Banyuwangi dan Pasar Tematik
Pernahkah Anda merasakan berpindah tempat dari sebuah pasar tradisional di China, Arab, dan Jawa dalam empat hari saja? Di Banyuwangi Anda bisa mengunjungi pasar-pasar itu dalam sekejap.
Pernahkah Anda merasakan berpindah tempat dari sebuah pasar tradisional di China, Arab, dan Jawa dalam empat hari saja? Di Banyuwangi Anda bisa mengunjungi sejumlah pasar tradisional dari berbagai latar belakang suku budaya hanya dalam sekejap.
Banyuwangi, sebagai kabupaten paling timur di Pulau Jawa, terus mencitrakan dirinya sebagai salah satu destinasi wisata paling komplet. Tak hanya puas dengan anugerah yang diberikan Tuhan berupa gunung, pantai, dan hutan sebagai daya tarik wisata, tahun ini Banyuwangi merancang 123 agenda festival.
Pemerintah daerah dan masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur, mencoba menghidupi semangat ”semua tempat adalah destinasi”. Alhasil kini sejumlah desa bergeliat menjadikan daerahnya sebagai destinasi wisata, salah satu caranya dengan menggelar pasar tematik.
Pasar tematik pertama lahir di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah. Semula Desa ini hanya ramai seminggu dalam setahun, yaitu saat gelaran ritual adat Seblang Olehsari. Selama seminggu upacara bersih desa digelar, selama itu juga sejumlah warga menjajakan makanan tradisional khas Osing (suku asli Banyuwangi).
Baca juga: Kuliner Sepanjang Masa
Namun kini, hampir setiap malam minggu Desa Olehsari rame dikunjungi wisatawan yang ingin mencicipi makanan tradisional, misalnya kucur, ayam kesrut, dan kupat lodho. Pasar tersebut diberi nama Jajanan Bengi Olehsari.
Sedikitnya ada 25 penjual menjajakan aneka sajian kuliner tradisional. Lapak mereka diberi aneka hiasan lampu warna-warni yang membuat suasana desa menjadi semarak. Sementara para pembeli menikmati kuliner hasil belanja mereka dengan duduk di atas tikar teras rumah warga.
”Di sini pengunjung dan warga desa membaur jadi satu. Makan bersama di teras rumah warga. Pengunjung bisa merasakan langsung hangatnya orang Osing kalau menerima tamu. Pemilik rumah dan penjual akan menyambut tamu dengan baju adat Osing berupa kebaya hitam bagi para perempuan dan setelan hitam lengkap dengan udeng bagi para pria,” ujar Camat Glagah Astorik.
Kendati makanan di pasar Jajanan Bengi Olehsari enak-enak, jangan habiskan uang Anda di sana dalam semalam. Keesokan harinya ada Pasar Kampung Osing Desa Kemiren yang letaknya di sebelah Desa Olehsari.
Baca juga: Strategi Baru Pariwisata Pemkab Banyuwangi
Pasar Kampung Osing, Desa Kemiren, tak jauh beda dengan Pasar Jajanan Bengi Desa Olehsari. Hanya saja, pasar tematik ini digelar pagi hari dan letaknya di Desa Kemiren. Di Pasar Kampung Osing, pengunjung juga bisa melihat proses menyangrai dan menumbuk kopi secara manual. Sejumlah sesepuh Kemiren juga unjuk gigi dengan menyanyikan lagu-lagu tradisional Osing dengan iringan pukulan lesung (alat penumbuk padi).
”Ada 38 lapak yang menjajakan aneka makanan tradisional setiap minggu pagi dari pukul 06.00 hingga 10.00. Dalam sehari ada 300 orang hingga 500 orang pengunjung yang berbelanja dengan nilai transaksi mencapai Rp 11 juta hingga Rp 19 juta,” tutur Kepala Pasar Kampung Osing Desa Kemiren Misji.
