Karsinogen dari Udara Mengancam Paru-paru
Setiap hari kita semua mengirup udara penuh polutan yang berpotensi memaparkan zat karsinogen pemicu kanker paru-paru.
Kanker paru-paru merupakan jenis kanker paling mematikan di dunia. Risiko orang untuk terpapar pemicu kanker ini sangat besar karena zat karsinogen bertebaran bebas di udara penuh polutan.
Di tengah memburuknya kualitas udara, sulit bagi orang untuk bernapas dengan sehat. Setiap hari udara terus tercemar oleh berbagai sumber polutan, mulai dari yang skalanya kecil dan biasa ditemui, seperti asap rokok dan gas buangan kendaraan bermotor, hingga dalam bentuk yang lebih masif, seperti asap industri atau pertambangan.
Kondisi tersebut lumrah ditemui dalam aktivitas keseharian setiap orang. Zat karsinogen yang dibawa dalam udara berpolutan tersebut memang terus membayangi dan meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru.
Data dari International Agency for Research on Cancer, sepanjang 2018 jumlah kematian yang disebabkan kanker paru-paru mencapai 1,76 juta jiwa. Jumlah kematian akibat kanker untuk jenis ini memang sangat tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya. Menyusul di bawahnya, kematian akibat kanker lambung berjumlah sekitar 782.000.
Selaras dengan kondisi global tersebut, di Indonesia jenis kanker paru-paru juga menjadi penyebab kematian karena kanker paling tinggi. International Agency for Research on Cancer mencatat, untuk negara ini tidak kurang ada 26.000 kematian akibat kanker paru-paru.
Jumlah pengidap kanker paru-paru di Indonesia memang tergolong tinggi. Kanker jenis ini masuk dalam tiga besar jenis kanker dengan pengidap baru tertinggi setelah kanker payudara dan serviks uteri. Jumlah pengidap baru kanker paru-paru tahun 2018 mencapai 30.000 orang.
Sementara itu, berdasarkan data International Agency for Research on Cancer, di Indonesia pravelensi kanker paru-paru lebih tinggi pada laki-laki, yaitu 19,4 per 100.000 penduduk. Adapun angka rata-rata kematiannya mencapai 10,9 per 100.000 penduduk.
Hal tersebut tentulah tidak dapat dipisahkan dari beragam faktor yang dapat memicu kanker paru-paru. Gaya hidup dan lingkungan beraktivitas akan sangat memengaruhi kecenderungan risiko seseorang untuk terpapar pemicu kanker.
Kanker paru-paru biasanya ditandai dengan beberapa gejala, antara lain batuk berkepanjangan, sesak napas, nyeri pada tulang dan rongga dada, sakit kepala, suara berubah serak, serta nafsu makan dan berat badan berkurang.
Namun, harus diakui pula, sering kali sel kanker sulit terdeteksi sejak dini karena belum berdampak secara fisik dan baru terlihat ketika sel sudah berkembang dalam stadium lanjut.
Faktor terbesar pemicu kanker paru-paru adalah gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya kebiasaan merokok. Tak hanya itu, ada berbagai faktor lainnya yang juga dapat memengaruhi kesehatan paru-paru, terutama yang berasal dari paparan buruknya kualitas udara yang dihirup.
Asap rokok
Barangkali sebagian besar orang sudah sangat mengenal slogan ”Merokok Membunuhmu”. Dua kata peringatan yang biasa tertulis dalam bungkus dan iklan produk rokok ini sebetulnya bukan isapan jempol belaka. Faktanya, aktivitas merokok memang meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru hingga 85 persen.
Meskipun kampanye bahaya menghisap rokok terus digaungkan, konsumen rokok juga tak pernah sepi. Bukannya tidak mengetahui, kebanyakan para pencandu rokok seperti mengesampingkan dampak buruk bagi kesehatan yang ditimbulkan.
Diperkirakan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 65,19 juta orang atau setara dengan 34 persen dari total penduduk (Southeast Asia Tobacco Control Alliance, 2016). Indonesia juga menempati urutan tertinggi pravelensi perokok laki-laki di ASEAN sebesar 67,4 persen.
Kondisi tersebut makin diperparah dengan banyaknya perokok aktif di bawah umur. Tiga tahun terakhir, jumlah perokok pemula usia di bawah 13 tahun terus meningkat. Tidak kurang dari 88,6 persen perokok aktif mulai mengisap tembakau pada usia tersebut.
