Jangan Biarkan Anak-anak Kami Belajar di Poskamling
Pembangunan gedung salah satu sekolah dasar di Yogyakarta tertunda berbulan-bulan akibat terbelit dugaan kasus korupsi. Murid sekolah itu pun terpaksa menumpang belajar di sekolah lain, bahkan hingga di poskamling.
Pembangunan gedung salah satu sekolah dasar di Yogyakarta tertunda berbulan-bulan akibat terbelit kasus dugaan korupsi. Murid-murid sekolah itu pun terpaksa menumpang di sekolah lain, bahkan sebagian mesti belajar di poskamling.
Belasan murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bangunrejo 2, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) duduk lesehan di bangunan pos keamanan lingkungan (poskamling) di dekat sekolah mereka, Kamis (6/2/2020) siang. Anak-anak itu bukan sedang nongkrong atau bersantai, melainkan tengah menyimak pelajaran yang disampaikan gurunya.
Siang itu, para murid kelas VI tersebut mengikuti jam pelajaran tambahan sebagai persiapan menghadapi ujian. Sejak pukul 10.00-11.30, mereka belajar materi tematik mengenai lingkungan, misalnya bagaimana menjaga kebersihan dan mengelola sampah. Di sela-sela pelajaran, kendaraan bermotor lalu-lalang di depan poskamling sehingga rentan membuat konsentrasi buyar.
Bangunan poskamling itu juga relatif sempit karena hanya memiliki ukuran 5 meter x 3 meter. Oleh karena itu, para murid harus berdesak-desakan dan sebagian mesti rela duduk di emperan bangunan. ”Sejak Januari lalu, kami terpaksa belajar di poskamling ini karena sudah tidak ada ruangan untuk belajar,” kata guru kelas VI SDN Bangunrejo 2, Sulastri (56).
Baca juga : Proyek Rehabilitasi Saluran Air Dihentikan Sementara
Sejak Februari 2019, gedung lama SDN Bangunrejo 2 telah dirobohkan karena sejumlah kerusakan. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta lalu berencana membangun gedung baru untuk sekolah yang berlokasi di Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, itu. Namun, pembangunan gedung baru itu tertunda berbulan-bulan.
Berdasarkan rencana awal, gedung baru SDN Bangunrejo 2 itu direncanakan dibangun pada pertengahan 2019. Namun, lelang proyek itu gagal di tengah jalan. Pembangunan gedung itu baru dimulai Januari 2020 setelah ada lelang ulang pada Desember 2019. Gedung baru itu diperkirakan baru selesai dalam waktu enam bulan ke depan.
Kepala SDN Bangunrejo 2 Subagya menuturkan, sejak gedung lama dirobohkan, kegiatan belajar-mengajar sekolah itu menumpang di SDN Bangunrejo 1 yang terletak persis di depan SDN Bangunrejo 2. Untuk menyiasati keterbatasan tempat, murid-murid kelas II hingga kelas VI SDN Bangunrejo 2 terpaksa masuk pada siang hingga sore hari.
Sementara itu, para murid kelas I SDN Bangunrejo 2 tetap masuk pada pagi hari. Namun, mereka belajar di ruangan perpustakaan yang disekat menjadi dua. ”Sebagian ruangan perpustakaan itu untuk belajar murid kelas I, sebagian lainnya untuk ruang guru. Jadi, para guru juga harus berdesak-desakan di ruangan yang sempit dan panas,” ujar Subagya.
Untuk menyiasati keterbatasan tempat, murid-murid kelas II hingga kelas VI SDN Bangunrejo 2 terpaksa masuk pada siang hingga sore hari.
Dengan kondisi itu, Subagya menyebut, kegiatan belajar-mengajar di SDN Bangunrejo 2 tidak kondusif. Apalagi, dari 81 murid sekolah, 69 anak di antaranya merupakan penyandang disabilitas karena SDN Bangunrejo 2 merupakan sekolah inklusi.
”Penundaan pembangunan ini jelas menghambat proses pendidikan yang berlangsung. Anak-anak dan guru-guru itu kan lebih suka kalau masuk sekolah pagi,” ungkap Subagya.
