Perempuan Masih Saja Jadi Korban Eksploitasi
Kasus prostitusi daring yang menyeruak di Padang, Sumatera Barat, menempatkan perempuan sebagai korban eksploitasi. Polisi belum menyentuh pihak pemesan.
Kasus prostitusi daring yang menyeruak di Padang, Sumatera Barat, masih menempatkan perempuan sebagai korban eksploitasi. Polisi belum menyentuh pihak pemesan. Para aktivis perempuan mendesak penegak hukum mengusut orang yang memesan demi keadilan.
Pelaksana tugas Direktur Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yanti, di Padang menyesalkan bahwa hanya pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari saja yang ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Daerah Sumbar. Padahal, pemesan semestinya juga dijerat hukum karena menikmati jasa prostitusi.
“Kami sedang menyiapkan strategi bagaimana mendesak pihak Polda agar mencari juga si pengguna jasa. Dengan demikian, tidak hanya NN (PSK) yang dijerat hukum tetapi juga pengguna jasa,” kata Meri, di Padang, Rabu, (5/2/2020).
Hal itu dilakukan setelah polisi menggerebek praktik prostitusi daring di salah hotel di Padang, Minggu (26/1) siang. Penggerebekan itu bermula dari laporan anggota DPR RI Andre Rosiade. Polisi menetapkan NN (26), PSK dan AS (24), mucikari, sebagai tersangka.
Menurut Meri, tidak adanya penegakan hukum terhadap pemesan, menandakan bahwa perempuan menjadi korban eksploitasi. Hal ini juga terjadi pada pengungkapan kasus-kasus prostitusi terdahulu.
Tidak adanya penegakan hukum terhadap pemesan, menandakan bahwa perempuan menjadi korban eksploitasi. (Rahmi Meri Yanti)
Selanjutanya, WCC Nurani Perempuan juga menyesalkan berlipatnya beban psikologis yang diterima NN. Selain merasa terjebak oleh pemesan, NN juga sempat melayani pemesan sebelum digerebek. Jika memang niatnya memancing untuk digerebek, pemesan dinilai tidak perlu menikmati jasa NN.
“Lalu kemudian (saat digerebek) beberapa wartawan tiba-tiba datang dan memvideokan serta memfoto NN ketika tidak menggunakan pakaian. Itu saja dia sudah merasa dirinya sudah menjadi korban. Dia merasa sangat tereksploitasi menjadi tekanan psikologis,” ujar Meri.
WCC Nurani Perempuan turut menyayangkan tindakan anggota DPR RI Andre Rosiade dalam kasus ini. Andre merupakan pihak yang melaporkan adanya praktik prostitusi dari ke Polda Sumbar. Namun, dalama kasus ini, Andre diduga telah melakukan eksploitasi terhadap NN untuk menaikkan citranya di tengah publik.
“Hendaknya, ketika dia memang ingin pencitraan yang baik tentu tidak berbuat seperti ini. Sebaliknya melakukan hal yang betul-betul kerja nyata untuk masyarakat Sumbar. Buka malah melakukan eksploitasi,” ujar Meri.
Kata Meri, apa yang dilakukan NN tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang dialami NN. Sejak akhir tahun 2019, NN berkonflik dengan suaminya sehingga tidak lagi dinafkahi. Sementara itu, ia punya anak usia setahun dua bulan serta berbagai tanggungan lainnya. Karena beban ekonomi dan tidak cukupnya keterampilan dalam bekerja, NN akhirnya terjerumus dalam prostitusi daring.
Ditambahkan Meri, WCC Nurani Perempuan beserta lembaga swadaya masyarakat lainnya yang tergabung dalam koalisi Jaringan Peduli Perempuan Sumbar menggalang petisi untuk pembebasan NN. Desakan untuk membebaskan NN karena ia punya seorang anak balita. Koalisi itu khawatir dengan perkembangan anak NN yang saat ini dititipkan kepada tetangga.
“Perkembangan anaknya tidak akan baik ketika dititipkan kepada orang lain. Ini dasar kami meminta NN dibebaskan. Kami ingin NN tidak ditahan di polda tetapi bisa menjadi tahanan kota atau menjadi wajib lapor. Itu yang sebetulnya kami harapkan dengan petisi ini,” kata Meri.
Riefia Nadra, kuasa hukum tersangka NN dan AS, mengatakan, tim kuasa hukum sedang mendalami kasus ini untuk menyiapkan langkah hukum yang akan diambil.
Riefia menyayangkan cara-cara yang digunakan dalam pengungkapan kasus ini. NN mengaku, sebelum digerebek, laki-laki pemesan telah menggunakan jasanya. Kata Riefia, jika memang hendak memberantas prostitusi daring, pemesan tidak memakai jasa NN dulu.
Baca juga : Bongkar Sindikat Prostitusi Anak Lapis Atas
“Caranya tidak bagus. Ini tidak memberantas tetapi melegalkan (prostitusi daring). Dipakai dulu baru diberantas. Kalau bicara hukum, informasinya dari Andre Rosiade. Ia orang intelektual, harusnya caranya intelektual. Kenapa yang memakai ada hubungan dengan Andre? Itu yang sedang kami kejar,” kata Riefia.
Video pengrebekan itu diunggah di akun Instagram kabar_nagari dengan keterangan Andre Rosiade bersama Ditreskrimsus Polda Sumatera Barat melakukan pengungkapan kasus prostitusi online disebuah hotel di Kota Padang. Dalam penggerebekan tersebut ditemukan uang tunai dan alat pengaman (kondom). Dalam video Andre mengatakan ini adalah bukti bahwa di Padang ada prostitusi daring dan ini menjadi pelajaran bersama.
