Anak-anak Korban Pencabulan di Jambi Dapat Pendampingan Psikis
›
Anak-anak Korban Pencabulan di...
Iklan
Anak-anak Korban Pencabulan di Jambi Dapat Pendampingan Psikis
Demi memulihkan trauma anak-anak korban pencabulan seksual di Jambi, psikolog dikirim untuk mendampingi para korban. Selain pemulihan psikis, yang terpenting lagi adalah hukuman maksimal bagi pelaku pencabulan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Anak-anak korban pencabulan di Jambi segera mendapat pendampingan pemulihan psikis oleh profesional. Mulai Senin (3/2/2020), psikolog pekerja sosial akan mengunjungi mereka dari rumah ke rumah.
Saat ini, pascavonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi pada 23 Januari 2020 atas AL (45), pelaku pencabulan yang juga ASN di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, anak-anak korban didera ketakutan.
Demi memulihkan kondisi kejiwaan anak, pekerja sosial dikirim untuk mendampingi mereka. ”Psikolog akan membantu anak-anak pulih kembali dari rasa trauma,” ujar Kepala Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jambi Asi Noprini, Minggu (2/2/2020).
Para ibu sejumlah korban pencabulan anak di Kotabaru, Jambi, berembuk di rumah salah satu warga, Kamis (30/1/2020). Mereka memprotes vonis hakim Pengadilan Negeri Jambi yang membebaskan pelaku dari segala tuntutan. Pelaku, sebelumnya dituntut jaksa hukuman 6 tahun. Menurut Asi, lamanya waktu pemulihan sangat bergantung pada kondisi psikis anak. Pihaknya mendapati sejumlah anak dalam kondisi trauma berat. ”Dalam kondisi berat, pemulihan butuh waktu lebih lama,” ujarnya.
Pihaknya juga mendapat laporan lain terkait pelecehan seksual dengan pelaku sama. Saat yang bersangkutan masih mengajar di salah satu sekolah negeri di Kabupaten Muaro Jambi. ”Hanya pada waktu itu tidak dilaporkan kepada penegak hukum,” katanya.
Kali ini, para orangtua di wilayah Simpang Tiga Sipin melaporkan AL ke polisi karena tidak terima melihat kondisi anak-anak mereka mengalami trauma. Itu dikhawatirkan memengaruhi perkembangan kejiwaan mereka pada masa mendatang.
AL membuka usaha kursus pendidikan agama dan sejumlah mata pelajaran lain bagi anak-anak di wilayah Simpang Tiga Sipin, Jambi. Kasusnya menyeruak setelah seorang anak meminta berhenti diajar olehnya. Setelah ibunya menanyakan, anak perempuannya itu akhirnya menceritakan perbuatan terdakwa. Hal itu kian terungkap setelah beberapa orangtua lain mendapat pengaduan serupa dari anak.
Dari sekitar 15 korban, enam di antaranya mengadu ke polisi. Namun, dalam persidangan, pria yang dituntut hukuman pidana 6 tahun itu malah divonis bebas oleh hakim. Hakim memutus bebas dengan alasan bukti-bukti yang diajukan jaksa tidak cukup kuat.
Advokat pendamping dari Unit Perempuan dan Anak Provinsi Jambi, Ferdia Prakarsa, melihat lemahnya kepedulian aparat penegak hukum dalam kasus pencabulan anak di Jambi. Ia pun mempertanyakan sensitivitas hakim yang menangani.
”Patut dipertanyakan, apakah hakim yang menangani telah bersertifikat hakim anak?" katanya. Padahal, semestinya pelaku dituntut dan dipidana maksimal agar memberikan efek jera.
Kasus kekerasan pada perempuan dan anak perlu mendapatkan perhatian lebih. Berdasarkan data UPTD PPA Provinsi Jambi, dari 126 kasus kekerasan pada perempuan dan anak tahun 2019, baru 10 kasus yang telah berproses ke dalam ranah hukum. Dari semua kasus yang dilaporkan, 60 persen merupakan kasus kekerasan fisik dan kekerasan seksual pada anak.
Terkait kasus pencabulan yang dialami anak-anak di Simpang Tiga Sipin, pihaknya mendesak jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi. Salah seorang ibu korban, Neneng, juga mendesak negara lebih serius menangani kasus tersebut. ”Para korban menuntut keadilan,” katanya.
Ia melanjutkan, sebagian anak ketakutan mengetahui pelaku kini kembali berkeliaran di sekitar kampung. ”Ada anak yang sampai tidak berani keluar rumah karena takut jika bertemu pelaku,” tambahnya.