Proses pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump memasuki fase akhir. Seperti diperkirakan, proses itu memicu perpecahan.
Oleh
·2 menit baca
Pada Senin (3/2/2020), proses pemakzulan terhadap Presiden Trump menampilkan argumen terakhir dari pendakwa, yang diwakili anggota DPR AS dari Partai Demokrat. Putusan akhir akan diberikan oleh Senat, Rabu (5/2/2020). Trump yang diusung Partai Republik diperkirakan bakal dinyatakan tak bersalah. Berbeda dengan DPR yang mayoritas anggotanya dari Demokrat, Senat dikuasai Republik. Kekuatan Republik adalah 53 kursi. Kekuatan kubu Demokrat 47 kursi.
Namun, isu di seputar pemakzulan tak sekadar menang-kalah. Dalam proses pemakzulan yang pernah terjadi di AS, isu perpecahan menjadi perhatian berbagai kalangan. Seberapa jauh pemakzulan membuat dua kubu utama dalam lanskap politik AS, yakni Demokrat dan Republik, terpecah? Apakah masih ada upaya saling mendekat sehingga pemakzulan tidak menjadi sumber perpecahan yang tak bisa didamaikan?
Proses pemakzulan Trump, dinilai sejumlah kalangan, merupakan yang paling memecah Demokrat serta Republik. The Wall Street Journal (WSJ) menilai proses pemakzulan Trump membuat perpecahan cukup dalam yang ditandai dengan ketidaksediaan kubu Trump mengundang Demokrat dalam acara penandatanganan perjanjian perdagangan bebas AS-Kanada-Meksiko. Padahal, perjanjian itu merupakan hasil dukungan bersama Republik dan Demokrat. Dukungan suara atas perjanjian perdagangan ini diperoleh berkat kerja Ketua DPR Nancy Pelosi, politisi Demokrat.
Pandangan publik terhadap apa yang dilakukan Trump juga terbelah relatif sama kuat. Menurut jajak pendapat terbaru NBC/WSJ, mayoritas tipis warga AS percaya Trump menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi DPR dengan menahan dokumen serta kesaksian selama penyelidikan pemakzulan.
Dengan kata lain, langkah Trump menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky agar ia menyelidiki putra calon kuat presiden dari Demokrat, Joe Biden, jelas merupakan penyalahgunaan kekuasaan serta tindakan memanfaatkan unsur asing guna memengaruhi hasil pemilu.
Meski demikian, hanya 46 persen responden yang ingin Trump diberhentikan. Sementara 49 persen responden memandang Trump tak perlu diberhentikan dari jabatannya.
Dari sisi internal Republik, pemakzulan dinilai memperkuat posisi Trump di partai. Pemakzulan justru membuat Republik kian solid. Hal ini menjadi modal penting bagi Republik menjelang pemilu presiden pada November nanti.
Drama pemakzulan di AS sebentar lagi usai. Perpecahan yang ditimbulkan mungkin meningkat hingga pilpres. Polarisasi masyarakat bertambah dengan kehadiran media sosial dan mungkin peredaran berita bohong. Situasi ini bisa jadi merupakan sesuatu yang sulit dielakkan di tengah kebebasan demokrasi. Maka, kedewasaan masyarakat untuk menerima perbedaan menjadi sangat penting.