Media konvensional harus segera beradaptasi di era digital. Adaptasi penting agar bisa tetap eksis di era ini.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Media massa konvensional dituntut beradaptasi dengan perubahan yang berlangsung begitu cepat di era digital. Kemampuan beradaptasi sangat diperlukan agar media massa konvensional bisa terus tumbuh dan berkembang.
Pandangan itu mengemuka dalam Konvensi Nasional Media Massa dengan tema ”Daya Hidup Media Massa di Era Disrupsi, Tata Kelola seperti Apa yang Dibutuhkan?” di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (8/2/2020). Konvensi Nasional Media Massa digelar dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional 2020.
Chairman CT Corp Chairul Tanjung mengatakan, media konvensional sekarang harus bersaing dengan media digital yang lebih cepat memberikan informasi. Media digital itu sering kali bukan hanya sebagai pemberi informasi, melainkan juga bisa melakukan hal-hal lain sehingga merebut pasar media konvensional.
”Perusahaan-perusahaan besar dunia saat ini, seperti Amazon, Facebook, dan Google, pada dasarnya bukanlah perusahaan media. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut sudah mengambil kue iklan yang jauh lebih besar dari perusahaan media,” katanya.
Menurut Chairul, pesaing perusahaan media saat ini bukanlah sesama perusahaan media. Pesaing sebenarnya mengarah pada perusahaan-perusahaan yang bukan perusahaan media, tetapi menguasai informasi dan teknologi digital. ”Sekarang banyak media yang dikelola oleh individu, tetapi penontonnya bisa lebih banyak dari media konvensional,” ujarnya.
Perusahaan-perusahaan besar dunia saat ini, seperti Amazon, Facebook, dan Google, pada dasarnya bukanlah perusahaan media. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut sudah mengambil kue iklan yang jauh lebih besar dari perusahaan media.
Mengutip Charles Darwin, Chairul menyampaikan media yang bakal selamat atau bertahan adalah media yang mampu beradaptasi dengan keadaan. Bukan yang paling kuat dan cerdas yang akan bertahan, melainkan yang bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. ”Sekarang kita sampai pada perubahan yang luar biasa dan kita semua dituntut beradaptasi dengan perubahan itu,” ujarnya.
Redaktur Senior Harian Kompas Ninok Leksono mengatakan, insan pers pada dasarnya mengetahui masalah yang sedang dihadapi, tetapi sebagian tidak tahu harus berbuat apa. Ada yang mencoba mencari model di negara lain. Padahal, lain kultur akan lain pula kebiasaan.
Untuk berdaya tahan, menurut Ninok, yang mengelola industri pers harus bertanya kepada diri sendiri dan meresapi masalahnya. Jika mau bertransformasi ke digital, harus berupaya mencapai standar pemikiran yang sanggup mengurai masalah-masalah yang ada. ”Yang konvensional jangan juga ditinggalkan. Jangan terpesona 100 persen pada digital,” katanya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengemukakan, pada masa lalu jurnalistik hanya berlaku di surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Namun, sekarang, jurnalistik harus merambah ke dunia media sosial. ”Di era modern ini insan pers dituntut lebih cakap menggunakan media-media yang bersifat maju dan modern agar informasi yang disampaikan lebih cepat sampai kepada masyarakat,” ujarnya.
Menurut Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, setiap persoalan pasti ada jawaban. Satu persoalan bisa memiliki banyak jawaban. ”Meskipun sekarang media massa konvensional sedang menghadapi persoalan yang tidak mudah, yakinlah kita bisa menemukan jawaban atas persoalan itu,” ucapnya.
Nuh mengatakan, pers adalah salah satu pilar demokrasi. Karena itu, upaya untuk meningkatkan kualitas media, termasuk menjaga agar kehidupan media terus tumbuh dan berkembang, sama saja dengan memperkuat demokrasi.
”Kita terus berusaha menjadikan jurnalisme yang baik sebagai ideologi. Kalau sudah sepakat, ekosistemnya juga akan mudah dibentuk. Sebagai manusia cerdas, masyarakat insan pers harus menjadikan ancaman sebagai tantangan dan peluang,” tuturnya.