Inggris Mengajak Indonesia Meningkatkan Ambisi Penurunan Emisi
›
Inggris Mengajak Indonesia...
Iklan
Inggris Mengajak Indonesia Meningkatkan Ambisi Penurunan Emisi
Pemerintah Inggris sebagai tuan rumah Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim ke-26 mengajak semua negara, termasuk Indonesia, meningkatkan ambisi penurunan emisi nasional guna mengerem laju perubahan iklim.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Laju perubahan iklim dan dampaknya dipastikan menguat, kecuali kita berhasil mengerem peningkatan emisi karbon. Pemerintah Inggris yang menjadi tuan rumah Konfrensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim ke-26 berharap semua negara meningkatkan ambisi penurunan emisi nasionalnya guna mengerem laju perubahan iklim, termasuk Indonesia.
Inggris merupakan salah satu negara yang pertama menulis target emisi karbon "net zero" ke dalam undang-undang. "Kami mendorong lebih banyak negara untuk mengikuti jejak kami," sebut Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins, dalam pernyataan tertulis, Jumat (7/2/2020).
Untuk menyukseskan Konferensi Para Pihak atau Conference of the Parties (COP) tentang Perubahan Iklim ke-26 yang akan digelar di Glasgow, Inggris, pada November 2020 mendatang, Pemerintah Inggris menetapkan “Year of Climate Action” atau Tahun Aksi Iklim. Itu bertujuan mengajak semua negara untuk meningkatkan ambisi penurunan emisi, seperti dipraktikkan Inggris.
Kami mendorong lebih banyak negara untuk mengikuti jejak kami.
Terkait hal ini, Utusan Inggris untuk COP26, John Murton berkunjung ke Jakarta minggu ini untuk bertemu dengan perwakilan pemerintah Indonesia, pelaku bisnis, serta para anggota lembaga swadaya masyarakat membahas poin-poin yang bisa dicapai pada kerja sama Inggris dan Indonesia dalam sektor ini.
Dalam pertemuan dengan perwakilan sejumlah media, termasuk Kompas, di Kediaman Duta Besar Inggris, Kamis (6/2/2020), John Murton menekankan pentingnya dukungan semua pihak memitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. Dia juga memaparkan pengalaman Inggris dalam mencapai target emisi karbon "net zero", terutama dari sektor transisi energi terbarukan.
Dalam COP26 mendatang, Pemerintah Inggris menargetkan membantu masyarakat global mempersiapkan diri lebih baik terhadap dampak perubahan iklim. Untuk itu, perlu perubahan dalam adaptasi dan investasi ketahanan, asuransi dan keahlian, khususnya bagi negara-negara yang berisiko tinggi.
Target berikutnya adalah melindungi dan memulihkan habitat dan ekosistem alami pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu dinilai amat penting dalam menjaga iklim, udara, air, dan cara hidup kita untuk generasi mendatang.
Selain itu, peluang besar energi baru terbarukan harus bisa dimanfaatkan semua negara dengan memercepat fase transisi dari batu bara, bensin dan diesel. Untuk melakukan itu, kita harus membawa transformasi hijau dari sistem keuangan.
Langkah ini akan memberikan semua negara akses ke investasi yang mereka butuhkan untuk mendanai proyek-proyek yang dirancang untuk meningkatkan ketahanan mereka dan memperkuat pergeseran mereka ke pertumbuhan bersih.
"Ekonomi energi telah bergeser dalam mendukung energi baru terbarukan baik dalam biaya dan hal keuangan yang tersedia. Tenaga surya dan angin semakin murah dibandingkan batubara," kata Owen Jenkins.
Dalam pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong di sela-sela COP25 di Madrid, delegasi Inggris yang dipimpin Claire O\'Neil Perry juga telah menawarkan bantuan teknis dan keuangan ke Indonesia untuk merestorasi gambut dan melakukan transisi energi dari batu bara ke energi terbarukan.
Emisi di Indonesia
Transformasi energi fosil ke energi terbarukan dianggap menjadi kunci penting untuk menekan tren peningkatan emisi gas rumah kaca. Namun, penggunaan sektor energi berbasis batubara secara global, termasuk di Indonesia, masih sangat tinggi.
Laporan Yearbook of Global Climate Action 2019 menyebutkan, energi terbarukan menyumbang 17,5 persen dari total konsumsi energi global pada 2016. Pada 2018, sekitar 25 persen dari energi global menggunakan energi terbarukan. Peningkatan penggunaan energi terbarukan pada 2018 bisa mencegah penambahan 215 juta ton emisi karbon.
Namun, peningkatan ini dinilai belum memadai. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyarankan penggunaan energi terbarukan harus ditingkatkan hingga 80 persen pada 2050 untuk menekan kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat celsius.
Berdasarkan target nasional penurunan emisi (NDC/Nationally Determined Contributions) Indonesia, penyumbang emisi karbon terbesar adalah sektor hutan (47,8 persen) dan energi (34,9 persen).
Mengacu kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, pembangunan rendah karbon, terutama di sektor energi, sebenarnya berpeluang meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia 6 persen dan membuka peluang pekerjaan baru 15,3 persen pada 2045. Selain memperbaiki mutu lingkungan, pembangunan rendah emisi akan menambah PDB Indonesia 5,4 triliun dollar AS pada 2045 dan mengurangi kematian dini 40.000 orang.