Kasus Jiwasraya Menggelinding Menjadi Bola Politik
›
Kasus Jiwasraya Menggelinding ...
Iklan
Kasus Jiwasraya Menggelinding Menjadi Bola Politik
Fraksi-fraksi nonkoalisi pemerintah mengusulkan pembentukan panitia khusus hak angket kasus Jiwasraya. Namun, koalisi pemerintah yang menguasai mayoritas kursi parlemen menilai, kasus itu cukup ditangani panitia kerja.
Oleh
Agnes Theodora/Dhanang David
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang diduga merugikan nasabah dan negara Rp 27 triliun mulai menggelinding menjadi bola politik di parlemen. Fraksi-fraksi yang bukan anggota koalisi pemerintah mengusulkan pembentukan panitia khusus hak angket kasus Jiwasraya. Namun, fraksi-fraksi anggota koalisi pemerintah yang menguasai mayoritas kursi parlemen menilai, kasus itu cukup ditangani panitia kerja.
Berkas usulan pembentukan pansus hak angket Jiwasraya ini diserahkan perwakilan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ke Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, Selasa (4/2/2020), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Usulan itu ditandatangani 104 anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS sehingga sudah memenuhi syarat minimal pengusulan pansus hak angket, yakni lebih dari 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Usulan itu selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk diminta persetujuan, apakah diterima atau ditolak.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, Jiwasraya bukan kasus kriminal biasa. Ada nuansa politik di balik dugaan korupsi di badan usaha milik negara itu. Karena itu, pembentukan pansus hak angket diperlukan untuk mengusut tuntas dugaan korupsi Jiwasraya, termasuk pihak-pihak yang terlibat.
Siapa pun yang terlibat gebuk saja.
Pembentukan panja di tiga komisi, yaitu Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI, yang sudah berjalan dinilai tak cukup membongkar kasus tersebut. Pansus hak angket yang sifatnya lintas komisi berwenang melakukan penyelidikan dan berhak meminta pejabat negara memberikan keterangan. Sementara panja yang berada di bawah komisi melaksanakan pengawasan melalui rapat dengar pendapat atau rapat dengar pendapat umum.
Demokrat, kata Benny, menilai, dugaan korupsi Jiwasraya dilakukan dengan terorganisasi, mengalihkan aliran uang dalam jumlah besar untuk maksud tertentu, seperti untuk biaya Pemilihan Umum 2019.
”Bahwa nanti ada kaitannya dengan Istana atau tidak saat penyelidikan, kami akan gali itu lebih dalam,” ujar Benny.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, Presiden Joko Widodo ingin Jiwasraya diusut tuntas. ”Presiden meminta diteruskan ke pengadilan. Siapa pun yang terlibat gebuk saja,” kata Mahfud (Kompas, 16/1/2020).
Arah politis
Menurut anggota Panja Jiwasraya Komisi III, Arsul Sani, pansus berpotensi membawa pengawasan kasus Jiwasraya ke arah politis sehingga mengesampingkan hal penting, seperti mengembalikan uang nasabah yang dirugikan.
Dia juga mengatakan, masalah Jiwasraya terjadi sejak 2004 saat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat presiden. Namun, menurut dia, dulu penanganannya tambal sulam. Kini, pemerintah ingin menyelesaikannya secara tuntas.
Panja di Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI sudah rapat perdana serta menyusun mekanisme dan jadwal kerja. ”Tujuan panja ini tidak untuk mengintervensi, tetapi menjalankan fungsi pengawasan agar kasus ini bisa lekas selesai,” kata Ketua Panja Jiwasraya Komisi III dari Fraksi PDI-P Herman Herry.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, mengusulkan agar tiga panja yang ada dilebur jadi pansus. Menurut dia, kinerja panja tidak efektif karena terpisah di bermacam komisi. Ia menilai, pansus layak dibentuk karena kasus Jiwasraya telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi negara.