Ingin Jauh dari Banjir, Kepedulian Arek Suroboyo Masih Setengah Hati
›
Ingin Jauh dari Banjir,...
Iklan
Ingin Jauh dari Banjir, Kepedulian Arek Suroboyo Masih Setengah Hati
Surabaya masih banjir! Realitasnya begitu selama dua pekan terakhir sejak hujan mengguyur Kota Surabaya. Memang genangan air setinggi 20-50 sentimeter cepat surut, bahkan tak sampai satu jam dari hujan reda.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Surabaya masih banjir! Realitasnya begitu selama dua pekan terakhir sejak hujan mengguyur Kota Surabaya. Memang genangan air setinggi 20-50 sentimeter cepat surut, bahkan tak sampai satu jam dari hujan reda. Padahal, hujan deras berlangsung paling lama tiga jam. Paling mengagetkan ketika pintu saluran air dibuka ternyata beberapa lokasi dalam kondisi tersumbat dengan tumpukan sampah.
Seperti saluran air di ujung Jalan Kertajaya, Minggu (2/2/2020) malam, lalu lintas agak tersendat persis di bawah viaduk. Kendaraan hanya bisa melintasi satu jalur dari normalnya tiga jalur karena di sisi kiri jalan ada gunungan sampah yang baru diambil petugas Pemerintah Kota Surabaya dari dalam selokan.
Sampah tak hanya berupa potongan kayu, ranting pohon, dan daun, tetapi justru ada dua kasur dan beberapa bantal di atas tumpukan sampah itu. Gunungan sampah itu kira-kira setinggi 2 meter dan berada di sepanjang 10 meter sehingga meluber ke badan jalan.
Menemukan kasur dan bantal di dalam saluran air pada musim hujan kali ini merupakan fenomena baru setelah hampir sepuluh tahun terakhir tak lagi pernah ada. Hampir semua saluran air, yang sudah diperlebar dan kian dalam, serta seluruh sungai di kota berpenduduk 3,3 juta jiwa ini bersih dari sampah. Kalaupun ada paling daun-daun dari tanaman.
Kok masih ada warga yang buang sampah ke saluran ya. Tumpukan sampah, terutama kasur dan bantal, itu langsung menyumbat jalannya air ke laut.
Dalam dua kali banjir dua pekan terakhir yang melanda Kota Surabaya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sesegera mungkin berada di lokasi. Meski masih hujan deras, Risma pasti menemukan beberapa titik saluran air penuh dengan sampah. ”Kok Masih ada warga yang buang sampah ke saluran ya. Tumpukan sampah, terutama kasur dan bantal, itu langsung menyumbat jalannya air ke laut,” katanya.
Pengamatan Kompas, sampah berupa kasur dan bantal itu sepertinya sengaja dibuang. Sebab, jika ditaruh di bak sampah, petugas kebersihan di tingkat rukun tetangga cenderung enggan mengangkat.
Jangankan kasur atau bantal, sisa bongkaran bangunan, sampah berupa potongan ranting pohon, daun, tanaman tidak diangkut oleh petugas kebersihan RT dengan alasan barang-barang itu bukan merupakan sampah rumah tangga.
Keburukan segelintir warga Surabaya juga masih banyak yang kemungkinan tidak rela membayar iuran kebersihan di RT-nya sehingga buang sampah sembarangan terutama di lahan kosong atau saluran air.
Sampah dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu dibuang di tanah kosong ketika berangkat bekerja. Jika sampah berupa bongkaran bangunan atau sisa proyek dan potongan kayu, dilakukan pada malam hari dan di lahan kosong yang kurang penerangan.
Perilaku buang sampah ke saluran itu juga menjadi salah satu alasan Risma meminta semua ujung saluran air terutama yang ada gorong-gorong atau box culvert atau jembatan dipagari. Cara ini cukup ampuh menghadang warga buang sampah di saluran air.
Padahal, menurut mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya itu semua sarana untuk menyingkirkan banjir dari kota ini sudah ada. ”Secara infrastruktur seharusnya tidak ada lagi banjir, tetapi saya tidak bisa memastikan karena semua kehendak Tuhan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin,” ujar Risma saat ditanya mengenai persiapan Surabaya menjelang musim hujan, Selasa (12/11/2019).
