Pemerintah percepat pembangunan pesawat udara nir awak "Elang Hitam", produksi Indonesia, agar mulai tahun 2021 pesawat tersebut mulai berpatroli di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menginginkan agar program pesawat udara nir awak "Elang Hitam", produksi Indonesia dapat mulai berpatroli pada 2021 di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Untuk itu, pembangunan "Elang Hitam" sebagai pesawat tanpa awak dengan kemampuan kombatan akan segera dipercepat.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2), mengatakan, dalam tahap normal, pesawat udara nir awak "Elang Hitam" akan memiliki sertifikat sebagai drone tempur pada tahun 2024. Namun, pemerintah ingin ada percepatan pembangunan "Elang Hitam".
“Jadi, di Natuna kalau normal \'Elang Hitam\' sudah bisa beroperasi tahun 2023, tapi kalau ada percepatan bisa 2021,” kata Hammam.
“Jadi, di Natuna kalau normal \'Elang Hitam\' sudah bisa beroperasi tahun 2023, tapi kalau ada percepatan bisa 2021”
Tahun 2021 itu, diharapkan Elang Hitam telah memiliki kemampuan Intelligence, Surveillance, Target Acquisition and Reconnaissance (ISTAR) yang telah disertifikasi sehingga bisa diproduksi massal. Untuk kemampuan persenjataan, Elang Hitam akan bekerja sama dengan beberapa industri pertahanan sehingga bisa memiliki senjata peluru kendali. Dengan spesifikasi kombat, Elang Hitam diharapkan bisa mendapatkan sertifikat kombat pada tahun 2022.
Elang Hitam adalah pesawat udara nir awak dengan tipe mediam altitude long endurance (MALE). Elang Hitam adalah hasil kerja sama beberapa instansi, yang tergabung dalam konsorsium yang terbentuk tahun 2017 terdiri dari BPPT, PT Dirgantara Indonesia, Lembaga Penerbangan dan Antaraiksa Nasional (LAPAN), PT LEN Industri, Kementerian Pertahanan, ITB, dan TNI AU. Pesawat udara nir awak yang dibeli TNI dari China tahun lalu akan menjadi salah satu referensi.
"Elang Hitam", sejauh ini punya rentang sayap 16 meter dan bisa terbang hingga 30 jam. Radius yang bisa dicapai hingga saat ini adalah 250 kilometer dengan tinggi jelajah 3000-5000 meter. Dengan kecepatan 225 km/jam, beban saat take off bisa mencapai 1115 kiloggram.
Sistem terintegrasi
Sekretatis Jenderal Kementerian Pertahanan Agus Setiadji mengatakan, desain pertahanan Indonesia merencanakan sistem pertahanan yang terintegrasi dengan kemampuan superioritas di udara untuk menjaga kedaulatan. “Indonesia sebagai negara kepulauan, butuh pengawasan dengan kemampuan jarak jauh dan ketahanan waktu operasi,” kata Agus.
Lebih jauh Hammam mengatakan, untuk bisa melakukan percepatan, dibutuhkan beberapa percepatan terkait wahana, beban, dan sistem pengendalian pesawat. Percepatan ini butuh penguatan dalam pengujian dan produksi. Ke depan, juga ada banyak tantangan seperti reaksi negara-negara lain serta pembatasan regulasi dari negara-negara besar produsen senjata.
Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan, LAPAN mulai mengerjakan MALE pada tahun 2013. Saat itu, LAPAN membangun Lapan Surveillance Aircraft (LSA). Ketika dipertimbangkan bahwa "Elang Hitam" perlu memiliki spesifikasi kombatan, LAPAN lalu masuk dengan membawa bekal radar, sistem kendali, dan sistem komunikasi satelit.
Tak kalah
Sementara itu, Dirut PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro mengatakan, tahun 2021 pihaknya sebagai integrator utama akan memggabungkan sistem kendali pesawat. Apalagi pada saat yang simultan, pembelian drone CH4 oleh TNI dari China juga disertai dengan adanya fasilitas transfer teknologi. “Anggaran normal untuk itu Rp 829 miliar. Kalau percepatan tentu ada tambahan,’ kata Elfien.
Adapun Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin sebagai pemimpin rapat mengatakan, Komisi VII menyetujui program percepatan pembangunan pesawat udara nir awak "Elang Hitam" serta konsekeunsinya. Ia mengatakan, Indonesia perlu membangun pertahanannya dengan berkualitas agar tidak kalah dari bangsa-bangsa lain.
Di sisi lain, Mulyanto dari Fraksi PKS mengingatkan pemerintah agar menghitung aspek keekomonian juga. “Biar PT DI jadi kuat,” katanya.