Pengadilan Singapura Tolak Gugatan Oposisi Terkait UU Antiberita Bohong
›
Pengadilan Singapura Tolak...
Iklan
Pengadilan Singapura Tolak Gugatan Oposisi Terkait UU Antiberita Bohong
UU Antiberita Bohong kontroversial di Singapura. UU itu memberi otoritas Singapura kekuatan untuk memerintahkan koreksi segera atas tulisan atau unggahan di ranah daring, termasuk media sosial, yang dinilai salah.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
SINGAPURA, KAMIS — Pengadilan Tinggi Singapura pada Rabu (5/2/2020) menolak gugatan hukum terhadap Undang-Undang Antiberita Bohong. Putusan pengadilan tersebut menjadi pukulan bagi pihak penggugat yang menyebut bahwa UU Antiberita Bohong itu bisa digunakan untuk meredam perbedaan pendapat sebelum pemilihan umum (pemilu) berlangsung.
UU Antiberita Bohong tersebut kontroversial di Singapura karena memberi otoritas atau Pemerintah Singapura kekuatan untuk memerintahkan koreksi segera atas tulisan atau unggahan berita di ranah daring, termasuk media sosial, yang mereka anggap salah atau bohong.
Pemberlakuan UU Antiberita Bohong itu diprotes oleh kelompok penggiat hak asasi manusia dan perusahaan-perusahaan besar teknologi, termasuk Facebook. Mereka mengklaim bahwa UU Antiberita Bohong tersebut merupakan upaya untuk mengekang kebebasan berbicara atau meredam perbedaan pendapat.
Sejak UU Antiberita Bohong mulai berlaku pada Oktober 2019, beberapa tokoh oposisi dan aktivis telah diperintahkan untuk mengoreksi di sebelah tulisan atau unggahan online yang menyatakan bahwa tulisan atau unggahan mereka tersebut berisi informasi yang tidak akurat.
Isu tenaga kerja asing
Partai Demokrat Singapura (SDP), salah satu dari beberapa kelompok kecil oposisi di Singapura, menghadapi tantangan setelah seorang menteri di kabinet pemerintahan Singapura meminta SDP agar memperbaiki tiga tulisan daring tentang ketenagakerjaan. Tulisan daring di Facebook dan situs laman SDP menyatakan bahwa banyak pekerjaan kerah putih warga Singapura diambil alih oleh warga asing.
Pemerintah Singapura mengatakan bahwa tulisan tersebut ”salah dan menyesatkan”. Isu keimigrasian dan tenaga kerja saat ini menjadi isu panas di Singapura. Pemerintah Singapura terus-menerus dikritik terkait dengan kehadiran pekerja asing di Singapura yang jumlahnya makin besar.
Namun, Pengadilan Tinggi Singapura menolak gugatan hukum terkait UU Antiberita Bohong yang diajukan SDP tersebut. Hakim Ang Cheng Hock memutuskan bahwa pernyataan SDP itu salah karena bukti-bukti statistik justru bertentangan dengan pernyataan SDP.
”Penggugat tidak menguji keakuratan bukti statistik dan malah berusaha mengkritiknya dengan alasan lain,” kata Ang Cheng Hock.
SDP menyatakan ”sangat kecewa” dengan keputusan pengadilan itu. Mereka sedang mempertimbangkan untuk naik banding.
Pemerintah Singapura menegaskan bahwa UU Antiberita Bohong tersebut diperlukan untuk menghentikan beredarnya berita-berita bohong atau hoaks secara daring yang bisa menimbulkan perpecahan di Singapura, negeri multietnis dan multiagama.
Namun, para aktivis politik dan partai-partai oposisi, seperti SDP, mengatakan bahwa UU Antiberita Bohong itu berpotensi digunakan untuk menekan kritik terhadap pemerintah menjelang pemilu yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan. Singapura, meskipun banyak memperoleh pujian karena manajemen ekonominya, pemerintahan negara itu juga sering dikritik karena mengekang kebebasan warga sipil.
Partai Aksi Rakyat, yang telah memerintah Singapura selama beberapa dekade, tampaknya akan tetap memenangi pemilu mendatang. Adapun kekuatan oposisi yang terpecah-pecah dipandang sebagai ancaman kecil. (AFP)