.Bangsa Indonesia, khususnya warga nahdliyin, berduka. Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid, meninggal dunia, Minggu (2/2/2020).
Oleh
·2 menit baca
Bangsa Indonesia, khususnya warga nahdliyin, berduka. Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid, meninggal dunia, Minggu (2/2/2020).
JAKARTA, KOMPAS —Sebelum meninggal, Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah (77 tahun) dirawat dan dioperasi di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta.
Menurut putra Gus Sholah, Irfan Wahid, jenazah almarhum akan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Tebuireng Jombang, Senin (3/2) sore. Gus Sholah akan dimakamkan di samping makam kakaknya, presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid.
Gus Sholah dikenal kerap membela kemajemukan Indonesia. Beliau pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM. Sebelum mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Gus Sholah menjadi salah satu calon wakil presiden RI berpasangan dengan Wiranto pada Pemilu 2004.
Irfan menuturkan, selama hidup, ayahnya selalu berpikir tentang keumatan, terutama masa depan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi yang didirikan kakeknya, KH Hasyim Asy’ari. ”Beliau masih sempat menulis tentang NU di Kompas beberapa hari lalu. Pesannya supaya NU lebih baik dan bermanfaat bagi umat,” kata Irfan. Artikel opini terakhir yang ditulis Gus Sholah untuk harian Kompas terbit 27 Januari 2020 dengan judul ”Refleksi 94 Tahun NU”.
”Boleh dibilang beliau adalah paket lengkap seorang negarawan. Beliau adalah guru, aktivis, ulama, cendekia, sekaligus tokoh HAM di Indonesia. Insya Allah, husnul khotimah,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Semalam, sejumlah tokoh mendatangi RS Harapan Kita, antara lain mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, politisi Golkar Akbar Tandjung, dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Obor persatuan
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, NU dan Indonesia kembali berduka. ”Beliau adalah salah satu tokoh yang merupakan obor persatuan. Ketika obor padam, sulit dicari penggantinya. Selama hidup, beliau memberi teladan persatuan, kerukunan tanpa membeda-bedakan, termasuk dengan umat beragama lain,” kata Helmy.
Dikenal kritis terhadap siapa pun, Gus Sholah kerap menjadi rujukan anak muda di lingkungan NU. Bahkan, kepada sang kakak, KH Abdurrahman Wahid, Gus Sholah juga kritis. ”Meski diam-diam, beliau sering mengkritik kebijakan Gus Dur sebagai presiden,” ujar Mashudi Mochtar, mantan Sekretaris PWNU Jatim.
Sering dikritik kurang mendalami ilmu-ilmu keislaman, Gus Sholah tak berkecil hati. Bahkan, beliau menerima tongkat estafet kepemimpinan Pesantren Tebuiring saat tak ada satu pun dari keturunan (dzurriyah) KH Wahid Hasyim mau kembali ke Jombang. Di tangan beliau, Pesantren Tebuireng maju pesat dan terus berinovasi. (MBA/REK/FAI)