Pembersihan Eceng Gondok Awali Revitalisasi Danau Tondano
›
Pembersihan Eceng Gondok Awali...
Iklan
Pembersihan Eceng Gondok Awali Revitalisasi Danau Tondano
Revitalisasi Danau Tondano mulai dilakukan dengan membersihkan eceng gondok yang menutupi sebagian besar wilayah danau. Namun, upaya ini belum diiringi pencegahan agar tanaman gulma itu tidak tumbuh kembali.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MINAHASA, KOMPAS — Jajaran Pemerintah Kabupaten Minahasa dan Provinsi Sulawesi Utara memulai langkah awal revitalisasi Danau Tondano dengan membersihkan eceng gondok yang menutupi sebagian besar wilayah danau. Namun, upaya ini belum diiringi pencegahan agar tanaman gulma itu tidak tumbuh kembali.
Pembersihan eceng gondok di tepi Danau Tondano di Kelurahan Tonsaru, Tondano Selatan, pada Jumat (7/2/2020), telah memasuki pekan kelima. Lima ekskavator dikerahkan mengeruk lumpur dan eceng gondok, dibantu sebuah kapal keruk amfibi untuk mendorong eceng gondok serta sebuah penyaring sampah (trash rake).
Berbagai institusi, seperti Pemkab Minahasa, Pemprov Sulut, TNI, dan badan usaha milik negara, serta warga turut terlibat membersihkan eceng gondok di 194 titik di 27 desa dan kelurahan. Semuanya terbagi dalam tujuh kecamatan, yaitu Tondano Barat, Tondano Selatan, Tondano Timur, Remboken, Eris, Kakas, dan Kakas Barat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Minahasa Vicky Kaloh mengatakan, 315,25 hektar dari total 4.278 hektar luas danau tertutup eceng gondok. Sejauh ini, 15-20 hektar permukaan danau telah bebas dari eceng gondok.
Penyebab tumbuhnya eceng gondok secara berlebihan adalah eutrofikasi, yaitu adanya kandungan unsur hara yang sangat tinggi di danau. ”Ini disebabkan pakan ikan berlebihan di wilayah keramba jaring apung di danau sehingga eceng gondok tumbuh subur,” katanya.
Selain itu, eceng gondok juga menyebabkan masalah turunan berupa pendangkalan danau. Pada tahun 1940, kedalaman Danau Tondano mencapai 43 meter, tetapi kini hanya tersisa 14 meter. Pendangkalan juga dipicu laju sedimentasi 47 sentimeter per tahun dari 38 sungai yang bermuara di sana.
Danau Tondano ditetapkan menjadi danau kritis yang revitalisasinya diprioritaskan. Karena itu, kata Vicky, Pemkab Minahasa menggelontorkan Rp 6,6 miliar dari APBD untuk kebutuhan operasional pembersihan eceng gondok. Pemprov Sulut menopang pendanaan Rp 20 miliar dari APBD. Sebagian dana juga didatangkan dari BUMN dan BUMD.
Revitalisasi, kata Vicky, mendesak karena Danau Tondano berperan dalam beragam sektor kehidupan masyarakat. Badan Pusat Statistik Minahasa mencatat, hasil perikanan budidaya keramba jaring apung dari Danau Tondano mencapai 2.009 ton selama 2018. Danau Tondano juga menjadi sumber tenaga pembangkit listrik untuk melayani 26.000 pelanggan di sejumlah kota dan kabupaten di Sulut.
Manajer Unit Pelayanan Pengendalian Pembangkitan Minahasa PT PLN Andreas Arthur Napitupulu mengatakan, aliran dari outlet Danau Tondano mengaliri tiga stasiun pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Ketiganya adalah pembangkit Tonsea Lama, Tanggari I, dan Tanggari II. Total daya yang dihasilkan mencapai 47 megawatt.
Akan tetapi, keberadaan eceng gondok menghambat debit air sungai yang dibutuhkan pembangkit. ”Tinggi air dari dasar sungai setidaknya harus 270 milimeter ketika melalui PLTA. Kalau kurang dari itu, daya kami tidak bisa maksimal,” kata Andreas.
Menurut dia, pembersihan adalah langkah tepat, tetapi diperlukan juga langkah preventif. Sebab, eceng gondok dapat tumbuh dalam waktu relatif cepat, yaitu 14 hari.
”Kalau dibersihkan terus, tetapi tidak ada langkah pencegahan, eceng gondok akan tumbuh lagi. Jadi, harus dipikirkan, mungkin pertumbuhan eceng gondok dapat dicegah secara kimia atau segera dimanfaatkan menjadi pupuk atau pakan ternak,” ujarnya.
Di lain pihak, nelayan keramba jaring apung telah mengerti, eceng gondok tumbuh cepat karena penggunaan pakan ikan. Namun, mereka kesulitan mengurangi pemberian pakan ikan.
Feri Siwi (51), pembudidaya ikan mujair dan ikan mas di Kelurahan Urongo, Tondano Selatan, mengatakan, dalam sehari setidaknya dibutuhkan satu karung pakan berisi 50 kilogram. ”Sehari harus kasih makan tiga sampai empat kali. Tidak bisa kurang karena harus panen tiap tiga bulan,” katanya.
Ardi Mailangkay (57), pembudidaya ikan lain, mengatakan, eceng gondok tumbuh dengan cepat di sekitar kerambanya. Masyarakat berinisiatif menjadikannya bahan kerajinan dan pupuk kompos. ”Tetapi tidak berlanjut, soalnya kurang modal,” ucapnya.
Sementara itu, Komandan Kodim 1302/Merdeka Letnan Kolonel Slamet Raharjo mengatakan, 60-100 personel TNI dikerahkan untuk mengangkat eceng gondok setiap hari. Selama tiga pekan, wilayah Tonsaru menjadi pusat kerja mereka. Meski berlangsung lancar, ia menilai koordinasi dengan masyarakat masih kurang.
”Sebagian masyarakat pesimistis eceng gondok ini bisa hilang, tetapi kami tetap harus mendorong mereka dengan memberi contoh,” katanya.
Sebagian masyarakat pesimistis eceng gondok ini bisa hilang, tetapi kami tetap harus mendorong mereka dengan memberi contoh.
Siapkan aturan
Sebagai bagian dari revitalisasi, Vicky mengatakan, Pemkab telah menyiapkan peraturan daerah soal zonasi Danau Tondano. Nantinya akan dipetakan lokasi khusus budidaya, wisata, dan berbagai bidang usaha lain.
”Dokumen sudah disusun sejak 2019. Target kami akan selesai pada 2020. Nanti akan diatur lokasi keramba jaring apung di tiap kecamatan. Jenis jaringnya juga akan diatur oleh perda itu,” kata Vicky.
Sebelumnya, Kepala Seksi Perencanaan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) I Rheky Lontoh mengatakan, pihaknya telah merencanakan pembangunan sempadan danau di tiga segmen, yaitu Segmen Tolour dan Segmen Eris di tepi utara danau serta Segmen Kakas di selatan. Permukiman di daerah sempadan pun akan diatur menjadi lebih baik.