Bejana Jiwa Andien
Tahun 2020 menjadi tahun istimewa bagi Andien. Tahun ini menandai 20 tahun sejak pertama kali penyanyi ini menapakkan kaki di dunia musik Indonesia.
Tahun 2020 menjadi tahun istimewa bagi Andien. Tahun ini menandai 20 tahun sejak pertama kali penyanyi ini menapakkan kaki di dunia musik Indonesia. Dia juga tengah menjalani proses ”transformasi” untuk mengisi bejana jiwanya dengan berbagai hal menuju diri sejatinya.
Tawa riang bocah kecil menemani Andien saat tiba di kafe Sama Dengan di bilangan Antasari, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2020) siang. Kawa, sapaan akrab putra Andien, Anaku Askara Biru (3), menggelar mainan yang dibawa dari rumah. Sesekali dia bertanya tentang berbagai hal kepada sang bunda.
Siang itu Andien membawa berita gembira. Dia tengah mengandung anak keduanya. ”Baru 5,5 bulan,” katanya.
Sudah cukup lama Andien bercita-cita menggelar konser merayakan dua dasawarsa berkarya. Namun, berbekal pengalaman saat kehamilan dan kelahiran Kawa, Andien pun ”mengalah”. Dengan berbagai pertimbangan, konser bakal digelar tahun depan.
”Aku harus memperhatikan trimester keempat, masa setelah melahirkan yang penting bagi anak dan ibu. Dulu, ketika Kawa di trimester keempat, aku langsung nyanyi, padat banget. Ternyata aku sempat kewalahan,” kenangnya.
Suatu hari, ketika Kawa demam dan harus banyak menyusu, Andien harus menyanyi live. Dia kurang tidur selama beberapa hari. Saat itu, dia bolak-balik harus buka kebaya yang rumit untuk menyusui. Tatkala tiba waktunya menyanyi, suaranya hilang. Dan, dihujatlah dia oleh banyak orang.
”Rasanya pengin teriak. Gila ya, anak sakit, suara hilang, terus dihujat semua orang. Tetapi, aku rasa itu buah dari apa yang aku lakukan juga, terlalu memforsir diri,” ujar Andien.
Sebagai ganti konser, Andien akan merilis Bisikan Hati, album yang mengawali langkahnya di dunia musik secara digital. Rilis akan diawali dengan mengajak kita ke 14 Februari dua dekade lalu saat Andien menyanyikan ”My Funny Valentine”, single perdananya.
Andien gemar bernyanyi sejak kecil dan bercita-cita menjadi penyanyi. Oleh ibundanya, Andien diarahkan belajar bernyanyi bersama Elfa Secioria. Awalnya, dia lebih banyak menyanyikan lagu pop, tetapi rupanya almarhum Elfa lebih sering memberi dia repertoir lagu jazz.
”Ternyata aku enggak terlalu bisa nyanyi lagu-lagu pop. Pas aku nyanyi jazz, kok terasa lebih enak, lebih gampang aku nyanyikan.” Dari situlah, namanya melejit sebagai penyanyi jazz. Sejak 2005, dia tidak pernah absen mengisi panggung Java Jazz.
Andien merasakan banyak hal berubah dalam perjalanannya bermusik. Yang paling terlihat dari bentuk album, dulu pita, sekarang digital. Ekosistem di sekitar penyanyi juga kini semakin profesional. Yang paling kentara adalah kebiasaan bermusik. Dulu musisi terkelompok dalam satu kubu sesuai genre. Kini, semangatnya kolaborasi. Bisa lintas genre, lintas generasi. Dia pun terbuka terhadap hal tersebut.
Berbekal keterbukaan itu, Andien berkolaborasi dengan banyak musisi. Salah satunya, sekarang, dia tengah mempromosikan singel ”Aku Cinta Dia”, salah satu lagu Chrisye, duet bersama Ricky Lionardi sebagai bagian dari proyek Senandung Indonesia.
AndienPekerjaan rumah
Di luar dunia tarik suara, Andien kini sibuk dengan Yayasan Setali, yang mengelola baju bekas untuk dijual kembali dan hasilnya untuk donasi. Semula, Setali dikenal sebagai Salur. Dengan mengelola yayasan ini, Andien sadar bahwa pekerjaan rumahnya masih banyak.
”Dalam kurun waktu hampir satu tahun, kami menerima sekitar 16.000 baju per bulan. Dari jumlah itu, yang lolos kontrol kualitas hanya sekitar 10 persen. Aku jadi sadar, kita punya banyak PR untuk menyosialisasikan istilah donasi,” ujarnya.
