Penyidik Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menahan H alias AN yang diduga merupakan pemodal tambang timah ilegal di kawasan Hutan Produksi Sungai Liat Mapur, Kabupaten Bangka.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
SUNGAILIAT, KOMPAS — Penyidik Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menahan H alias AN yang diduga merupakan pemodal tambang timah ilegal di kawasan Hutan Produksi Sungailiat Mapur, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. H yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yazid Nurhuda, Rabu (5/2/2020), saat dihubungi, mengatakan, H ditahan pada Kamis (30/1/2020). Pemeriksaan terhadap H merupakan pengembangan penyidikan pelaku tambang ilegal di Bangka atas nama terpidana Heris Sunandar.
Kasus Heris dikembangkan untuk mencari pemodal atau cukong usaha pertambangan ilegal itu. Hasil penyidikan menguatkan bahwa H alias AN diduga kuat mendanai kegiatan ilegal yang dilakukan oleh Heris. H, warga Sungailiat, Bangka, yang bertempat tinggal di Kuday Utara, Sinar Jelutung, Bangka, itu kini ditahan di Rumah Tahanan Salemba.
Heris merupakan pelaku pertambangan timah ilegal yang ditangkap dalam operasi represif ”Jaga Bumi” yang dilaksanakan oleh Seksi Wilayah III Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sumatera, bekerja sama dengan TNI AD, Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIII Pangkalpinang, 9 Juli 2018.
Pengadilan Negeri Sungailiat, sesuai putusan Nomor 579/Pid/Sus-LH/2018/PN Sgl tanggal 12 Desember 2018, menyatakan, Heris Sunandar terbukti melanggar Pasal 89 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 17 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Heris dihukum tiga tahun penjara dan denda sejumlah Rp 1,5 miliar subsider selama satu bulan kurungan. Dua alat berat dirampas untuk negara.
Yazid mengatakan, sampai saat ini penyelidikan terus dikembangkan, termasuk apakah tambang ini satu-satunya tambang yang dimodali AN atau masih ada tambang yang lain. Penyelidikan juga mencari adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
”Kami sedang mendalami keterlibatan pihak lainnya yang terkait dengan kasus ini. Kami juga sudah meminta keterangan beberapa pihak, termasuk kepala Desa Cit Riau Silip,” katanya. Kawasan tambang ilegal pun sudah disegel sampai proses penyidikan dan proses hukum inkrah.
Menurut Yazid, pihaknya tidak akan berhenti menindak pelaku kegiatan perusakan lingkungan dan perambahan kawasan hutan. Penindakan terhadap pertambangan timah ilegal dan perusakan mangrove menjadi prioritas KLHK.
Kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal di Bangka sudah sangat parah. Kerusakan itu, baik di darat maupun di laut, saat ini, menurut Yazid, merupakan yang terparah di Indonesia. ”Apabila ini terus terjadi, akan menyengsarakan masyakarat Bangka,” ujar Yazid.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Baturusa Cerucuk yang membawahi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat, total lubang tambang di kawasan Bangka Belitung pada 2018 mencapai 12.607 lubang dengan luasan 15.579 hektar. Lubang tambang tersebut sudah merata di enam kabupaten dan satu kota di Bangka Belitung.
Total lubang tambang di kawasan Bangka Belitung pada 2018 mencapai 12.607 lubang dengan luasan 15.579 hektar.
Kegiatan tambang timah ilegal ini, ujar Yazid, tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga merugikan negara. Karena itu, kejahatan seperti ini tidak boleh dibiarkan. ”Kami mengharapkan H alias AN sebagai pemodal dihukum seberat-beratnya. Harus ada pelajaran dan efek jera bagi pelaku tambang timah ilegal,” kata Yazid.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kepulauan Bangka Belitung Jessix Amundian mengatakan, tindakan penegakan hukum ini penting. Hanya saja cara ini kurang efektif karena hanya petambang kecil yang ditindak. Menurut dia, akan lebih efektif jika penegak hukum juga menindak penadah timah yang diambil dari tindakan ilegal tersebut.
Aktivitas tambang ilegal, kata Jessix Amundian, tidak akan berhenti jika masih ada penadahnya. ”Bahkan, kami menemukan ada perusahaan legal yang menampung hasil timah ilegal tersebut,” katanya. Dirinya berharap penegakan hukum tidak hanya berhenti sampai ke petambang kecil, tetapi juga harus menyeluruh, bahkan sampai ke perusahaan penadah timah tersebut.