Libatkan Swasta Nasional dalam Pengembangan Elektrifikasi
›
Libatkan Swasta Nasional dalam...
Iklan
Libatkan Swasta Nasional dalam Pengembangan Elektrifikasi
Rasio elektrifikasi yang 98,89 persen akan ditingkatkan menjadi 100 persen pada tahun ini. Pengembang listrik swasta nasional bisa diberi ruang agar turut berperan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta melibatkan pihak swasta nasional dalam pengembangan elektrifikasi di wilayah terpencil. Keterbatasan dana pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) membuat dukungan swasta untuk membiayai proyek elektrifikasi dibutuhkan.
Apalagi, tahun ini pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi 100 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air Riza Husni mengatakan, pengembang listrik swasta nasional cukup mampu berpartisipasi dalam proyek elektrifikasi di wilayah terpencil. Namun, harus ada ruang kemudahan dari pemerintah bagi pengusaha swasta nasional. Salah satunya, kemudahan perizinan.
”Untuk proyek pembangkit skala kecil di wilayah terpencil, sebaiknya prioritaskan pengembang swasta nasional untuk berpartisipasi. Pemerintah harus memberi ruang untuk pertumbuhan energi terbarukan di wilayah tersebut,” tutur Riza, Jumat (7/2/2020), di Jakarta.
Dalam keterangan resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dukungan pihak swasta untuk melistriki daerah terpencil di Indonesia sangat penting. Berdasarkan perhitungan pemerintah, investasi untuk memenuhi rasio elektrifikasi 100 persen sebesar Rp 10,7 triliun. Saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia sebesar 98,89 persen.
”Cukup banyak pihak yang berpengalaman melistriki daerah tertinggal, misalnya investor dari Amerika Selatan atau Afrika,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Triharyo Soesilo.
Menurut Triharyo, skema yang memungkinkan pengembangan listrik di daerah terpencil adalah memanfaatkan dana desa yang dikelola badan usaha milik desa. Badan usaha milik desa bisa menggandeng swasta untuk membangun pembangkit listrik berikut jaringannya di wilayah tersebut. Dana pemerintah atau PLN yang terbatas akan terbantu melalui keterlibatan swasta.
Pertimbangkan potensi
Untuk pengembangan listrik di wilayah terpencil, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa, rencana tersebut sebaiknya mempertimbangkan potensi lokal yang ada. Potensi lokal yang dimaksud adalah sumber energi terbarukan dari tenaga hidro, bayu, biomassa, surya, atau panas bumi. Selain lebih efektif, pemanfaatan energi terbarukan dari potensi lokal sejalan dengan cita-cita mengurangi emisi dari sumber energi kotor, seperti batubara dan minyak bumi.
”Hanya saja, tetap diperlukan kebijakan yang ramah bagi investasi. Sebagai contoh, tahun lalu Vietnam berhasil merealisasikan pembangkit listrik tenaga surya 4.500 megawatt dalam setahun dan akan dinaikkan menjadi 10.000 megawatt tahun ini. Hal itu disebabkan faktor kebijakan pemerintahnya yang sangat mendukung pengembangan potensi energi terbarukan,” kata Fabby.
Salah satu aturan yang dianggap menghambat pengembangan energi terbarukan adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang mencabut skema feed in tariff dan menetapkan harga jual listrik energi terbarukan berdasarkan biaya pokok pembangkitan listrik setempat. Skema feed in tariff adalah biaya patokan pembelian tenaga listrik berdasarkan biaya produksi listrik dari energi terbarukan.
Aturan itu dipandang menyulitkan pengembang listrik swasta nasional dalam skala kecil lantaran kemampuan finansial mereka terbatas. Namun, pemerintah menyiapkan perbaikan atas aturan tersebut yang hendak diwujudkan lewat penerbitan peraturan presiden, yang saat ini dalam proses penyusunan.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah membagikan panel tenaga surya dan lampu tenaga surya hemat energi di wilayah terpencil yang sama sekali belum terjangkau jaringan listrik PLN. Pada 2019, sebanyak 110.668 paket berisi panel surya dan lampu tenaga surya dibagikan di 22 provinsi. Sejak 2017 sudah dibagikan 363.220 paket di sejumlah wilayah di Indonesia.
Selain itu, PLN berencana mengganti sejumlah pembangkit listrik di wilayah terpencil yang masih menggunakan bahan bakar solar dengan gas alam cair (LNG). Ada 52 pembangkit listrik yang akan menggunakan LNG sebagai sumber energi. Total kapasitas pembangkit tersebut 1.697 megawatt dengan kebutuhan gas diperkirakan 166,98 miliar british thermal unit per hari (BBTUD). Rencana ini ditargetkan rampung dalam dua tahun mendatang.