Isu proposal perdamaian Palestina-Israel hasil rancangan Amerika Serikat, yang kerap digembar-gemborkan dengan sebutan ”Transaksi Abad Ini”, akan menjadi isu panas dan bisa terus bergeliat mengikuti irama dinamikanya.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Isu proposal perdamaian Palestina-Israel hasil rancangan Amerika Serikat, yang kerap digembar-gemborkan dengan sebutan ”Transaksi Abad Ini”, akan menjadi isu panas dan bisa terus bergeliat mengikuti irama dinamikanya.
Proposal perdamaian itu telah diumumkan secara resmi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Gedung Putih, Washington DC, Selasa (28/1/2020). Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendampingi Trump ketika proposal itu diumumkan. Palestina absen dalam acara itu. Palestina menolak keras proposal yang dinilai sama sekali tak memenuhi aspirasi hak-hak rakyat Palestina.
Pengumuman proposal itu terkesan dipaksakan oleh Trump. Maka, bergulirlah opini bahwa pemilihan waktu pengumuman proposal perdamaian Palestina-Israel oleh Trump itu dipandang sarat dengan kepentingan politik Trump dan Netanyahu. Trump berupaya mengalihkan isu sidang pemakzulan dirinya oleh Senat AS saat ini sekaligus untuk mendongkrak popularitasnya jelang pemilihan presiden AS, November 2020.
Netanyahu juga bersemangat berangkat ke Washington DC. Sebagian besar isi proposal AS itu memenuhi aspirasi Israel dan bisa dijadikan peluang mendongkrak popularitasnya jelang pemilu parlemen Israel, awal Maret mendatang.
Kini, beban paling berat harus dipikul Palestina. Isu Palestina sudah terkait sangat erat dengan pertarungan geopolitik di kawasan Timur Tengah saat ini. Dalam hal ini, terlihat sikap dunia Arab terpecah menghadapi proposal AS itu.
Poros Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA) menyambut positif proposal Trump. Mereka meminta Palestina mempelajarinya secara saksama untuk dijadikan pijakan dimulainya perundingan baru Palestina-Israel. Poros ini melihat proposal AS bukan sesuatu yang final, melainkan masih terbuka lebar untuk dirundingkan agar Palestina mendapat kesepakatan damai yang lebih baik.
Apalagi, poros Arab Saudi, Mesir, dan UEA melihat banyak hal positif dalam butir- butir proposal damai AS, seperti akses Palestina bisa menjadi bagian dari kota Jerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina kelak. Proposal damai AS itu juga memberi waktu empat tahun sebagai masa transisi untuk bisa dijadikan tenggat merundingkan butir-butir dalam proposal yang masih menjadi perbedaan pendapat.
Sejumlah butir itu, misalnya masa depan Lembah Jordan, pengelolaan pintu gerbang antara Tepi Barat dan Jordania, nasib pengungsi Palestina, serta status kompleks Masjid Al Aqsa.
Poros lainnya, yakni poros Turki dan Iran, langsung menolak mentah-mentah proposal itu. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di depan pimpinan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di Turki, Jumat (31/1), mengatakan, proposal yang menegaskan keseluruhan kota Jerusalem sebagai ibu kota Israel tidak bisa diterima.
Adapun Ketua Parlemen Iran Ali Larijani, Rabu lalu, menelepon pemimpin Hamas, Ismail Haniya, untuk menyampaikan sikap Iran yang menolak proposal AS itu. Bisa dipastikan negara-negara Arab yang berada dalam poros Iran, seperti Irak, Suriah, Lebanon, dan kelompok Houthi di Yaman, akan bersikap seperti Iran terkait proposal AS.
Ada juga negara-negara Arab di luar tiga poros itu yang juga menolak proposal AS, seperti Tunisia, Jordania, Aljazair, dan Kuwait. Maka, kini sesungguhnya terjadi pertarungan antara poros Arab Saudi, Mesir, UEA yang menganggap positif proposal damai AS di satu pihak dan poros Turki, poros Iran, serta sejumlah negara Arab (Tunisia, Aljazair, Jordania, Kuwait) di pihak lain.
Manuver Abbas
Posisi paling sulit tentu dialami Palestina, khususnya Presiden Mahmoud Abbas, dalam menghadapi perpecahan di dunia Arab itu. Abbas sudah memilih menolak proposal AS itu. Padahal, Abbas dikenal bagian dari poros Arab Saudi, Mesir, dan UEA. Abbas bisa bertahan sebagai Presiden Palestina saat ini berkat dukungan politik dan finansial kuat dari Mesir dan Arab Saudi.
Bagi Abbas, hal paling dilematis adalah menghadapi Mesir, Arab Saudi, dan UEA. Hampir dipastikan bahwa Mesir, UEA, dan Arab Saudi—meski tak meminta Abbas menerima proposal damai AS—akan mendorong Abbas membuka perundingan baru dengan Israel. Dalam waktu yang sama, Abbas akan menghadapi rakyat dan faksi-faksi Palestina, khususnya Hamas, yang menolak keras proposal damai AS itu.
Tantangan Abbas ke depan adalah bagaimana ia bermanuver agar tidak dianggap mengkhianati rakyatnya, tetapi bisa mengakomodasi kepentingan politik poros Arab Saudi. Abbas juga dipastikan akan menunggu sikap final Rusia dan Uni Eropa. Rusia dan UE menyampaikan, mereka masih akan mempelajari secara saksama proposal damai AS sebelum menentukan sikap finalnya.
Setelah menghadiri sidang Liga Arab tingkat menteri luar negeri di Kairo, Sabtu (1/2), Abbas akan langsung melawat ke sejumlah negara Arab dan Eropa untuk menjelaskan sikap Palestina serta berkonsultasi soal proposal damai AS. Bahkan, diberitakan Abbas berniat membawa isu proposal damai AS ke sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Karena itu, isu proposal damai AS masih akan dinamis. Jika Abbas mendapat tekanan kuat dari poros Arab Saudi agar bersedia berunding lagi dengan Israel, sebagai jalan kompromi adalah Abbas akan memberi syarat bahwa perundingan baru dengan Israel harus di bawah sponsor internasional dengan melibatkan PBB, Rusia, UE, China, dan AS.
Abbas hampir mustahil akan menerima perundingan baru dengan Israel hanya di bawah sponsor AS karena ia akan kehilangan muka dan dianggap berkhianat oleh rakyat Palestina yang bisa menumbangkan kekuasaannya. Dalam konteks ini, Mesir dan Arab Saudi diharapkan memahami posisi sulit Abbas itu. Dua negara itu harus berjuang melobi AS dan Israel agar menerima bahwa perundingan baru Palestina-Israel harus berada di bawah sponsor internasional.
Bagi Abbas, payung internasional sangat penting untuk membangun keseimbangan kekuatan dalam forum perundingan. Jika AS dan Israel menolak keterlibatan sponsor internasional dalam perundingan baru terkait proposal damai AS, bisa dipastikan proposal damai AS itu akan gagal atau layu sebelum berkembang.