Kesulitan dialami warga Indonesia di China yang ada di luar Provinsi Hubei. Persediaan logistik mereka kian terbatas karena ada pembatasan akses guna mencegah virus korona.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah berhasil mengevakuasi warga negara Indonesia yang berada di Provinsi Hubei, China, dan memulangkan mereka ke Tanah Air, Pemerintah Indonesia diharapkan meningkatkan perhatian dan bantuan kepada WNI di China yang ada di luar Hubei. Persediaan logistik mereka, seperti bahan makanan, mulai menipis.
Kota Wuhan di Provinsi Hubei menjadi pusat penyebaran virus korona tipe baru. Kasus pneumonia yang disebabkan virus ini muncul pertama kali di Wuhan, Desember 2019. Provinsi Hubei kemudian dikarantina oleh Pemerintah China.
Kini, di seluruh dunia, ada 17.485 kasus positif virus korona tipe baru. Jumlah korban meninggal 362 orang.
Pada Minggu (2/2/2020), Pemerintah Indonesia mengevakuasi 238 WNI dari Hubei. Sebelum kembali ke keluarganya, mereka ditempatkan terlebih dahulu di Pulau Natuna, Kepulauan Riau, untuk diobservasi selama 14 hari di Rumah Sakit TNI Terintegrasi Tingkat III Pangkalan TNI AU Raden Sadjad.
Kesulitan logistik
WNI yang berada di luar Hubei menghadapi kesulitan logistik karena pembatasan akses oleh pemerintah setempat guna mencegah penyebaran virus korona tipe baru. Sebagian WNI ingin pulang, tetapi terkendala pembatasan penerbangan.
Shafa Raissalya (20), mahasiswa Indonesia Jurusan Bisnis Internasional Jiangsu Food and Pharmaceutical Science College (JFPSC), mengatakan, pembatasan akses terjadi di Huai’an, Provinsi Jiangsu. Jarak Jiangsu ke Wuhan sekitar 770 kilometer, hampir setara Jakarta-Surabaya.
”Kami membutuhkan tambahan stok makanan, masker, cairan pembersih tangan, dan vitamin. Toko dan pasar di Huai’an tutup sejak libur Imlek. Kami bertahan dengan sisa bahan makanan sebelum Imlek,” tutur Shafa saat dihubungi dari Jakarta, Senin (3/2).
Sekitar 500 pelajar masih berada di wilayah itu setelah virus merebak. Khusus di asrama JFPSC, menurut Shafa, ada 36 pelajar Indonesia yang masih tinggal. Mereka mengonsumsi nasi dan sayuran. Daging dan ikan tak dikonsumsi karena khawatir dengan virus.
Kami bertahan dengan sisa bahan makanan sebelum Imlek.
Ia melanjutkan, stok makanan hanya cukup untuk tiga hari. Solusi lain adalah memesan makanan secara daring melalui aplikasi. ”Jika masak sendiri, untuk lauk sayur, habis Rp 40.000 per orang seminggu, sedangkan pesan daring bisa Rp 30.000-Rp 40.000 per orang sekali makan,” kata Shafa.
Menurut Cholifah (19), mahasiswa Bisnis Internasional JFPSC, mereka berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Shanghai dan Perhimpunan Pelajar Indonesia China. KJRI telah memberi bantuan masker, vitamin, dan makanan ringan, tetapi langsung habis.
”Uang kami terbatas karena sudah dua kali membeli tiket pulang, tetapi penerbangan batal dan uang belum kembali. Uang kami kini untuk persiapan naik bus kalau penerbangan kedua jadi,” ujar Cholifah.
Shafa menjelaskan, tiket pertama dengan maskapai Scoot batal karena Singapura menutup akses transit. Tiket kedua dengan Thai Lion Air kemungkinan batal karena bandara Indonesia menutup akses penerbangan dari China mulai 5 Februari. ”Tiket saya tanggal 6 Februari,” katanya.
Ia mengatakan, rencana pulang telah ada sejak 27 Januari 2020, tetapi terkendala ketersediaan dana. Mahasiswa lalu memesan tiket di tanggal yang menyediakan harga murah.
Guna mencegah penyebaran virus korona baru, Pemerintah Indonesia, Minggu, memutuskan menutup sementara penerbangan dari dan ke daratan China mulai Rabu (5/2).
Pemerintah daerah tak dilibatkan dalam perencanaan karantina 238 WNI.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, maskapai harus memberi jalan keluar, seperti mengembalikan uang, diganti dengan rute lain, atau tetap di tujuan yang sama, tetapi pada kemudian hari. Pemerintah masih mendata jumlah penerbangan yang terdampak dan mencari solusinya.
Presiden Joko Widodo, di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kemarin, mengapresiasi tim yang memulangkan WNI dari Hubei. Di sisi lain, Presiden meminta kebesaran hati warga untuk menerima WNI yang diobservasi di Natuna.
Sementara itu, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mengatakan, pemerintah daerah tak dilibatkan dalam perencanaan karantina 238 WNI. Untuk mengantisipasi penularan, ia meliburkan siswa SD dan SMP selama 14 hari sampai karantina di Natuna selesai. (NAD/CAS/ADH/LSA/NDU/INA)