Pemerintah Pantau Ketat Kondisi Kesehatan WNI yang Tiba dari Wuhan
›
Pemerintah Pantau Ketat...
Iklan
Pemerintah Pantau Ketat Kondisi Kesehatan WNI yang Tiba dari Wuhan
Sebanyak 243 WNI yang dijemput dari Wuhan, China, telah tiba di Indonesia. Mereka bakal menjalani masa observasi kesehatan selama 14 hari di Natuna, Kepulauan Riau. Pemerintah memantau kondisi mereka dengan sangat ketat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga negara Indonesia yang berada di Wuhan, China, telah tiba di Tanah Air dan mendarat di Batam, Kepulauan Riau, Minggu (2/1/2020) pukul 08.45 WIB. Mereka bakal menjalani masa observasi kesehatan yang menurut rencana dilakukan selama 14 hari di Natuna.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana yang juga turut menjemput WNI yang berada di Wuhan menuturkan, WNI yang dijemput dari Wuhan tercatat sebanyak 243 orang. Jumlah itu sudah termasuk lima orang tim aju (pendahulu) dari Kementerian Luar Negeri yang sampai di Wuhan terlebih dahulu, sebelum 42 kru penjemput berangkat dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (1/2/2020).
”Sayangnya ada tiga orang (WNI) yang tidak lolos screening terkait kondisi kesehatannya. Meski begitu, mereka tetap dirawat dan diobservasi lebih lanjut sesuai dengan SOP (prosedur standar operasi) dari otoritas pemerintahan China,” tuturnya yang dihubungi dari Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan, seluruh proses penjemputan berlangsung lancar dan aman. Proses yang dilalui sesuai dengan skenario yang direncanakan. Sebelum naik ke pesawat, semua WNI yang dijemput sudah dipastikan dalam kondisi sehat.
Penerbangan dari Wuhan tersebut kemudian mendarat di Bandar Udara Internasional Hang Nadim, Batam, sekitar pukul 08.45 WIB. Selanjutnya, observasi kesehatan kembali dilakukan sebelum seluruh penumpang diberangkatkan ke Natuna. Mereka akhirnya tiba di Natuna sekitar pukul 11.00 WIB.
Ada tiga WNI yang tidak lolos screening terkait kondisi kesehatannya. Meski begitu, mereka tetap dirawat dan diobservasi lebih lanjut sesuai dengan prosedur standar operasi dari otoritas pemerintahan China.
Seluruh proses observasi kesehatan yang dilakukan ini sesuai dengan prosedur standar dalam upaya mengantisipasi penyebaran virus korona jenis baru (novel coronavirus/2019-nCoV). Semua dilakukan demi keamanan dan ketahanan kesehatan bangsa sehingga masyarakat diimbau tidak panik.
”Penjagaan dari sisi keamanan dan kesehatan terus dilakukan secara ketat. Saat ini, mereka sudah berada di kamar masing-masing dan beristirahat. Kondisi kesehatan akan dipantau dari hari ke hari,” ucap Budi.
Setidaknya, sudah ada delapan tenaga kesehatan yang ditugaskan dalam masa observasi para WNI ini. Jumlah ini akan terus bertambah seiring berlangsungnya proses observasi. Menurut rencana, masa observasi akan dijalankan selama 14 hari.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengatakan, terdapat sejumlah tindakan pengamatan kesehatan yang harus dipastikan dilakukan dalam masa observasi para WNI yang tiba dari Wuhan. Selain masa observasi yang dilakukan selama 14 hari, pemeriksaan berkala untuk pemindaian gejala penyakit perlu dijalankan.
”Bagi yang terdeteksi ada flu atau demam harus menjalani isolasi dan penanganan di rumah sakit rujukan yang bisa menangani. Lakukan foto torak (rontgen dada) untuk semua penumpang sebagai data awal,” ujarnya.
Selain itu, pastikan nutrisi dan makanan bergizi diberikan selama masa observasi. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengupayakan rasa nyaman untuk menghindari stres dan kebosanan. Layanan konseling melalui psikologi sangat dibutuhkan.