Keprihatinan serupa juga diungkapkan orangtua siswa SDN Bangunrejo 2, Nora Dwi Kusumastuti (44). Ia menuturkan, dirinya sangat prihatin melihat para murid terpaksa menumpang belajar di sekolah lain, bahkan di poskamling. Apalagi, anak Nora merupakan anak berkebutuhan khusus karena mengalami cerebral palsy.
”Sedih dan miris lihat mereka harus belajar di poskamling. Apalagi, anak saya ini, kan, berkebutuhan khusus,” tutur Nora.
Salah seorang siswa kelas VI SDN Bangunrejo 2, Ananda Firman (11), berharap bisa segera belajar tanpa harus menumpang di sekolah lain, apalagi di poskamling. ”Penginnya, sih, bisa belajar di kelas milik sekolah sendiri seperti dulu,” ujarnya.
Baca juga : Wali Kota Yogyakarta Disebut Terkait Pengaturan Proyek
Dugaan korupsi
Yang membuat kian miris, penundaan pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2 itu berkait dengan kasus dugaan korupsi. Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan kasus korupsi proyek saluran air hujan (SAH) di Yogyakarta, Rabu (5/2/2020), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta.
Terdakwa dalam sidang itu adalah Eka Safitra yang merupakan jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta serta Satriawan Sulaksono, jaksa di Kejari Surakarta. Eka dan Satriawan didakwa menerima suap dari pengusaha asal Solo, Gabriella Yuan Anna Kusuma, sebesar Rp 221.740.000. Suap itu diberikan agar perusahaan yang dibawa Gabriella memenangi lelang proyek rehabilitasi SAH di Jalan Supomo, Yogyakarta, dan beberapa jalan sekitarnya.
Pada 19 Agustus 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Eka, Satriawan, dan Gabriella. Ketiganya lalu dibawa ke meja hijau secara terpisah. Pada 16 Januari 2020, Gabriella telah divonis hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara itu, Eka dan Satriawan masih menjalani proses persidangan.
Dalam sidang pada Rabu lalu, terungkap bahwa Eka Safitra diduga ikut mengatur lelang proyek pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2. Berdasarkan data di situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Yogyakarta, proyek pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2 awalnya dilelang pada Mei 2019 dengan pagu anggaran Rp 4,15 miliar. Adapun yang mengajukan penawaran di lelang itu sebanyak 8 perusahaan.
Baca juga : KPK Didesak Ungkap Tuntas Kasus Suap Jaksa di Yogyakarta
Dugaan keterlibatan Eka dalam proyek itu antara lain disampaikan Sumardjoko, pengusaha konstruksi asal Solo, yang menjadi saksi dalam sidang pada Rabu lalu. Sumardjoko mengatakan, dirinya diperkenalkan kepada Eka oleh Satriawan Sulaksono pada Maret 2019. “Kalau dengan Pak Satriawan, saya kenal sejak tahun 2011 karena dia kan jaksa di Solo,” ujarnya saat memberi kesaksian.
Sumardjoko menambahkan, kepada dirinya, Eka menawarkan sejumlah proyek di Yogyakarta untuk diikuti. Saat itu, Eka menjadi anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejari Yogyakarta sehingga memiliki informasi mengenai sejumlah proyek di Yogyakarta. Sumardjoko lalu memilih mengikuti lelang proyek SDN Bangunrejo 2.
Untuk mengikuti lelang itu, Sumardjoko meminjam perusahaan milik temannya, yakni PT Indo Surya Const. Sumardjoko juga mengaku dimintai uang Rp 10 juta oleh Eka agar perusahaan itu bisa menang lelang. Sumardjoko lalu menyerahkan uang itu melalui Satriawan. “Yang minta itu Pak Eka, tapi saya menyerahkan melalui Pak Satriawan. Besarnya Rp 10 juta,” katanya.
Namun, berdasarkan hasil evaluasi, kelompok kerja (pokja) atau panitia lelang proyek SDN Bangunrejo 2 menetapkan perusahaan lain sebagai pemenang proyek tersebut. Adapun PT Indo Surya Const berada di peringkat kedua sehingga tidak memenangi lelang tersebut.
