Penciptaan ekosistem antikorupsi melalui penegakan hukum dan pencegahan sistemik penting dilakukan untuk mendukung terpenuhinya lima program pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS— Kepastian hukum yang menjadi dasar bagi tercapainya lima program prioritas pemerintah tidak dapat dilepaskan dari penciptaan ekosistem antikorupsi. Ekosistem semacam itu akan memudahkan terjadinya transformasi ekonomi, terutama apabila disertai dengan transparansi dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih.
Korupsi, menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril, selama ini menjadi salah satu penghambat ekonomi karena tindakan itu memicu ekonomi berbiaya tinggi dan melemahkan daya saing. Selain itu, terus terjadinya korupsi tanpa ada kepastian hukum dalam pemberantasannya juga menciptakan keraguan di benak investor saat akan menanamkan modalnya di Tanah Air. Penciptaan ekosistem antikorupsi melalui penegakan hukum dan pencegahan sistemik menjadi bagian dari upaya penting aspek kepastian hukum yang harus dijalani untuk memenuhi lima program pemerintah.
Adapun yang dimaksud ekosistem antikorupsi meliputi sistem kerja, budaya, regulasi, dan tata kelola yang tidak memberi ruang pada perilaku korup.
Oce mengatakan, kepastian hukum dalam pemberantasan korupsi bahkan memengaruhi semua lima target atau program pemerintahan, yakni pembangunan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, debirokrasi, deregulasi, dan transformasi ekonomi.
”Munculnya ekonomi biaya tinggi, misalnya, karena pelaku bisnis harus berhubungan dengan birokrasi dan perizinan yang sarat dengan pungutan liar (pungli). Pelayanan publik yang tidak efektif ini juga korupsi dan ketiadaan kepastian pelayanan yang baik tersebut memicu keengganan investor atau pebisnis,” kata Oce, Jumat (7/2/2020), saat dihubungi dari Jakarta.
Dari sisi birokrasi, sistem antikorupsi menjadi salah satu cara untuk menjamin birokrasi bebas pungli. Demikian pula dalam transparansi anggaran infrastruktur dan proyek-proyek penting lainnya yang terkait dengan kepentingan rakyat banyak. Semua upaya itu, menurut Oce, bisa dilakukan dengan penguatan kelembagaan di kementerian/lembaga dan penegak hukum.
Selain itu, aturan mengenai korupsi di sektor swasta juga belum ada di Indonesia. Undang-undang khusus mengenai ini sangat penting karena akan memberi kepastian hukum bagi korupsi di lingkungan swasta, tak hanya yang melibatkan penyelenggara negara.
”100 hari pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin belum menunjukkan fokus yang jelas dan apa langkah konkret mereka untuk mencapai lima program tersebut. Isu yang muncul baru soal omnibus law, tetapi aturan hukum itu pun lebih banyak bicara soal kemudahan investasi dan ekonomi, dan belum tentu menghadirkan kepastian hukum,” paparnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri menyampaikan, dalam menjamin kepastian hukum, pihaknya mengacu pada Pasal 6 dan Pasal 7 UU KPK. Pihaknya juga terus mengkaji usulan merevisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memasukkan sejumlah ketentuan yang belum diatur, yaitu korupsi sektor swasta, kejahatan lintas negara, kekayaan tidak wajar, serta perdagangan pengaruh.
Tata kelola pemerintahan
Direktur eksekutif Publish What You Pay Indonesia (PWYPI) Maryati Abdullah mengatakan, pencapaian lima program pemerintah tersebut sangat bergantung pada tata kelola pemerintahan yang baik(good governance). ”Transparansi dan antikorupsi merupakan ekosistem yang harus dibangun jika ingin melakukan transformasi ekonomi. Terkait perizinan, misalnya, harus jelas mekanismenya dan perlu ada keterbukaan siapa pembuat kebijakan itu dan harus dipastikan pembuatnya bukanlah pelaku bisnis karena rentan konflik kepentingan,” tuturnya.
Kepastian hukum, menurut Maryati, bukan hanya diwujudkan melalui omnibus law, melainkan juga dengan menguatkan kelembagaan penegak hukum yang menangani korupsi. (REK/SHR)