Deteksi dini
Agus menambahkan, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah deteksi dini dari virus korona jenis baru terhadap orang yang berisiko mengalami penularan. Penutupan akses bagi pendatang dari China perlu dilakukan untuk mencegah risiko penularan virus korona jenis baru ini.
”Ini perlu jadi perhatian karena virus ini diduga bersifat asimtomatik atau tidak bergejala,” tuturnya.
Berdasarkan sumber data dari Organisasi Kesehatan Dunia, total kasus konfirmasi 2019-nCoV secara global per 1 Februari 2020 sebanyak 11.953 kasus dengan 11.821 kasus di antaranya ditemukan di China. Adapun total kematian yang tercatat mencapai 259 kasus yang seluruhnya terjadi di China.
Sementara berdasarkan data yang diakses dalam gisanddata.maps.arcgis.com per 2 Februari 2020, setidaknya mencatat total kasus sebanyak 14.628 kasus dengan 14.451 berada di China. Sisanya tersebar di 26 negara lainnya, seperti Jepang, Thailand, Singapura, Korea Selatan, Hong Kong, Australia, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, Kamboja, Spanyol, Inggris, India, dan Sri Lanka.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Siswanto yang ditemui pada Sabtu (2/2) menuturkan, sampai saat ini belum ada konfirmasi virus korona jenis baru di Indonesia. Setidaknya. Sudah ada 31 spesimen pasien yang dikirimkan ke Balitbangkes untuk diteliti terkait virus korona jenis baru. Dari spesimen tersebut, 24 spesimen telah teridentifikasi negatif, sementara 7 spesimen lainnya masih dalam proses penelitian.
Ia menegaskan, Balitbangkes sudah terjamin mampu mendeteksi virus korona jenis baru ini dengan baik sesuai prosedur yang ditetapkan WHO. Prasarana laboratorium Balitbangkes telah dilengkapi dengan sarana Biosafety Level 3 (BSL-3) yang bisa memeriksa agen atau penyebab infeksius, seperti virus penyebab flu burung (H5N1), sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS CoV), sindrom pernapasan akut parah (SARS CoV), serta virus korona jenis baru (2019-nCoV).
Penggunaan laboratorium Balitbangkes juga sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 658 Tahun 2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging Disease. Dalam aturan tersebut tertulis, Balitbangkes menjadi laboratorium rujukan nasional untuk laboratorium konfirmasi penyakit infeksi new emerging dan re-emerging disease, termasuk 2019-nCoV.
”Laboratorium Balitbangkes juga telah terakreditasi WHO. Kerja sama dengan lembaga penelitian tetap berjalan, tetapi hanya untuk penemuan awal. Jika digunakan sebagai konfirmasi untuk virus baru, identifikasi berada di Balitbangkes,” kata Siswanto.
Untuk deteksi virus korona jenis baru, ia mengungkapkan, ada sejumlah tahap yang dilakukan sesuai pedoman WHO. Setelah spesimen klinis—yang terdiri dari pernapasan atas dan pernapasan bawah—diterima, tahapan observasi dilakukan dengan mengekstraksi RNA (asam ribonukleat). Kemudian, pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) untuk pancoronavirus akan dijalankan.
Apabila dinyatakan positif pancoronavirus, akan dilakukan tahapan berikutnya untuk menentukan virus tersebut termasuk galur 2019-nCoV atau tidak. Proses ini kemudian dilanjutkan dalam proses whole genome sequencing (pengurutan seluruh genom) yang dibandingkan dengan genom 2019-nCoV yang terdaftar di Genebank.
”Kalau sama, baru dinyatakan positif novel coronavirus. Ini memerlukan 2-3 hari,” ucap Siswanto.
Menurut dia, proses penelitian ini juga dilakukan di China, Jepang, dan Thailand. Sementara itu, ada metode lain yang telah dikembangkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC). Pemeriksaan ini hanya dilakukan dengan sekali tahap dengan cara reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR).
”Balitbangkes sudah mendapatkan tambahan primers untuk novel coronavirus dengan metode RT-PCR. Mulai Februari ini, pemeriksaan akan menggunakan metode ini sehingga bisa lebih cepat, menjadi satu hari,” ujar Siswanto.