Hangat Persahabatan RI-Rusia
Seni tak mengenal batas ruang. Hubungan diplomasi Republik Indonesia dengan Federasi Rusia yang sudah berjalan selama 70 tahun disuguhkan melalui pameran fotografi dan lukisan. Pameran ini menyelipkan koreksi sejarah.
Deretan reproduksi foto lama dipajang di bagian muka ruang pamer Gedung A Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Salah satunya foto patung Tugu Tani yang selama ini kita kenal berada di suatu simpang jalan menuju kawasan Gambir, Jakarta.
Sesuai narasi pembuatnya, patung itu terdiri dari sosok perempuan sebagai ibu dan sosok laki-laki sebagai anaknya. Ibu itu sedang memberi bekal makanan kepada anaknya yang hendak menuju front terdepan peperangan. Kebetulan laki-laki itu mengenakan caping seperti petani di Indonesia dan dikira seorang petani sehingga akhirnya disebut Tugu Tani.
Matvey Manizer dan Ossip Manizer, dua pematung kenamaan asal Rusia, adalah pencipta patung tersebut. Tugu Tani yang mungkin kita mengerti sebagai pasangan suami-isteri petani itu ternyata tidak sesuai yang dinarasikan mereka. Namun, inilah seni yang memberi ruang kebebasan tafsir publik tersendiri.
Patung itu disumbangkan Pemerintah Uni Soviet, kini menjadi Federasi Rusia, untuk menjadi salah satu simbol persahabatan dengan Indonesia pada 1963. Petugas Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menjelaskan perihal ini menjelang pembukaan Pameran Necklace of Equator atau Untaian Khatulistiwa, Senin (3/2/2020), di Galeri Nasional Indonesia. Pameran dilangsungkan selama dua pekan, 3-17 Februari 2020. Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva membuka pameran ini.
Foto-foto koleksi tidak hanya dari ANRI, tetapi juga dari Departemen Sejarah dan Dokumenter Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia.
Dasar pijakan
Sebuah kawat diplomasi tertanggal 3 Februari 1950 dikirimkan Wakil Presiden Mohammad Hatta kepada Menteri Luar Negeri Uni Soviet waktu itu, Andrey Vyshinsky. Tidak berselang lama sebelumnya, Uni Soviet memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia.
Balasan surat Hatta inilah dasar pijakan peringatan 70 tahun diplomasi Indonesia-Federasi Rusia sekarang. Beberapa arsip terkait korespondensi Kementerian Luar Negeri Uni Soviet dengan Kementerian Luar Negeri RI ditampilkan. Ada dokumen perjanjian kerja sama di antara kedua negara untuk pembangunan Stadion Gelora Bung Karno, patung Tugu Tani, dan Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta.
Kemudian, film dokumenter koleksi ANRI, seperti penyerahan surat kepercayaan Duta Besar Uni Soviet untuk Indonesia Nikolay Alexandrovich Mikhailov kepada Presiden Soekarno, kontingen Uni Soviet pada upacara penutupan GANEFO, dan liputan berita pertandingan persahabatan Tim Sepak Bola Uni Soviet dengan Tim PSM Makassar di tahun-tahun sebelum kejatuhan Soekarno pada 1965.
Beberapa foto Soekarno dan pemimpin Uni Soviet Nikita Sergeyevich Krushchev tampak menunjukkan kedekatan di antara mereka. Beberapa foto militer, seperti penyerahan kapal perang menjelang perebutan Irian Barat, juga disertakan. Foto misi-misi kesenian Indonesia-Uni Soviet juga mewarnai pameran ini.
Di antaranya penampilan kelompok seni dari Uni Soviet tertanggal 30 November 1957 di Yogyakarta. Kemudian, foto penerimaan Delegasi Lembaga Kebudayaan Indonesia-Uni Soviet oleh Presiden Soekarno di Istana, Jakarta, 1 September 1960.
Foto tertanggal 17 November 1960 menunjukkan Presiden Soekarno berpose bersama para seniman seusai pentas mereka di Istana Kepresidenan Jakarta.