UU ITE
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, kasus prostitusi daring ini dalam proses melengkapi berkas. Polisi juga akan meminta keterangan saksi ahli, yaitu saksi ahli terkait informasi dan transaski elektronik atau ITE dan saksi ahli agama.
Menurut Satake, NN dan AS disangkakan telah melakukan praktik prostitusi daring. Keduanya dijerat dengan Pasal ITE Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE juncto Pasal 506 Kitab Udang-undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman dari kedua pasal itu masing-masing penjara enam tahun ke atas dan empat bulan.
“Perempuan (PSK turut dijerat) karena chatting dengan yang bersangkutan (mucikari). Salah satunya (isi pesan) meminta dicarikan pelanggan dan juga (mengirimkan konten) yang tidak perlu diekspos,” kata Satake.
Satake mengonfirmasi bahwa memang Andre yang melaporkan kasus ini kepada Polda Sumbar untuk ditindak. Ia pun berterima kasih kepada karena telah membantu polisi memberikan informasi terkait praktik prostitusi daring.
Terkait tindakan hukum terhadap pemesan PSK dan dugaan pemesan terkait dengan Andre, Satake enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan, polisi masih melakukan penyeledikan terhadap pemesan.
Satake juga mengatakan, “Waktu penggerebekan (pemesan) memang ada di lokasi.” Namun, ia tidak dapat menjawab kenapa polisi tidak ikut menangkap sang pemesan. “Tadi kan ada saya bilang, ini masih dalam proses penyelidikan.”
Orang dekat
Namun demikian Andre membantah jika dirinya dikaitkan dengan laki-laki yang memesan PSK dan dituduh sebagai orang yang memesan kamar hotel untuk transaksi prostitusi. Lelaki pemesan PSK disebut-sebut sebagai orang dekat Andre. Di media sosial dan sejumlah grup percakapan, tersebar bukti reservasi kamar atas nama Andre Rosiade.
Baca juga : Menyibak Prostitusi Daring di Manado
Menurut Andre, orang yang memesan PSK adalah masyarakat yang melapor kepadanya. Andre kemudian melaporkan informasi itu kepada polisi. “Saya kenal dengan masyarakat itu. Masyarakat kan berhak melaporkan. Memang ada salah masyarakat melaporkan?” kata Andre ketika dikonfirmasi.
Sementara itu, terkait reservasi kamar, Andre mengaku sudah melayangkan surat protes kepada pihak hotel. Ia tidak terima dan merasa didiskreditkan karena namanya dicantumkan dalam bukti reservasi kamar itu.
“Saya tidak pernah ke resepsionis, tidak pernah memesan kamar, dan tidak pernah berikan KTP saya. Bisa dilihat rekaman CCTV, kamar bukan saya memesan. PSK juga bukan saya memesan. Itu masyarakat yang memesan. Masyarakat melaporkan itu (ke saya, lalu saya laporkan) ke pihak kepolisian. OTT polisi bekerja sama dengan masyarakat,” kata Andre.
Andre pun merasa tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukannya. Apalagi kasus prostitusi daring yang dilaporkannya memang terbukti dalam operasi tangkap tangan polisi dan tersangka sudah ditangkap.
Politisi Partai Gerindra itu merasa aneh dengan viralnya kasus ini, Selasa (4/2) lalu. Padahal, pengungkapan prostitusi daring sudah terjadi sekitar sepuluh hari. Ia menduga ada pihak-pihak merasa citranya terganggu akibat pengungkapan praktik prostitusi daring di Padang atau tidak rela praktik ini diusik.
“Saya tidak rela saja kampung saya ada kejadian seperti ini (praktik prostitusi daring). Saya lahir dan besar di Padang, tiba-tiba ada kemaksiatan merajalela, masa saya disuruh diam sih?” ujarnya.
Perkenalan
Adapun AS, mucikari, menjelaskan, ia berkenalan dengan NN beberapa minggu terakhir melalui aplikasi MiChat. Perkenalan bermula dari AS yang memesan NN untuk jasa prostitusi. Setelah perkenalan tersebut, AS yang sehari-hari bekerja sebagai tukang angkat barang itu menawarkan untuk mencarikan tamu bagi NN.
Sejak dua minggu sebelum digerebek, pria lulusan SMA itu sudah delapan kali mendapatkan tamu untuk NN.
“Sambil iseng-iseng (saya tawarkan), mau dicarikan tamu?"
"Tidak usah lagi, saya bisa cari sendiri", jawab NN
"Tidak lama kemudian dia chat saya, minta bantuin dicarikan tamu," kata AS menirukan percakapan ia dan NN.
Sejak dua minggu sebelum digerebek, pria lulusan SMA itu sudah delapan kali mendapatkan tamu untuk NN.
Menurut AS, dalam menerima pesanan sebelum digerebek, ia menggunakan akun miliknya atas nama “Tari”. Lelaki pemesan atas nama Heri, seseorang yang tidak dikenalnya. Dalam transaksi ini, tamu menyediakan kamar dan bersedia membayar Rp 800.000. AS mendapatkan bagian Rp 200.000 atas transaksi itu meskipun tidak sempat menerima uang.
AS mengaku, sangat menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Ia mengaku, kapok dan tidak ingin mengulangi lagi. “Saya tidak tahu (bakal dijebak),” ujar AS.
Meskipun demikian, tetap saja perempuan yang menjadi korban atas penawaran yang dilakukan AS pada kliennya.