Keterlibatan Swasta di Daerah Terpencil Diperlukan
›
Keterlibatan Swasta di Daerah ...
Iklan
Keterlibatan Swasta di Daerah Terpencil Diperlukan
Peluang bagi swasta untuk terlibat dalam program kelistrikan terbuka. Namun, khusus untuk wilayah terpencil, insentif mesti disiapkan agar swasta mau terlibat.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membuka peluang bagi swasta untuk membangun pembangkit listrik dan jaringan transmisi di wilayah terpencil. Kemampuan pendanaan pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang terbatas membuat keterlibatan swasta diperlukan. Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi 100 persen pada tahun ini.
Dalam siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (6/2/2020), dukungan pihak swasta untuk melistriki daerah terpencil di Indonesia sangat penting. Berdasarkan hitungan pemerintah, investasi yang diperlukan untuk memenuhi rasio elektrifikasi 100 persen adalah Rp 10,7 triliun. Saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia sebesar 98,89 persen.
”Cukup banyak pihak yang berpengalaman melistriki daerah tertinggal, misalnya investor dari Amerika Selatan atau Afrika,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Triharyo Soesilo.
Menurut Triharyo, skema yang memungkinkan untuk pengembangan listrik di daerah terpencil adalah dengan memanfaatkan dana desa yang dikelola badan usaha milik desa (Bumdes). Bumdes bisa menggandeng swasta untuk membangun pembangkit listrik berikut jaringannya di wilayah tersebut. Pendanaan pemerintah atau PLN yang terbatas akan terbantu lewat keterlibatan swasta.
Kapasitas terpasang listrik oleh PLN saat ini sebesar 61.327 megawatt (MW) dengan panjang transmisi mencapai 56.899 kilometer sirkuit (kms). Sampai 2028 nanti, PLN bersama swasta sedang melaksanakan sejumlah proyek untuk kapasitas terpasang listrik sebesar 56.397 MW dan jaringan transmisi sepanjang 57.293 kms. Penambahan kapasitas terpasang listrik tersebut sudah memasukkan megaproyek 35.000 MW.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa mengatakan, secara formal, swasta sangat memungkinkan terlibat dalam pengembangan listrik di wilayah terpencil. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan memberi ruang bagi BUMN, BUMD, swasta, atau koperasi untuk berpartisipasi dalam usaha penyediaan listrik sepanjang mendapat wilayah usaha dari pemerintah. Apabila mendapat wilayah usaha, para pihak tersebut dapat membangun pembangkit listrik dan menjual tenaga listrik kepada konsumen.
”Apabila swasta terlibat dalam penyediaan listrik di daerah terpencil, beban PLN semakin ringan. PLN tak perlu lagi mengeluarkan investasi yang mahal dan dampaknya bakal positif bagi kinerja keuangan mereka,” ujar Fabby saat dihubungi pada Jumat (7/2/2020) di Jakarta.
Hanya saja, lanjut Fabby, pemerintah perlu memberikan insentif bagi swasta yang terlibat pengembangan tenaga listrik di wilayah terpencil. Pasalnya, biaya produksi tenaga listrik di wilayah terpencil lebih tinggi dari rata-rata biaya produksi listrik nasional. Apalagi, tarif listrik untuk masyarakat tidak mampu dijual sangat murah dengan harga subsidi, yaitu Rp 415 per kilowatt jam (kWh) untuk pelanggan rumah tangga golongan 450 volt ampere.
”Insentifitu bisa saja berupa kemudahan perizinan atau insentif fiskal lainnya,” kata Fabby.
Sebelumnya, PLN siap mengganti sejumlah pembangkit listrik di wilayah terpencil yang masih menggunakan bahan bakar solar dengan gas alam cair (LNG). Tercatat ada 52 pembangkit listrik yang akan menggunakan LNG sebagai sumber energi. Total kapasitas pembangkit tersebut mencapai 1.697 megawatt dengan kebutuhan gas diperkirakan 166,98 miliar british thermal unit per hari (BBTUD).
”Kebutuhan bahan bakar minyak PLN untuk pembangkit sekitar 2,6 juta kiloliter per tahun dan sebagian harus diimpor. Tentu ini berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan kita. Oleh karena itu, kami berkomitmen pada masa mendatang semua pembangkit berbahan bakar minyak diganti dengan gas yang sumber dayanya cukup melimpah di dalam negeri,” ujar Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menunjuk PT Pertamina (Persero) untuk memasok dan membangun infrastruktur LNG untuk penyediaan tenaga listrik PLN. PLN diminta membeli LNG yang dipasok Pertamina untuk kebutuhan sumber energi pembangkit listrik. Penunjukan tersebut dalam rangka program konversi bahan bakar minyak pembangkit listrik ke LNG.