Kekayaan alam
Selain foto, ada juga 50 lukisan tentang keindonesiaan karya para perupa Rusia. Lukisan-lukisan itu diproduksi dalam rentang perjalanan 20 tahun terakhir oleh kelompok seniman Rusia, Bureau of Creative Expeditions, yang dipimpin Vladimir Nikolaevich Anisimov. Mereka berkeliling ke sejumlah pulau di Indonesia serta berinteraksi langsung dengan masyarakat dan lingkungannya untuk memantik inspirasi karya lukisan.
Menjelang pembukaan pameran itu, Vladimir Nikolaevich yang sebelumnya memimpin para seniman Rusia berkeliling ke beberapa pulau untuk melukis itu juga turut memberikan informasi. Tidak hanya seputar seni rupa ternyata karena Vladimir mengetahui persis riwayat sejarah keterlibatan Uni Soviet dalam usaha perebutan kembali Irian Barat.
”Saya mengetahui betul riwayat ini. Pada waktu itu, Uni Soviet bahkan mengirimkan tiga kapal selam untuk usaha perebutan kembali wilayah Irian,” kata Vladimir.
Selebihnya, ia bertutur tentang proses kreatif para seniman yang dibawanya berkeliling ke Bali, kemudian ke beberapa lokasi menarik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya. Pada umumnya para seniman ketika di lapangan hanya membuat sketsa hitam putih.
Sketsa-sketsa itu kemudian dilukis di studio dengan bergaya naturalis. Sejumlah sketsa itu juga ditampilkan dalam pameran. Ada juga respons kreatif membentuk lukisan abstrak, seperti karya seniman V Anisimov berjudul ”Bali” dengan media kain wol berukuran 200 sentimeter x 300 sentimeter. Teknik lukis dan kolase dipadukan. Di situ ada salah satu unsur Bali yang mencolok, yaitu corak warna poleng, yaitu hitam dan putih.
”Karakter hitam putih ini ingin menunjukkan keseimbangan antara hal yang baik dan tidak baik yang menjadi nilai tradisi di Bali,” kata Vladimir.
Tradisi Bali dengan keindahan alam dan keanggunan masyarakatnya menjadi obyek lukisan paling utama. Ada perempuan Bali dengan aneka bunga warna-warni atau petani di Bali yang sedang membajak sawah dengan kerbau.
Tarian ritual di Bali juga menjadi obyek penting, seperti dalam lukisan karya seniman O Yausheva. Yausheva ini pula melukis tentang pasar ikan di Banda Aceh, beberapa waktu sebelum tsunami menerjang pada 2004. Ia juga tertarik melukis suasana pasar buah di Banda Aceh.
Tradisi Toraja juga mendapat perhatian banyak para seniman Rusia. Mereka melukiskan banyak hal terkait tradisi ritual masyarakat Toraja, terutama untuk ritual pemakaman.
Seniman A Polkovnichenko secara ilustratif menggambarkan tradisi Toraja yang menggeletakkan tengkorak-tengkorak di suatu tempat pemakaman. Selebihnya, seperti seniman Anna Miloserdova, melukiskan secara abstrak tentang kondisi alam yang dirasakannya di Indonesia. Vladimir bertutur pula tentang kisah unik di sepanjang perjalanan mereka di Indonesia.
”Sewaktu tiba di Bandar Lampung, kami menjumpai seorang gadis kecil berada di atas sebuah perahu. Gadis itu seorang diri membawa buah-buahan untuk dibawa ke pasar dengan perahu,” kata Vladimir.
Beberapa seniman Rusia ingin mengabadikan peristiwa itu. Mereka meminta gadis itu berpose untuk dilukis sketsa. Uniknya, ada seniman yang mendandani riasan untuk kepala gadis itu. Kemudian mereka melukisnya. Gadis itu pun menyambut. Akhirnya, gadis kecil itu berpose untuk dilukis selama dua jam.
Mereka menyadari hal ini mengganggu rencana gadis itu untuk pergi ke pasar. Vladimir dan rekan-rekannya akhirnya memutuskan membeli semua buah-buahan yang akan dijual gadis itu ke pasar.
Para seniman Rusia telah menyajikan keindahan warna dan peristiwa di dalam pameran Untaian Khatulistiwa kali ini. Rusia menunjukkan kecintaan mereka terhadap alam dan karakter manusia di Indonesia.
Ini yang mungkin membuat Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila lebih suka menyebut pameran ini sebagai pameran Indonesia My Love.