Advokasi 57 Nelayan Aceh yang Ditahan di Luar Negeri Dinilai Lemah
›
Advokasi 57 Nelayan Aceh yang ...
Iklan
Advokasi 57 Nelayan Aceh yang Ditahan di Luar Negeri Dinilai Lemah
Sebanyak 57 nelayan asal Aceh masih ditahan di Thailand, India, dan Myanmar dengan tuduhan melanggar batas perairan. Pemerintah daerah didesak mengadvokasi nasib puluhan nelayan itu agar bisa dipulangkan segera.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 57 nelayan asal Provinsi Aceh masih ditahan pihak keamanan Thailand, India, dan Myanmar karena tuduhan melanggar batas perairan. Advokasi pemerintah daerah terhadap para nelayan kecil itu agar secepatnya dipulangkan dinilai lemah.
Sekretaris Panglima Laot/Lembaga Nelayan Aceh Miftah Cut Adek di Banda Aceh, Rabu (5/2/2020), menuturkan, dari 57 nelayan Aceh yang ditahan itu, 31 orang berada di Thailand, 25 orang di India, dan 1 orang di Myanmar.
”Sampai sekarang belum ada kabar bagaimana nasib mereka di sana. Kami amati advokasi pemerintah daerah untuk memulangkan mereka rapuh,” kata Miftah.
Nelayan itu ditahan oleh otoritas tiga negara itu antara Oktober 2018 dan Januari 2020. Sejak ditangkap, para nelayan ditahan untuk menjalani proses hukum. Sebagian dari mereka telah divonis bersalah dan harus menjalankan hukuman penjara.
Kasus terbaru pada 21 Januari 2020, sebanyak 31 nelayan asal Aceh Timur ditangkap petugas keamanan Thailand karena melewati wilayah teritorial. Kapal kayu milik nelayan Aceh itu diduga hanyut terseret arus karena mengalami kerusakan pada mesin.
Miftah berpendapat, advokasi terhadap nelayan yang ditangkap tersebut relatif lambat. Bahkan, ada nelayan yang ditangkap akhir 2018 hingga kini tidak diketahui proses hukumnya. Padahal, menurut dia, advokasi penting untuk meringankan hukuman atau bahkan bisa dibebaskan.
”Nelayan Aceh tidak mencuri ikan di perairan negara lain. Namun, mereka melewati batas tanpa sengaja,” kata Miftah.
Bahkan, sekadar untuk bisa berkomunikasi dengan keluarga mereka pun tidak ada yang memfasilitasi. Seperti dialami oleh Nurlianti (37) warga Gampong Jawa, Kota Banda Aceh. Suaminya, Munazir (33), ditahan di India sejak Oktober 2019. Hingga kini, Nurlianti tidak bisa berkomunikasi dengan sang suami. Ia cemas menanti proses hukum terhadap suaminya.
Di saat nelayan ditangkap, keluarga nelayan yang rata-rata berekonomi lemah kehilangan sumber penghidupan. ”Saya juga berharap ada bantuan bahan pokok dari pemerintah,” tutur Nurlianti.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Iskandar Usman, mendesak Pemerintah Provinsi Aceh segera membangun komunikasi dengan pihak terkait untuk memulangkan nelayan Aceh yang kini ditahan di sejumlah negara. Iskandar menilai, respons pemprov terhadap masalah nelayan tidak seserius masalah mahasiswa Aceh yang berada di kota Wuhan, China.
”Mereka (nelayan) juga orang Aceh yang harus diadvokasi. Keluarga nelayan menunggu cemas bagaimana nasib suami atau ayahnya,” kata Iskandar.
Meski demikian, Kepala Biro Humas Pemprov Aceh Siswanto menuturkan, upaya pemulangan terus dilakukan. Saat ini, Pemprov Aceh telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. ”Tapi yang pasti kami juga harus lihat alasan mereka bisa ditahan di Thailand. Harapan kami mereka bisa secepatnya dibawa pulang ke Aceh tentu dengan prosedur yang berlaku di sana,” kata Siswanto.