Mengembalikan Fungsi Selokan Mataram Sebagai Saluran Irigasi
›
Mengembalikan Fungsi Selokan...
Iklan
Mengembalikan Fungsi Selokan Mataram Sebagai Saluran Irigasi
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak berupaya mengembalikan fungsi Selokan Mataram sebagai saluran irigasi. Terdapat sebagian masyarakat yang memanfaatkan aliran air dari saluran tersebut untuk pembudidayaan ikan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS - Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak berupaya mengembalikan fungsi Selokan Mataram sebagai saluran irigasi. Ada sebagian masyarakat setempat memanfaatkan aliran air dari saluran tersebut untuk pembudidayaan ikan. Kondisi itu mengakibatkan petani kesulitan bercocok tanam karena kekurangan air.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak menutup pintu flushing, atau pintu pembuangan air Selokan Mataram, yang terdapat di Dusun Sanggrahan, Desa Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (3/2/2020). Tujuan penutupan itu agar air bisa mengalir lebih optimal menuju ke arah Kecamatan Kalasan.
Sebelumnya, ketika air masih lancar, kami bisa 2-3 kali tanam padi. Sekarang, satu kali pun harus menggunakan pompa air (Janu Riyanto)
Dalam empat tahun terakhir, sebagian warga, di Kecamatan Kalasan, kesulitan bertani karena kekurangan air. Selokan Mataram tidak dapat mengairi lahan pertanian mereka. Debit air untuk irigasi mulai surut sejak 2007.
“Sebelumnya, ketika air masih lancar, kami bisa 2-3 kali tanam padi. Sekarang, satu kali pun harus menggunakan pompa air,” kata Ketua Forum Petani Kalasan Janu Riyanto.
Janu mengungkapkan, biaya yang dibutuhkan untuk satu kali menggunakan pompa air itu sebesar Rp 150.000. Itu pun hanya bisa digunakan untuk lahan sebesar 1.000 meter persegi. Biasanya petani butuh lima hingga enam kali memompa air untuk mengairi sawahnya setiap hari.
Selanjutnya, Janu menyampaikan, ada sekitar 200 hektar lahan yang terdampak kekurangan air itu. Lahan itu dilintasi aliran air dari Selokan Mataram. Lahan tersebut berada di tiga desa, yakni Desa Tirtomartani, Purwomartani, dan Tamanmartani. Jenis tanamannya berupa padi dan hortikultura.
Permintaan air
“Permintaan kami hanya air untuk kehidupan pertanian kami. Kalau kami tidak bisa tanam, kami tidak dapat penghasilan. Jika ini dibiarkan alih fungsi lahan akan cepat. Lahan pertanian habis untuk pembangunan karena petani tidak bisa lagi bertani,” ujar Janu.
Penyebab kekurangan air itu diduga akibat ada sebagian warga dari desa lain yang memanfaatkan aliran air itu untuk pembudidayaan ikan. Salah satunya adalah Pedukuhan Nanggulan, Desa Maguwoharjo. Ada dua kelompok pembudidaya ikan di pedukuhan itu. Aktivitas budidaya ikan itu telah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharan BBWS Serayu Opak Hanugrah Purwadi mengatakan, aliran air di Selokan Mataram itu tujuan utamanya untuk irigasi pertanian. Penutupan itu untuk mengetahui debit air dari Selokan Mataram dan alokasi air untuk pertanian. Khususnya bagi lahan pertanian yang berada di wilayah hilir, seperti Kecamatan Kalasan, Berbah, dan Prambanan.
“Jadi air itu untuk menyuplai kebutuhan tanaman pangan. Setelah itu, ada teman-teman petani ikan. Sebenarnya, boleh untuk alokasi (budidaya perikanan) itu. Asalkan masih tersedia debit air setelah dipakai pertanian. Prioritasnya memang untuk pertanian pangan. Ini sesuai tujuan awal saluran irigasi ini dibangun,” kata Hanugrah.
Hanugrah menyampaikan, belum diketahui sampai kapan penutupan itu akan dilakukan. Kini, debit air dari wilayah hulu hanya sekitar 5-6 meter kubik per detik. Padahal, seharusnya debit air itu sebesar 9-11 meter kubik per detik di musim penghujan. Kondisi itu tercipta karena adanya perubahan iklim. Hujannya tak menentu sehingga debit air masih fluktuatif.
Sementara itu, Kepala Dukuh Nanggulan Sasmita mengatakan, warga dari pedukuhannya yang menjadi pembudidaya ikan mengeluhkan penutupan itu. Aliran air Selokan Mataram merupakan satu-satunya sumber air yang digunakan untuk budidaya ikan di pedukuhan itu. Ia mengharapkan, ada upaya lain agar aktivitas budidaya ikan itu bisa tetap berlangsung.
“Mudah-mudahan ada solusi untuk dibuatkan sumur. Harapan warga biar budidaya ikan masih bisa dilakukan,” kata Sasmita.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Sleman Heru Saptono mengatakan, pihaknya berencana memfasilitasi pembudidaya ikan itu dengan memberikan bantuan berupa sumur, pompa, dan kincir air. Penganggarannya akan dimasukkan pada APBD Perubahan 2020.
“Penutupan air ini juga masih dievaluasi. Jika memang debitnya sisa, kami akan mengusahakan kelompok perikanan juga mendapat jatah air (dari Selokan Mataram). Dengan catatan, hitungan untuk kelompok pertanian memang sudah mencukupi,” kata Heru.
Heru menyatakan, pihaknya juga mendukung penuh upaya refungsionalisasi Selokan Mataram sebagai saluran irigasi. Harapannya, produksi pertanian di wilayah hilir seperti Kecamatan Kalasan, Berbah, dan Prambanan itu bisa meningkat seiring dengan semakin tercukupinya kebutuhan air.
Penutupan air ini juga masih dievaluasi. Jika memang debitnya sisa, kami akan mengusahakan kelompok perikanan juga mendapat jatah air (dari Selokan Mataram). Dengan catatan, hitungan untuk kelompok pertanian memang sudah mencukupi (Heru Saptono)
Menurut catatan dari Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Sleman, ketiga daerah yang disebutkan sebelumnya, yaitu Kecamatan Kalasan, Berbah, dan Prambanan, memang mengalami penurunan produksi tanaman pangan pada periode 2016-2019. Penurunannya berkisar satu hingga tiga ton per tahunnya.