Sumardjoko juga mengaku dimintai uang Rp 10 juta oleh Eka agar perusahaan itu bisa menang lelang.
Sanggahan
Dalam kesaksian di sidang, Kepala Seksi Pembangunan Gedung Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Fakhrul Nur Cahyanto mengatakan, penetapan pemenang proyek itu seharusnya dilakukan pada 14 Juni 2019. Namun, sebelum penetapan pemenang dilakukan, ada sanggahan yang masuk.
Sanggahan itu masuk dalam bentuk dokumen fisik ke Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Sekretariat Daerah Kota Yogyakarta. Akan tetapi, karena dokumen sanggahan itu tidak dimasukkan melalui sistem LPSE, sanggahan tersebut dianggap tidak sah.
”Surat sanggah itu bentuknya hard copy, bukan lewat sistem. Oleh karena itu, proses lelang jalan terus dan sanggahan itu oleh pokja tidak dianggap,” kata Fakhrul yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek SDN Bangunrejo 2.
Namun, Fakhrul menuturkan, Eka sebagai anggota TP4D lalu datang ke kantor BLP untuk membahas sanggahan tersebut. Dalam pertemuan itu, Eka menyampaikan masalah yang bisa membatalkan hasil lelang SDN Bangunrejo 2. ”Menurut Pak Eka, ada hal yang bisa menggugurkan calon pemenang lelang,” ujar Fakhrul.
Baca juga : Wali Kota Yogyakarta Sudah Diperiksa KPK
Jika calon pemenang itu digugurkan, maka PT Indo Surya Const yang dibawa Sumardjoko berpotensi memenangi lelang. Meski begitu, pokja lelang SDN Bangunrejo 2 tidak mau mengubah hasil lelang. Di sisi lain, Eka tetap keberatan dengan hasil lelang.
Menurut Fakhrul, Eka juga sempat menyatakan bahwa jika ada masalah, PPK proyek tersebut harus bertanggung jawab. Mendengar pernyataan itu, Fakhrul selaku PPK tidak berani mengesahkan hasil lelang lalu meminta pendapat sejumlah pihak.
Dinas PUPKP Kota Yogyakarta memutuskan pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2 gagal lelang. Kondisi itulah yang membuat pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2 tertunda berbulan-bulan.
Pada akhirnya, Dinas PUPKP Kota Yogyakarta memutuskan pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2 dinyatakan gagal lelang. Kondisi itulah yang membuat pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2 tertunda berbulan-bulan.
Menanggapi kesaksian itu, kuasa hukum Eka Safitra, Richard Valentino Tomasoa, mengatakan, Eka tidak berupaya memenangkan perusahaan tertentu dalam lelang pembangunan gedung SDN Bangunrejo 2. Richard menyebut, Eka hanya meminta lelang proyek itu memasukkan syarat sertifikat sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) sesuai regulasi yang berlaku.
Baca juga : Dua Jaksa Didakwa Terima Suap Rp 221 Juta
Selain itu, menurut Richard, Eka juga menyarankan agar sanggahan terkait lelang proyek tersebut diperhatikan. Meski demikian, Richard mengakui adanya pemberian uang Rp 10 juta dari Sumardjoko pada Eka. ”Tapi, uang itu enggak ada pengaruh ke lelang,” ujar Richard.
Jaksa penuntut umum KPK Luki Dwi Nugroho mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, memang muncul dugaan Eka Safitra ikut terlibat dalam lelang proyek SDN Bangunrejo 2. Namun, Luki mengatakan, pihaknya masih fokus membuktikan keterlibatan Eka dalam kasus korupsi proyek SAH di Jalan Supomo dan sekitarnya.
”Kalau dalam fakta persidangan, terungkap proyek itu (SDN Bangunrejo 2) ternyata melibatkan peran dari Pak Eka juga. Cuma yang kami ungkap di sini kan proyek SAH Supomo. Jadi, meskipun terungkap ada proyek lain, kami hanya fokus pada proyek Supomo untuk pembuktian dakwaan kita,” ujar Luki.