Pasar tematik lain yang bisa dikunjungi pada hari Minggu ialah Pasar Wit-Witan Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh. Wit-Witan dalam bahasa Jawa berarti pepohonan. Sesuai dengan namanya, Pasar Wit-Witan digelar di sebuah lahan seluas 2 hektar yang memiliki pepohonan yang sangat rindang.
Baca juga: Jatim Park Kembangkan Sayap ke Banyuwangi
Di pasar tersebut, pedagang menjual aneka kuliner dan produk kerajinan yang ramah lingkungan. Makanan dan minuman dijajakan di gelas dan piring bambu sebagai pengganti wadah plastik.
Para pedagang juga menjajakan aneka dagangan dengan mengunakan baju tradisional. Rimbun pohon kelapa dan mahoni, ditambah keriuhan pasar dengan pedagang yang mengenakan baju tradisional, membuat setiap pengunjung seolah diajak pergi ke pasar di masa lalu.
Di tengah kemajuan zaman, Pasar Wit-witan justru ingin menghadirkan kembali suasana pasar zaman dulu. Karena itu, jajanan tradisional yang dijual juga disajikan dalam kemasan tradisional yang masih otentik dan pastinya bebas plastik.
”Kami sengaja memilih tempat ini karena kami ingin menghadirkan suasana yang berbeda. Kenapa tidak dibuat di Ruang Terbuka Hijau Singojuruh atau depan Kantor Camat? Karena di sini ada pohon-pohon yang rindang sehingga tidak butuh tenda. Kalau pasar kami menggunakan tenda, suasana tempo dulunya tidak terasa,” tutur Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Alasmalang Bagus Mahi Washilul Huda.
Baca juga: Banyuwangi Kabupaten Paling Inovatif Se-Indonesia
Slamet ”Mameth Ndut” merupakan salah satu warga Alasmalang yang mendapat kesempatan membuka lapak di Pasar Wit-Witan Alasmalang. Ia mengaku, keberadaan pasar tematik tersebut berdampak positif pagi perekonomiannya.
”Sehari-hari saya juga membuka warung, tetapi untuk mendapat omzet hingga Rp 300.000 sangat sulit. Di Pasar Wit-witan, hanya dalam 4 jam saya sudah bisa mendapatkan penghasilan bersih lebih dari Rp 300.000,” tuturnya.
Berdagang di Pasar Wit-Witan, Mameth tidak perlu dipusingkan dengan biasa sewa tempat. Ia hanya dipungut Rp 10.000 setiap minggu sebagai ganti uang kebersihan dan perawatan tempat.
Tematik Arab-China
Dampak dan energi positif dari pasar tematik tersebut akhirnya mendorong lahirnya pasar-pasar tematik lain. Kali ini pasar tematik yang lahir tidak hanya bernuansa tradisional Osing atau Jawa, tetapi bernuansa Arab dan China.
Apabila Anda berkunjung ke Banyuwangi pada hari Kamis, sempatkan berkunjung ke Kampung Arab, Kelurahan Lateng, Kecamatan Banyuwangi, pada sore hari. Di sana warga akan menyulap jalan sepanjang 500 meter untuk dijadikan pasar bernuansa Arab yang diberi nama Arabian Street Food.
Baca juga: Investasi Sektor Pariwisata Jadi Andalan Mengerek Devisa
Di Kelurahan Lateng memang banyak tinggal warga keturunan Arab. Tak heran apabila daerah tempat tinggal mereka kerap disebut Kampung Arab. Di Arabian Street Food, warga Kampung Arab menjajakan makanan-makanan khas Timur Tengah.
Makanan yang biasa hanya mereka sajikan di rumah untuk keluarga, kini mereka jajakan di depan rumah. Beberapa yang dijajakan antara lain, nasi kebuli, mandhi, briyani, nasi rempah, hingga kambing guling. Ada pula aneka kudapan macam roti maryam, kebab, samosa, basjia, shawarma, fatira, foul, dan tamis.