Namun, infrastruktur itu saja tidak cukup. Perlu kepedulian warga untuk ikut berpartisipasi menjaga lingkungannya bebas sampah agar sistem pencegahan banjir di Surabaya bisa berjalan sesuai rencana.
Sebagai gambaran, Surabaya memiliki luas sekitar 350 kilometer persegi dengan 70 persen di antaranya merupakan wilayah perkampungan. Ada lima sungai besar dan 14 saluran primer yang mengalir di kota berpenduduk 3,3 juta jiwa itu.
Bangun saluran air
Hingga awal 2020, Pemkot Surabaya sudah membangun saluran air berupa box culvert di bawah trotoar sepanjang 293,87 kilometer. Saluran air ini mengalirkan air hujan dari jalan raya agar tidak terjadi genangan. Saluran ini mempunyai luas sekitar 2 meter persegi hingga 4 meter persegi dan rutin dibersihkan oleh petugas untuk mencegah sedimentasi dan penumpukan sampah.
Arus air yang mengalir dari box culver dialirkan menuju saluran-saluran primer dan sungai. Agar lebih cepat mengalir, dibangun 204 pompa yang berada di 59 titik rumah pompa. Di setiap rumah pompa ada 3-5 pompa air untuk menjaga debit air sungai tidak meluber ke permukiman warga dan jalanan.
Beberapa rumah pompa bahkan sudah memanfaatkan sumber daya dari panas matahari sebagai sumber listrik. Ada 111 genset yang disiagakan untuk mengantisipasi jika listrik mati.
Selain dialirkan ke sungai dan saluran primer, Pemkot Surabaya juga membangun 72 waduk atau bozem dengan luas total 1,4 juta meter persegi. Bozem itu mampu menampung air hingga 6 juta meter kubik. Saat musim hujan, bozem berfungsi untuk menampung sementara air, sedangkan pada musim kemarau untuk cadangan air dan saluran irigasi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Pematusan Kota Surabaya Erna Purnawati menambahkan, perawatan saluran air atau box culvert dilakukan rutin setiap hari guna mencegah sedimentasi. Box culvert itu berada di bawah trotoar yang mempunyai luas rata-rata 4 meter persegi.
Pengerukan juga dilakukan di bozem dan sungai-sungai di Surabaya.
Setiap hari, sekitar 1.400 petugas melakukan pengerukan di saluran air untuk mencegah sedimentasi. Kapasitas maksimal dari box culvert terus dijaga agar mampu mengalirkan air hujan, terutama ketika curah hujan tinggi. ”Pengerukan juga dilakukan di bozem dan sungai-sungai di Surabaya,” katanya.
Pengerukan dilakukan menggunakan 63 alat berat dan 80 dump truck milik Pemkot Surabaya. Pengerahan petugas dan alat-alat berat dari Pemkot Surabaya diklaim bisa menghemat anggaran hingga Rp 14 miliar per tahun dibandingkan dengan menggunakan jasa pihak ketiga.
”Dalam sehari, rata-rata mampu mengeruk tanah di box culvert sebanyak 150 truk. Tanahnya dimanfaatkan untuk membangun fasilitas umum, seperti pengurukan tanggul, pembuatan taman, pengurukan bangunan, serta pembuatan zona penyangga di berbagai ruang publik di Surabaya,” kata Erna.
Jadi kalau mau Kota Surabaya tak lagi diterjang banjir karena saluran penuh sampah, ubah perilaku dengan lebih peduli akan kota ini. Sehebat dan selengkap apa pun infrastruktur yang disiapkan Pemkot Surabaya untuk mengendalikan banjir kalau warga masih buang sampah seenak perutnya, kota ini tetap sulit bebas dari banjir.
Maka, supaya kota yang sudah mendunia dan sangat nyaman ini perlu terus dijaga bersama. Bukan hanya memikirkan diri sendiri, melainkan lebih peduli dan toleransi terhadap lingkungan terdekat.