Inilah kisah Harley Quinn yang membentuk geng perempuan dalam ”Birds of Prey (And the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn)”. Ceritanya diadaptasi dari seri buku komik yang dipublikasikan DC Comics.
Oleh
FRANSISCA ROMANA NINIK
·5 menit baca
Ada sesuatu yang menarik saat menyimak kisah antihero, tokoh protagonis yang bertindak di luar koridor kepahlawanan. Sosoknya bagaikan dua wajah: baik dan jahat, belas kasihan dan balas dendam, senyuman dan kemarahan, lebur jadi satu. Hanya, kali ini, kegilaan lebih mendominasi.
Inilah kisah Harley Quinn yang membentuk geng perempuan dalam Birds of Prey (And the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn). Film ini merupakan film kedelapan dalam jagat DC Extended Universe. Ceritanya diadaptasi dari seri buku komik yang dipublikasikan DC Comics.
Aktris Margot Robbie begitu kepincut dengan sosok Harley Quinn saat memerankannya dalam Suicide Squad (2016). Dia tidak hanya memerankan tokoh utama, tetapi sekaligus menjadi produser Birds of Prey bersama Bryan Unkeless dan Sue Kroll.
”Hal paling menyenangkan bagi seorang aktor adalah punya pilihan atas karaktermu dan kamu bisa melakukan apa pun ketika memerankan Harley Quinn. Dalam beberapa peran, kamu bisa bereaksi dengan satu atau dua cara. Dengan Harley Quinn, (caranya) bisa lebih dari 20 dan setiap reaksi masuk akal bagi karakter itu,” ujar Robbie dalam catatan produksi.
Karakter Harley Quinn diciptakan oleh Paul Dini dan Bruce Timm. Dia muncul pertama kali dalam Batman: The Animated Series pada September 1992. Nama aslinya Dr Harleen Quinzel, seorang psikolog di Rumah Sakit Jiwa Arkham. Di situlah dia menangani seorang pasien, Joker, jatuh cinta padanya, lalu jadi kekasihnya.
Harleen Quinzel mengikuti gaya berpakaian Joker yang bertema badut, ikut-ikutan jadi penjahat, dan menamai dirinya Harley Quinn. Karena tingkahnya, dia pun digambarkan ”gila”. Rambut pirangnya dikuncir dua dengan warna berbeda, merah muda dan biru. Penampilannya pun nyentrik, meriah.
Kisah Birds of Prey diawali dengan putusnya hubungan Harley dan Joker. Ceritanya dibangun berdasarkan pertanyaan: siapakah Harley Quinn tanpa Joker?
”Aku ingin melihat seperti apa jadinya Harley tanpa seseorang yang memedulikannya. Dalam kehidupanku sendiri aku punya sekelompok teman perempuan yang melakukan segala hal bersama-sama. Kami punya kepribadian bermacam-macam, tetapi semua saling menyayangi. Itulah yang mendorongku mengembangkan cerita untuk Birds of Prey,” papar Robbie.
Inspirasinya, di antaranya, berasal dari seri The New 52 ketika dia meninggalkan hubungannya yang diwarnai kekerasan mental dan hidup sendiri tanpa Joker yang dipanggilnya Mr J atau Puddin’. Dalam seri itu digambarkan bahwa Harley akhirnya menjadi pahlawan, meski berlabel antihero, dan meninggalkan kehidupan jahatnya.
Robbie menggandeng Christina Hodson, penulis skrip film Bumblebee, untuk menulis skenario Birds of Prey. Di kursi pengarah, duduk Cathy Yan (Dead Pig), menjadikan dia perempuan sutradara Asia pertama yang menggarap film pahlawan super.
Yan mengatakan, Harley telah menjadi karakter ikonik DC Comics karena kompleksitas kepribadiannya membuat geleng-geleng kepala. ”Apakah dia baik, atau jahat? Dia kocak, tetapi juga punya sisi gelap. Secara bersamaan dia rentan dan kuat. Dia melakukan hal mengerikan, tetapi hatinya bagai emas,” ucapnya.
Diburu
Patah hati karena putus dengan Joker membuat Harley tanpa pikir panjang meledakkan Ace Chemical, pabrik pengolahan bahan kimia, yang melambangkan kisah cinta mereka. Tak disadari, hal itu memberikan pesan kepada publik. Tanpa perlindungan penjahat yang ditakuti seluruh Gotham City, orang-orang yang pernah disakiti Harley pun memburunya.
Dia jatuh ke tangan penjahat bengis yang narsistik, Roman Sionis (Ewan McGregor) yang bergelar Black Mask. Sebagai jaminan kebebasan, Harley harus menangkap bocah bernama Cassandra ”Cass” Cain (Ella Jay Basco) yang mencopet berlian yang diinginkan Roman.
Upaya itu mempertemukan Harley dengan gengnya, yakni Dinah Lance alias Black Canary (Jurnee Smollett-Bell), penyanyi kelab yang juga sopir Roman; Renee Montoya (Rosie Perez), polisi; dan Helena Bertinelli alias Huntress (Mary Elizabeth Winstead). Bersama, mereka melindungi Cass dan melawan Roman beserta orang kepercayaannya, Victor Zsasz (Chris Messina).
Penonton dituntun memahami jalan cerita oleh narasi Harley. Dia menerangkan setiap hal, kadang dengan menembus dinding keempat, yakni berbicara langsung dengan penonton sembari melihat ke arah kamera. Ini mengingatkan kita pada cara yang populer digunakan oleh tokoh Deadpool dalam jagat Marvel, saingan DC Comics.
Narasi Harley membawa penonton dalam alur maju dan mundur untuk mengenal latar belakang karakter yang dihadapinya. Dengan cara bertutur yang ”suka-suka gue”. Dia juga menggambarkan lawan-lawannya dengan keterangan komikal yang muncul di layar, berisi nama dan penyebab dia ingin membalas dendam pada Harley.
Birds of Prey diwarnai aksi perkelahian yang seru dan sering kali brutal meskipun dibalut humor antara geng perempuan garang ini melawan para penjahat yang semuanya laki-laki. Lontaran makian, kata-kata kasar, adegan sadis, di dalamnya juga mengingatkan kita pada Deadpool. Untuk itu, film ini diberi kategori R oleh Motion Picture Association of America atau untuk usia 17 tahun ke atas, menjadikannya film pertama DC Extended Universe yang mendapat kategori ini.
Yang paling menonjol dalam film ini adalah sosok Harley Quinn, lengkap dengan kegilaan yang melekat padanya. Dualitas dalam karakter yang melingkupinya menjadikan sosok ini unik dan dicintai penggemarnya.
Tentang kecintaan terhadap karakter-karakter gila ini, sebuah artikel dalam Psychology Today menyebutkan, akhir-akhir ini muncul fenomena budaya pop yang mendongkrak popularitas tokoh-tokoh yang dilabeli penjahat dalam jagat pahlawan super. Setelah Joker menebar gangguan psikologis, kini giliran mantan kekasihnya, Harley Quinn.
”Barangkali karena mereka merefleksikan hasrat gelap kita sendiri, insting alami kita yang tertekan oleh agama, nilai budaya, dan pengalihan,” sebut artikel itu.
Di tengah kegilaan, rasanya memang menyenangkan melihat sekelompok perempuan perkasa berjuang bersama. Setidaknya menjadi katarsis yang diproyeksikan di layar lebar.