pendek cepat, pergerakan dinamis, dan berusaha untuk menguasai bola sebanyak mungkin.
Berbeda dengan Guardiola yang memainkan sepak bola menyerang, Mourinho justru menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan. Alhasil, Mourinho pun identik dengan taktik parkir bus.
Mourinho akan mengumpulkan pemainnya sebanyak mungkin di lini pertahanan. Ketika ada peluang, mereka melakukan serangan balik cepat untuk mencetak gol. Taktik parkir bus tersebut terbukti efektif dipergunakan untuk melawan tim-tim yang memiliki strategi menyerang.
Akan tetapi, selama melatih Spurs, Mourinho mulai mengurangi kebiasaannya bermain bertahan. Hal tersebut terjadi karena Spurs didominasi oleh para pemain muda yang terbiasa bermain menyerang.
Di bursa transfer Januari ini, Mourinho tak lagi mendatangkan pemain yang berpengalaman dan sudah matang. Ia justru mempermanenkan gelandang muda Giovani Lo Celso dari Real Betis dan membeli pemain sayap Steven Bergwijn dari PSV Eindhoven yang masih berusia 22 tahun.
Transfer tersebut terjadi setelah Spurs menjual gelandang Christian Eriksen ke Inter Milan dengan harga 20 juta euro atau sekitar Rp 305 miliar. Mourinho menganggap, keputusan penjualan pemain tersebut sudah tepat karena Eriksen tinggal menyisakan kontrak selama enam bulan lagi.
Ia pun tertantang bermain dengan pemain muda. Menurut Mourinho, pemain muda tidak pernah merasa takut untuk bertarung. Meskipun demikian, mereka tetap membutuhkan bimbingan dari pemain berpengalaman dalam situasi tertentu.
”Pemain muda biasanya memiliki kualitas dan kepribadian yang tepat serta tidak merasakan tekanan. Mereka tidak takut untuk pergi dengan pikiran terbuka. Mereka pergi untuk menuju masa depan. Jadi, saya lebih dari bahagia,” ujar Mourinho.
Meskipun memiliki sederet pemain muda berbakat, Mourinho enggan mengatakan bahwa kehadirannya untuk membangun masa depan Spurs. Ia lebih memiliki fokus untuk memenangi setiap pertandingan. Laga melawan City akan menjadi pembuktian bagi Mourinho bahwa dia juga dapat bekerjasama dengan pemain muda untuk memperoleh kemenangan. (AP/Reuters)