Habitat harimau sumatera yang menyempit akibat aktivitas manusia terus memicu konflik antara harimau dan warga di Riau. Setahun terakhir, tiga orang tewas diterkam harimau.
BATAM, KOMPAS Seorang pencari kayu di Indragiri Hilir, Riau, tewas diterkam harimau, Kamis (30/1/2020). Peristiwa itu merupakan yang ketiga di Riau dalam setahun terakhir. Polisi dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau bersiaga untuk mencegah aksi pembalasan warga.
Insiden bermula saat korban, Darmawan (42), sedang mencari kayu di kawasan hutan bekas lahan milik PT Bhara Induk di Kecamatan Pelangiran. Salah satu rekan korban, Sujati, melihat seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) mengintai Darmawan dari belakang. Ia sempat berteriak untuk mengingatkan, tetapi Darmawan tidak bisa menghindar.
Melihat hal itu, Sujati dan seorang kawannya yang lain segera lari menyelamatkan diri. Mereka lalu minta pertolongan ke desa terdekat. Darmawan ditemukan empat jam kemudian setelah sekitar 30 warga Desa Tanjung Simpang masuk ke hutan untuk mencari korban. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Indragiri Hilir Ajun Komisaris Indra Lamhot Sihombing, Darmawan tewas karena terluka parah di leher, tangan, dan kaki. Jenazahnya diserahkan kepada keluarga di Desa Pasir Mas, Kecamatan Batang Tuaka.
”Kami sering mengimbau warga agar tidak masuk ke wilayah konservasi. Namun, masih juga ada yang nekat karena hidup mereka dari mencari kayu,” kata Indra saat dihubungi, Jumat (31/1). Sebelumnya, konflik antara harimau sumatera dan manusia terjadi di Kecamatan Pelangiran pada Mei 2019. Saat itu Muhammad Amri (32), buruh PT RIA, tewas karena terluka parah akibat diterkam harimau (Kompas, 25/5/2019).
Habitat makin sempit
Menurut Indra, selama setahun belakangan setidaknya ada dua warga di Kecamatan Pelangiran tewas diterkam harimau. Ini terjadi karena habitat harimau semakin menyempit. Lokasi konservasi juga banyak yang berbatasan langsung dengan perkebunan, pertambangan, dan permukiman warga.
Melalui keterangan tertulis, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono mengatakan, kawasan hutan bekas hak pengusahaan hutan PT Bhara Induk di Kecamatan Pelangiran merupakan kantong habitat harimau yang menyatu dengan Suaka Margasatwa Kerumutan.
Suharyono mengatakan, apabila hasil penyelidikan menunjukkan lokasi kejadian berada di kawasan hutan, bisa disimpulkan pencarian kayu yang dilakukan korban dan kedua rekannya adalah kegiatan ilegal. Pencarian kayu di kawasan hutan seharusnya menyertakan izin resmi dari pemerintah.
Ia juga meminta kepada warga agar tetap tenang dan tidak melakukan pembalasan terhadap satwa yang dilindungi itu. Sejak sebelum peristiwa, tim BBKSDA sebenarnya sudah berada di lokasi yang sama untuk menangani seekor harimau yang belakangan dilaporkan meresahkan warga.
”Polisi, BBKSDA Riau, dan aparat terkait semua kini bersiaga di lokasi agar konflik satwa dengan manusia bisa segera diatasi. Warga diminta tenang dan tak memasuki kawasan hutan yang menjadi habitat harimau,” kata Indra. (NDU/SAH)