Apabila ada alat bukti yang memadai, tidak menutup kemungkinan KPK akan mendalami dugaan korupsi di proyek SDN Bangunrejo 2. (Luki Dwi Nugroho-Jaksa KPK)
Meski begitu, Luki menyebut, apabila ada alat bukti yang memadai, tidak menutup kemungkinan KPK akan mendalami dugaan korupsi di proyek SDN Bangunrejo 2.
”Kalau alat buktinya memadai dan keterangan yang mendukung bisa ditindaklanjuti penyidik, saya kira enggak menutup kemungkinan. Tapi kalau saya, kan, belum bisa menjawab karena terlalu prematur dan belum dalam kapasitas saya,” ungkapnya.
Baca juga : Penyuap Jaksa di Yogyakarta Dihukum 1,5 Tahun Penjara
Tempat layak
Selain persoalan penegakan hukum dugaan korupsi, masalah lain yang harus dipikirkan adalah bagaimana para murid SDN Bangunrejo 2 bisa secepatnya mendapatkan tempat dan fasilitas layak untuk belajar.
Anggota Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba, mendesak Pemkot Yogyakarta menyediakan tempat dan fasilitas yang lebih memadai untuk kegiatan belajar-mengajar murid SDN Bangunrejo 2. Ia mengingatkan, para murid itu seharusnya tak dibiarkan belajar di tempat yang tak layak seperti poskamling.
”Harus ada tempat dan fasilitas yang lebih layak untuk para murid itu. Apalagi, Yogyakarta kan dikenal sebagai kota pendidikan,” ungkap Baharuddin.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Dedi Budiono menyatakan, untuk sementara, para murid SDN Bangunrejo 2 memang menumpang belajar di ruangan milik SDN Bangunrejo 1. Agar ruangan yang ada mencukupi, para murid SDN Bangunrejo 2 mulai belajar pada siang hari. ”Setahun kemarin, hal ini sudah berjalan efektif,” katanya.
Baca juga : Menanam Jagung di Proyek Mangkrak
[embed]https://youtu.be/fIXLcaU90vI[/embed]
Terkait adanya murid yang belajar di poskamling, Dedi menyebut, para murid tersebut hanya mengikuti jam pelajaran tambahan, bukan reguler. Meski begitu, Dedi menuturkan, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta akan melakukan evaluasi terkait kondisi tersebut. ”Dengan kondisi seperti ini, nanti kami evaluasi,” ucapnya.
Dedi memaparkan, untuk menyelesaikan masalah tersebut, ada dua kemungkinan solusi. Pertama, menggabungkan rombongan belajar atau kelas di SDN Bangunrejo 2 dengan SDN Bangunrejo 1. Dengan begitu, para murid kedua sekolah bisa belajar dalam satu kelas.
”Tapi, kan, masalahnya di situ masih ada dua manajemen sekolah. Selain itu, dari masyarakat (orangtua murid) ada keinginan agar dua sekolah itu tetap dipisah karena SDN Bangunrejo 2 merupakan sekolah inklusi,” ungkap Dedi.
Baca juga : Suap terhadap Jaksa Terkait TP4D
Sementara itu, kemungkinan kedua adalah menyewakan tempat baru guna menampung kegiatan belajar-mengajar SDN Bangunrejo 2 untuk sementara. Namun, menurut Dedi, mencari tempat baru yang memadai untuk kegiatan belajar-mengajar juga tidak mudah. Terlebih, tempat baru itu idealnya berlokasi tak jauh dari gedung lama SDN Bangunrejo 2.
”Lokasinya tidak bisa jauh dari situ karena anak-anak itu, kan, domisilinya di sekitar daerah itu. Makanya nanti kami evaluasi dan lakukan rapat koordinasi,” ungkap Dedi.
Apa pun pilihannya, solusi yang diambil Pemkot Yogyakarta diharapkan bisa mengatasi persoalan ini secara cepat. Tidak semestinya para siswa dipaksa belajar dalam kondisi tak nyaman, berdesak-desakan, bahkan hingga di poskamling dalam waktu lama.