Peran Orangtua Dibutuhkan untuk Tingkatkan Prestasi Atlet Yunior
›
Peran Orangtua Dibutuhkan...
Iklan
Peran Orangtua Dibutuhkan untuk Tingkatkan Prestasi Atlet Yunior
Orangtua berperan penting untuk meningkatkan prestasi atlet angkat besi yunior.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran orangtua untuk mendampingi, memberikan motivasi, dan memperhatikan kebutuhan atlet dibutuhkan untuk mencetak prestasi lifter-lifter yunior. Orangtua bersama dengan pelatih dan manajer bekerja sama mengatur program, nutrisi, istirahat, dan pemulihan tubuh.
Saat ini, Windy Cantika Aisah, Rahmat Erwin Abdullah, beserta enam liter muda lainnya dalam persiapan untuk tampil di Kejuaraan Asia Yunior yang akan bergulir pada 13-19 Februari 2020 di Tashkent, Uzbekistan. Kejuaraan yang termasuk dalam kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 itu akan dijadikan Windy dan Rahmat sebagai sarana untuk mengumpulkan poin Olimpiade.
Berdasarkan aturan Federasi Angkat Besi Internasional (IWF), atlet harus menempati peringkat kedelapan dunia untuk tampil di Olimpiade. Dari delapan lifter berusia di bawah 17 tahun yang menghuni pelatnas angkat besi, Windy dan Rahmat merupakan atlet yang paling berpeluang untuk tampil di Tokyo. Windy saat ini menempati peringkat keenam dunia untuk kelas 49 kilogram (kg), sementara Rahmat duduk di peringkat ke-21 pada kelas 73 kg.
Untuk membantu atlet mencetak prestasi, ibunda Rahmat Erwin, Ami Asun Budiono, berbagi tugas dengan sang suami, Erwin Abdullah, untuk memperhatikan kebutuhan Rahmat di pelatnas angkat besi. ”Suami saya fokus memperhatikan latihan, sementara saya mengurusi hal-hal di luar latihan, seperti makan dan istirahat,” ujar mantan lifter nasional itu, Jumat (7/2/2020).
Ami menjelaskan, Rahmat mempunyai kecenderungan sulit tidur apabila menjalani latihan pada minggu berat. ”Kalau sudah susah tidur, ia akan main gim menggunakan telepon genggam. Semakin seru permainan, justru Rahmat semakin sulit tidur. Bahkan, kadang-kadang Rahmat curi-curi bermain telepon genggam di dalam kamar mandi agar tidak ketahuan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Ami bertugas mengontrol penggunaan telepon genggam untuk putranya. Setiap pukul 22.00, telepon genggam akan disimpan agar Rahmat bisa segera istirahat. Apabila lifter kelas 73 kg itu sulit tidur, Ami akan menemaninya di kamar. Ibu dan anak ini kemudian berbagi cerita tentang banyak hal hingga Rahmat tertidur. Saat berlatih, Ami dan suami juga mendampingi Rahmat di pelatnas angkat besi Indonesia.
Rahmat merupakan lifter peraih emas pada debut di SEA Games 2019. Tampil di Stadion Ninoy Aquino, Manila, Filipina, Rabu (4/12/2019), Rahmat mencatat angkatan total 322 kg (snatch 145 kg, clean and jerk 177 kg). Hasil ini dicapai setelah ia menjadi juara di Kejuaraan Asia Yunior 2019.
Meskipun Rahmat sering dihadapkan pada target tinggi untuk berprestasi di setiap kejuaraan yang diikuti, peran dan perhatian orangtua tetap dibutuhkan agar lifter berusia 17 tahun itu bisa tampil prima. Perhatian paling dibutuhkan terutama untuk mengontrol emosi dan semangat.
Ayah sekaligus pelatih Rahmat, Erwin Abdullah, menjelaskan, putranya mempunyai semangat tinggi untuk mengangkat beban melewati kemampuannya. Apabila jumlah angkatan tidak dikontrol, akan rawan menyebabkan cedera, seperti pernah dialami Rahmat pada 2016. Ketika itu, karena terlalu semangat berlatih, Rahmat justru mengalami cedera pinggang.
Dari pengalaman itu, Erwin lebih memperhatikan latihan Rahmat. Fokus latihan adalah untuk menyempurnakan teknik angkatan. ”Kami harus lebih memperhatikan beban angkatan karena bagaimanapun dia masih remaja, masih dalam masa pertumbuhan,” jelasnya.
Perhatian khusus juga diberikan untuk lifter putri Windy Cantika Aisah, yang berlaga di kelas 49 kg. Agar Windy dapat nyaman berlatih, tim angkat besi Indonesia mengundang pelatih daerah asal Jawa Barat, Jajang Supriatna, untuk mendampingi Windy. Jajang sudah melatih Windy sejak lifter itu masih duduk di bangku sekolah dasar.
Jajang mengatakan, Windy merupakan lifter yunior yang sangat ulet dan pekerja keras. ”Ia tidak pernah mengeluh diberikan beban latihan berapa pun. Namun, tanpa dikatakan, sebenarnya saya sudah tahu kapan Windy merasa bad mood, atau bosan berlatih,” kata Jajang.
Menghadapi perubahan suasana hati Windy, Jajang biasanya memberikan kelonggaran latihan untuk putri lifter senior peraih perak di Kejuaraan Dunia 1988, Siti Aisah, itu. ”Saya suruh saja dia pulang. Biasanya istirahat satu hari, keesokannya Windy sudah bisa berlatih lagi,” katanya.
Selain Jajang, orangtua Windy juga kerap menjenguk putrinya berlatih di pelatnas. Pada waktu longgar, ibunda Windy kerap menelepon putrinya untuk sekadar menanyakan kabar atau memberi dukungan latihan. Peran orangtua dan pelatih itu menjadi motivasi untuk Windy.