Apabila haus, pengunjung dapat meneguk minuman khas timur tengah misalnya kopi Arab, niknak, pokak, kopi Turki, dan aneka ragam teh. Tak hanya disuguhi minuman, pengunjung juga bisa melihat pembuatan kopi khas Arab yang dipanaskan menggunakan pasir.
Jika berkunjung pukul 19.00 ke atas, sejumlah pemuda keturunan Arab akan menari zapin. Para pemuda menari menggunakan busana jubah dan sorban khas Arab sehingga nuansa Timur Tengah semakin kental terasa.
Baca juga: Gairah Kebaruan Semesta Kuliner
Namun, jika Anda berkunjung pada hari Jumat, berkunjunglah ke pasar tematik China di Kelurahan Karangrejo, Kelurahan Banyuwangi. Setiap Jumat petang hadir Pecinan Street Food di daerah yang banyak dihuni warga keturunan China.
Puluhan pedagang menjajakan dagangannya di sepanjang jalan di depan Kelenteng Hoo Tong Bio. Pengunjung bisa mencicipi kuliner sambil menikmati suasana kampung China yang kental dengan musik, hiburan, hingga ornamennya.
Di pasar ini, tentu sangat mudah menemukan makanan khas China, seperti bakpao, bacang, dimsum, capcai, fuyunghai, lontong cap gomeh, juga ayam atau bebek peking. Pengunjung tak perlu khawatir karena semua masakan halal.
”Masyarakat Banyuwangi sangat majemuk, ada banyak etnis dan agama. Namun, kami menyadari bahwa mayoritas adalah Muslim. Sehingga kami dan seluruh pedagang sepakat hanya menyediakan masakan halal. Sehingga siapa saja bisa datang dan berwisata kuliner di sini tanpa ragu. Dijamin halal dan enak,” ungkap Koordinator Kelenteng Hoo Tong Bio sekaligus penanggung jawab Pecinan Street Food Alexander Martin.
Baca juga: Indonesia Mampu Jadi Tujuan Utama Wisata Kuliner
Pasar-pasar tematik merupakan bagian dari strategi pariwisata. Menurut dia, pasar tematik adalah unsur atraksi dari strategi Pariwisata 3A, Aksesibilitas, Atraksi, dan Amenitas.
”Jumlah kunjungan wisatawan asal Malaysia, Singapura, dan Tiongkok ke Banyuwangi cukup tinggi. Wisatawan Malaysia dan Singapura sebagian merupakan keturunan Arab, mereka tentu senang jika bisa merasakan nuansa Timur Tengah di Arabian Street Food. Hal serupa pasti dirasakan wisatawan asal Tiongkok atau wisatawan Malaysia dan Singapura keturunan China saat berkunjung ke Pecinan Street View,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda, Senin (3/2/2020).
Baca juga: Festival Kuliner Semarang yang Menyatukan
Sementara pasar tradisional khas Osing tentu tetap menjadi atraksi yang menarik karena budaya menjadi daya tarik bagi wisatawan. Karena itu, pasar tematik berbasis budaya akan terus dikembangkan di Banyuwangi.
Gelaran pasar-pasar tematik berbasis budaya tersebut bukan tanpa alasan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, lima suku yang mendominasi masyarakat Banyuwangi ialah Osing, Jawa Mataraman, Madura, China, dan Arab. Saat ini Dinas Pariwisata kembali akan merancang pasar tematis dengan basis budaya Madura.
Apabila Anda ingin merasakan sensasi belanja seperti sedang berada di China, Arab, atau ingin merasakan sensasi belanja di desa-desa Osing atau Jawa pada zaman dahulu, berkunjunglah ke Banyuwangi. Dalam waktu empat hari, Anda akan merasakan sensasi yang berbeda.
Jadi, kapan Anda ke Banyuwangi?