Di sini, imbuh Andien, orang betul-betul seperti membuang baju. Setali, misalnya, mendapat kiriman bra, celana dalam, kaus kaki yang tinggal sebelah, dan baju yang tidak layak dijual kembali. Padahal, tujuan Setali adalah mengajak orang decluttering sambil berdonasi untuk kepentingan sosial.
Baju hasil pemberian itu diklasifikasikan: prority, yang bisa dijual kembali; good, masih bisa dijual di depan pasar atau dalam bazar; serta reject, yang tidak bisa dipakai karena lusuh, bolong, dan kurang layak dipakai. Kategori reject ini juga menjadi PR tersendiri karena jangan sampai kembali ke tempat pembuangan sampah.
”Kan, maksudnya ingin mengurangi limbah mode. Kalau kembali ke tempat sampah, enggak ada bedanya. Beberapa upaya yang kami lakukan akhirnya dengan program upcycle, bekerja sama dengan tukang permak keliling untuk memermak baju reject agar bisa dipakai lagi,” kata Andien.
Setali juga bekerja sama dengan bank sampah di Parongpong, Bandung, untuk menukar sampah dari pemulung dengan baju reject tersebut. Semula bank sampah itu memberi ayam goreng sebagai penukar sampah.
Andien memang menyukai baju bekas atau preloved, terutama yang bergaya lawas atau vintage. Sejak kuliah, dia gemar berburu baju bekas di Senen atau Pasar Baru. Selain ada alasan murah, lebih banyak karena alasan unik. Karena modelnya sudah lawas, bajunya tidak bakal sama dengan yang lain.
Burung phoenix
Di tengah segala kesibukannya, Andien menyempatkan diri ”melihat ke dalam”. Dia bercerita, selama bertahun-tahun, dia selalu menunjuk ke luar atas berbagai hal yang terjadi dengan dirinya. Misalnya, ada orang yang menghakimi dirinya, dia akan menunjuk balik orang itu, semacam berkata ”Kok lu menghakimi gue”.
”Tetapi, kan, sebenarnya masalah itu tidak pernah ada di luar diri, selalu dari dalam. Bertahun-tahun aku merasa harus menyelesaikan masalah ini dan itu, tetapi orang tidak pernah berubah dan polanya tetap sama. Begitu tahu polanya sama, kita tahu siapa yang harus berubah. Aku enggak bicara soal baik dan buruk, tetapi tentang siapa yang harus diubah polanya,” kata Andien.
Hal itu semakin terasa ketika dia berkeluarga dan punya anak. Proses pengasuhan menjadi terganggu karena pikiran terpengaruh banyaknya pemikiran dari luar. Akhirnya dia sampai pada titik dia tidak bisa menyelesaikan persoalan itu dengan cara lama.
Andien berkenalan dengan banyak pihak yang menuntun dia kembali ke diri sejati. Dia juga mengasah ilmu di Indonesian Academy of Psychotherapy, Counseling, and Coaching, dan belajar tentang psikologi transpersonal. Dia pun mendirikan Sanggar Jiwa Bertumbuh untuk memfasilitasi orang-orang menemukan diri sejati mereka.
Butuh kesadaran besar, kata Andien, dan proses transformasi itu sering menyakitkan. Filosofinya seperti burung phoenix, harus terbakar menjadi abu agar bisa bangkit dan bersinar. ”Proses spiritualku dimulai ketika hamil Kawa. Aku sadar, bilang ke diri sendiri, aku ini nol, bejana kosong. Jadi aku meminta
kepada Tuhan dan semesta untuk mengisi dengan segala hal yang aku perlu tahu,” ujarnya.
Perubahan itu sangat terasa bagi Andien dalam menghadapi dunianya, baik dunia karya maupun keluarga. Terlebih dia hidup dalam persona business, di mana banyak orang yang tidak tahan dan terjerumus dalam kesulitan. Kini, dengan bejana jiwa yang isinya baru, Andien bisa berdamai dengan emosi-emosi yang muncul dan dengan senang hati menghadapinya.
Andini Aisyah Hariadi
Lahir: Jakarta, 25 Agustus 1985
Keluarga:
- Suami: Irfan Wahyudi Prihutomo
- Anak: Anaku Askara Biru
Pendidikan: Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Indonesia
Album:
- Bisikan Hati (2000)
- Kinanti (2002)
- Gemintang (2005)
- Kirana (2010)
- #Andien (2013)
- Let it Be My Way (2014)
- Metamorfosa (2017)
Penghargaan:
- Anugerah Musik Indonesia 10x
- Indonesia Video Awards
- Anugerah Planet Muzik
- Shanghai Asia Music Festival
- Asia Bagus
Buku:
- Kinanti (2003)
- Belahan Jantungku (2019)