Manchester City mengibarkan “bendera putih” dalam perburuan gelar juara Liga Inggris seusai dikalahkan Tottenham Hotspur 0-2, Senin dini hari. City kini fokus menatap musim depan.
Oleh
Yulvianus Harjono
·3 menit baca
LONDON, SENIN – Manajer Manchester City Pep Guardiola harus menelan pil pahit pada laga kontra Tottenham Hotspur, Senin (3/2/2020) dini hari WIB. Selain dikalahkan manajer Spurs, Jose Mourinho, yang pernah menjadi pesaing beratnya, Guardiola juga dipaksa menyerah dalam upaya mengejar Liverpool di puncak klasemen Liga Inggris.
City, tim terhebat di Inggris musim lalu dengan raihan tiga trofi domestik sekaligus, dibekap Spurs 0-2 pada laga di Stadion Tottenham Hotspur, itu. Kekalahan City itu adalah yang keenam kalinya di Liga Inggris musim ini. Meskipun masih berada di peringkat kedua, City tertinggal 22 poin dari Liverpool yang terus melesat di puncak klasemen.
Seusai laga itu, Guardiola terlihat pesimistis soal perburuan trofi juara Liga Inggris. “Mereka (Liverpool) tidak terhentikan dengan begitu banyak poin musim ini. Jaraknya terlalu besar. Saat ini, target kami adalah trofi lainnya dan lolos ke Liga Champions. Kami harus lebih baik musim depan,” tuturnya.
Musim ini, performa City anjlok. Koleksi poin mereka saat ini delapan angka lebih sedikit dari periode yang sama tahun lalu. Penyebab penurunan performa City di musim ini, salah satunya adalah absennya dua pemain kunci, yaitu penyerang sayap Leroy Sane dan bek tengah Aymeric Laporte.
Kedua pemain itu nyaris tidak pernah bermain musim ini karena cedera parah. Pada saat yang sama, bek lainnya, John Stones, didera krisis percaya diri. Performanya jauh di bawah standar. City juga tidak segera mendatangkan bek baru, padahal mereka telah kehilangan bek dan kapten Vincent Kompany yang pensiun.
Mau tak mau, sepanjang musim ini Guardiola terpaksa memainkan gelandang bertahan veteran, Fernandinho, menjadi bek tengah. Hasilnya, gawang City sangat rapuh, yaitu 29 kali kebobolan dari 25 laga di Liga Inggris. Pada musim lalu, gawang mereka hanya kebobolan 20 gol di jumlah laga yang sama.
Absennya Sane juga berpengaruh pada ketajaman City. Guardiola tidak memiliki lagi pilihan mewah di lini sayap seperti musim sebelumnya. Tak ayal, kaki-kaki penyerang tim juara bertahan di Liga Inggris itu, seperti Raheem Sterling, terlihat lelah. Mereka tidak mampu mencetak satu pun gol meskipun 18 kali menciptakan peluang gol saat menghadapi Spurs.
Konsentrasi mereka pun menurun akibat kelelahan, terbukti dari kegagalan Ilkay Gundogan, mengeksekusi penalti di menit ke-40. Bak sudah jatuh tertimpa tangga, Sterling mengalami cedera di penghujung laga itu. “Kami tampil baik, tetapi kalah,” ujar Guardiola yang kali pertama timnya gagal mencetak gol di dua laga beruntun.
Tidak kalah menyakitkannya, kekalahan itu diderita Guardiola dari Jose Mourinho, Manajer Spurs yang pernah menjadi musuh bebuyutannya ketika keduanya masih melatih di Liga Spanyol. Saat itu, Guardiola melatih Barca, adapun Mourinho menangani Real Madrid.
Mourinho mengundang pujian dari sejumlah pihak seusai laga itu. Bukan hanya karena mengalahkan Guardiola dan City, Mourinho dipuji karena berani memainkan pemain muda yang baru saja direkrut Spurs, Steven Bergwijn (22). Kepercayaan itu ditebus Bergwijn dengan mencetak gol pada laga debutnya di Spurs itu.
“Saat kecil, saya ingin ada di sini dan bermain di Liga Inggris. Jadi, bisa mencetak gol di laga debut saya adalah hal yang sulit dipercaya,” tutur mantan penyerang sayap PSV Eindhoven itu. (AFP)