Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai menguji sampel ikan impor dari China di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai mengambil sampel produk ikan impor. Selanjutnya, sampel ini diperiksa di laboratorium sebagai langkah antisipasi penyebaran virus korona tipe baru.
Pengujian dilakukan untuk produk ikan yang dikirim dari China setelah virus korona tipe baru merebak dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan sebagai status kedaruratan kesehatan dunia.
Sekretaris Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Hari Maryadi mengemukakan, protokol pengambilan sampel merupakan bagian dari antisipasi penyebaran virus korona tipe baru. Pihaknya juga sudah menyusun pedoman kewaspadaan. Pengambilan sampel dilakukan di pelabuhan-pelabuhan pintu masuk impor.
Pelabuhan pintu masuk ikan impor asal China antara lain Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Emas (Semarang), Belawan (Medan), dan Cirebon. Untuk tahap awal, pengujian sampel ikan dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Pengambilan sampel dilakukan di pelabuhan-pelabuhan pintu masuk impor.
”Tim BKIPM-KKP turun ke pelabuhan dan bandara untuk mengambil sampel ikan yang diimpor dari Tiongkok pascamerebaknya virus korona tipe baru,” kata Hari di Jakarta, Senin (3/2/2020).
BKIPM-KKP mendata, ada peningkatan impor komoditas perikanan dari China. Kelompok yang diimpor dari China meliputi jenis pakan, bahan pembuat pakan, serta ikan segar dan ikan beku.
Volume impor komoditas perikanan dari China, Taiwan, dan Hong Kong pada Januari 2020 sebanyak 1.968.086,73 kilogram atau meningkat 15,24 persen dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebanyak 1.707.774 kg. Impor yang meningkat pada Januari 2020 adalah impor bahan pembuat pakan dan pakan ikan buatan.
Hari menambahkan, sampel tersebut akan dikirim ke Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University, Bogor.
”Pengujian ini untuk memberikan efek ketenangan bagi semua pemangku kepentingan. Kalau sampel (ikan) sudah diuji, tentu memberi ketenangan bagi petugas dalam penanganan,” katanya.
BKIPM-KKP sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 276/BKIPM/I/2020 tentang imbauan kewaspadaan terhadap penyakit pneumonia pada 24 Januari 2020. Surat edaran itu ditujukan bagi semua satuan kerja (satker) BKIPM di pintu masuk/keluar, baik bandara, pelabuhan, maupun pos lintas batas negara (PLBN).
Dalam surat edaran itu, Satker BKIPM diminta meningkatkan kewaspadaan dalam pemeriksaan, khususnya terhadap penerbangan/pelayaran yang berasal atau terkoneksi langsung dengan China dan negara-negara lain yang dicurigai terkena kasus serupa.
Satker BKIM juga berkoordinasi dengan unsur-unsur Bea dan Cukai, Imigrasi, kantor kesehatan pelabuhan, badan karantina pertanian, keamanan bandara/pelabuhan, otoritas penerbangan dan pelayaran, serta perusahaan penerbangan/pelayaran setempat guna mencegah masuk dan tersebarnya penyakit tersebut. Koordinasi dilakukan lintas kementerian dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia Denny Indradjaja mengemukakan, peningkatan impor tepung ikan dipengaruhi peningkatan kebutuhan bahan pakan. Di dalam negeri, pasokan tepung ikan berkurang. Impor tepung ikan antara lain dari China, Peru, Vietnam, dan Thailand.
Sekitar 70 persen sumber tepung ikan berasal dari sisa produk pengalengan tuna dan cakalang serta sisa pembuatan produk surimi (daging ikan yang dihaluskan). Sementara 30 persen lainnya berasal dari pasokan ikan rucah. Adapun pabrik surimi mengandalkan bahan baku ikan rucah.
Kapasitas pengolahan pabrik pengalengan tuna dan cakalang terus merosot akibat hasil tangkapan yang menurun. Sementara ikan rucah susah didapat sehingga produksi pabrik surimi merosot. Akibatnya, produksi tepung ikan ikut turun.
Denny menambahkan, investasi pabrik pakan di Indonesia meningkat dari dalam negeri dan luar negeri. Setidaknya, ada empat pabrik pakan milik investor asing yang akan beroperasi pada tahun ini. Dari empat pabrik itu, sebanyak tiga pabrik di antaranya dari China dan satu pabrik dari Belanda. Penambahan pabrik pakan tersebut diperkirakan mampu menambah pasokan pakan udang hingga 100.000 ton per tahun.
”Pabrik pakan luar negeri melihat peluang perkembangan perikanan budidaya di Indonesia. Mereka sudah bikin pabrik duluan,” katanya.
Pakan buatan luar negeri, ujar Denny, berkualitas bagus. Namun, pabrik pakan dalam negeri dinilai tidak perlu kehilangan daya saing, sepanjang efisien dan stabilitas mutunya terjaga baik.
Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Ady Surya menyebutkan, impor ikan digunakan sebagai bahan baku pengalengan, terutama sarden dan makerel. Bahan baku sarden bisa didapat di perairan dalam negeri, seperti ikan lemuru. Namun, produksinya musiman.
Ia mencontohkan, pasokan ikan lemuru dari Selat Bali tidak menentu. Lemuru juga bisa ditemukan di perairan Arafura, tetapi logistik dan biaya transportasinya mahal.
Adapun bahan baku untuk produk ikan kaleng makerel hampir 100 persen diimpor sebab bahan bakunya tidak ada di dalam negeri.