Terkait dengan hal tersebut, Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan juga menunjukkan, sekitar 97 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok atau biasa dikenal sebagai perokok pasif. Meskipun perokok aktif didominasi pria, tiga perempat dari mereka yang terpapar asap lintingan tembakau ini justru wanita.
Ahli ilmu kesehatan berpendapat, dari 100 persen bahaya asap rokok, hanya seperempatnya yang dirasakan oleh perokok aktif. Mayoritas asap selebihnya justru terpapar orang lain yang menjadi perokok pasif.
Sebatang rokok mengandung 4.000 jenis senyawa kimia yang 400 di antaranya merupakan zat berbahaya, seperti aceton (penghapus cat), vinyl chloride (bahan plastik pvc), hingga butane (bahan bakar korek api). Selain itu, ada sekitar 43 zat yang secara jelas bersifat karsinogenik atau penyebab kanker, seperti toluidine, dibenzacridine, naphtylamine, dan benzopyrene.
Mengisap 15 batang rokok berpotensi menyebabkan adanya perubahan DNA dalam sel tubuh menjadi kanker. Zat kimia yang dikandung rokok merusak sistem pembersihan tubuh dari racun. Tidak heran jika paru-paru, darah, ataupun organ tubuh dari seorang perokok rentan terkontaminasi racun dan tidak berfungsi dengan normal.
Kualitas udara
Kebiasaan merokok memang menjadi pemicu paling besar penyakit kanker paru-paru dan beberapa jenis kanker lainnya. Meski demikian, kualitas udara yang terus memburuk juga turut memperbesar kemungkinan terpaparnya zat kimia berbahaya dan karsinogenik masuk ke dalam tubuh. Terlebih di wilayah perkotaan dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi.
Kualitas udara tercemar dari berbagai sumber polutan, seperti asap buang industri, pembakaran kayu, batubara, minyak, hingga knalpot kendaraan yang mengandung senyawa particulate matte (PM) 2,5. Partikel PM 2,5 merupakan senyawa yang sangat kecil tak kasatmata dengan ukuran hanya sekitar 3 persen dari diameter rambut manusia. Jika terhirup dan masuk ke dalam tubuh, senyawa ini berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan, mulai dari infeksi saluran pernapasan, jantung, gangguan janin, hingga kanker paru-paru.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan, polusi udara yang bersumber dari asap knalpot kendaraan bermotor sama berbahayanya dengan asap rokok. Dibandingkan dengan rokok, pravelensi penyakit kanker yang dipicu oleh polusi memang terbilang kecil, yaitu sekitar 4 persen.
Meskipun demikian, kewaspadaan pada kualitas udara yang buruk tetap penting sebab udara berpolutan justru terus melekat dalam aktivitas keseharian. Di Jakarta, misalnya, angka rata-rata tahunan PM 2,5 dalam kualitas udara mencapai 35,57 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Kondisi ini jauh di atas ambang batas baku mutu nasional yang berada di angka 15 µg/m3.
Tahun 2013, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menetapkan polusi udara, termasuk asap kendaraan, sebagai pemicu kanker paru-paru. Selain itu, paparan udara lainnya yang juga dapat memicu kanker paru-paru berasal dari emisi zat kimia kawasan industri atau pertambangan.
Menghirup bahan kimia atau mineral, seperti asbes, kromium, arsenik, nikel, dan jelaga atau tar dalam jangka waktu yang lama juga meingkatkan risiko terkena kanker paru-paru. Para pekerja industri atau pertambangan yang sering bersinggungan dengan bahan tersebut memang memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru.
Menjaga paru-paru dari udara kotor pemicu kanker pastilah sangat sulit. Kesadaran perlu ditumbuhkan pada diri kita masing-masing untuk bertanggung jawab menjaga udara agar tetap bersih.
Jika rokok adalah pemicu paling besar kanker paru-paru, sebisa mungkin harus dihindari. Menjadi perokok aktif ataupun pasif sama berbahayanya.
Hal lain yang juga bisa dilakukan untuk menjaga kualitas udara juga kesehatan paru-paru antara lain dengan menghindari aktivitas berlebih di luar ruangan, menggunakan masker saat sedang berpergian, dan ikut berpartisipasi menjaga kualitas udara dengan naik kendaraan umum. (Litbang Kompas)