Penanganan Ancaman Pelapukan Candi Borobudur Dikaji Ulang
›
Penanganan Ancaman Pelapukan...
Iklan
Penanganan Ancaman Pelapukan Candi Borobudur Dikaji Ulang
Balai Konservasi Borobudur tahun ini mulai mengkaji ulang penanganan kebocoran batuan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Balai Konservasi Borobudur (BKB) tahun ini mulai mengkaji ulang penanganan kebocoran batuan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Upaya ini diharapkan dapat memberikan solusi terbaik untuk mengatasi ancaman pelapukan peninggalan bernilai sejarah dan budaya tinggi itu.
”Dari kajian tahun ini, kami berharap bisa menemukan metode atau cara yang lebih baik untuk penanganan kebocoran, yang nantinya mungkin bisa langsung kami terapkan pada 2021 atau 2022,” ujar Kepala Seksi Pelayanan Konservasi BKB Yudhi Suhartono, Minggu (2/2/2020).
Kajian terkait penanganan masalah kebocoran batuan Candi Borobudur ini akan berlangsung mulai Februari hingga Oktober 2020. Selama ini, Yudhi mengatakan, hampir setiap tahun BKB selalu melakukan penanganan kebocoran. Namun, seiring waktu, kebocoran terus terjadi, bahkan sering kali berulang di titik yang sama.
Kebocoran yang berulang kali terjadi pada akhirnya akan mempercepat proses pelapukan batuan candi.
Hal ini, menurut dia, tidak bisa dibiarkan karena nantinya akan berdampak buruk pada batuan candi. ”Kebocoran yang berulang kali terjadi pada akhirnya akan mempercepat proses pelapukan batuan candi,” ujarnya.
Ketua Tim Kajian Penanganan Kebocoran BKB Hari Setyawan mengatakan, selain mencari solusi baru untuk penanganan kebocoran, pihaknya saat ini juga perlu mencari bahan pengganti araldite tar. Bahan kedap air produksi Jerman itu kini sudah tidak diproduksi lagi. ”Araldite tar adalah bahan pelapis kedap air yang sudah dipakai sejak pemugaran Candi Borobudur II, tahun 1973-1983,” ujarnya.
Tahun lalu, Hari mengatakan, pihaknya sudah sempat menguji coba tiga bahan pengganti yang diproduksi di dalam negeri. Namun, hingga saat ini belum diputuskan mana yang akan dipakai.
Karena kendala ketiadaan bahan itulah, maka BKB hanya bisa melakukan penanganan kebocoran terakhir kali pada 2018. Ketika itu, stok araldite tar masih tersedia. Tahun 2019, perbaikan tidak bisa dilakukan karena araldite sudah tidak diproduksi dan stok yang dimiliki BKB sudah habis.
Araldite tar adalah zat kimia berupa cairan kental yang digunakan untuk melapisi permukaan batuan. Selain menggunakan araldite tar, BKB juga biasa menggunakan lapisan timbal yang berguna untuk mencegah masuknya air pada bagian-bagian tertentu, seperti pagar langkan candi.
Hingga akhir 2019, Hari mengatakan, terpantau ada 57 titik kebocoran pada batuan candi. Indikasi kebocoran terlihat dari kondisi permukaan batuan yang basah.
Namun, kondisi tersebut nantinya perlu diteliti lagi, apakah terjadi karena ada limpasan air hujan dari bagian atas candi atau karena ada masalah pada bagian dalam atau lapisan kedap air batuan candi.
Setiap tahun, menyesuaikan dengan keterbatasan dan demi kenyamanan pengunjung Candi Borobudur, BKB hanya bisa melakukan penanganan kebocoran di 10 bidang batuan. Dalam satu bidang, bisa terdapat lebih dari satu titik kebocoran.
Hal ini bukan hal mudah dilakukan. Untuk mengatasi kebocoran di dua bidang saja, Hari mengatakan, pihaknya harus membongkar banyak batuan, yang membuat sebagian lorong candi tidak bisa dilewati.
Karena perbaikan dilakukan di satu lokasi, maka hanya lokasi itulah yang ditutup.
General Manager Taman Wisata Candi Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana mengatakan, dalam hal penanganan kebocoran batuan candi, BKB selalu berkoordinasi dengan pihaknya. Upaya perbaikan, menurut dia, juga tidak pernah mengganggu kunjungan wisatawan.
Sekalipun kebocoran terjadi di banyak titik dan bidang, BKB selalu mengerjakannya satu demi satu sehingga wisatawan masih bisa mengakses bagian lain dari candi. ”Karena perbaikan dilakukan di satu lokasi, maka hanya lokasi itulah yang ditutup. Wisatawan masih tetap bisa berkunjung, berjalan-jalan melewati area lainnya,” ujarnya.