Sementara ini virus korona menyebar dari China ke 27 negara dan kawasan. Adapun kasus kematian akibat serangan virus ini menyebabkan 813 orang meninggal, dua di antaranya terjadi di luar China.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
SHANGHAI, MINGGU — Virus korona baru terus merajalela dari China hingga ke 27 negara dan kawasan. Hanya dalam dua bulan, ratusan nyawa meregang karena terjangkit virus mematikan ini. Jumlah kematian mencapai lebih dari 800 kasus, angka ini lebih banyak daripada kasus kematian akibat epidemi sindrom pernapasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS) yang terjadi beberapa tahun lalu.
Komisi Kesehatan Nasional China, Minggu (9/2/2020), mencatat, jumlah warga yang terkonfirmasi terinfeksi virus korona baru atau penyakit pernapasan akut 2019-nCoV sebanyak 37.198 kasus. Sementara itu, jumlah kematian mencapai 811 kasus.
Kematian akibat virus korona baru juga terjadi di luar daratan China, yaitu di Filipina dan Hong Kong dengan masing-masing satu kasus. Dengan demikian, total kematian akibat virus korona menjadi 813 kasus di tiga negara dan wilayah.
Data baru tersebut menunjukkan, wabah virus korona baru telah membunuh lebih banyak orang ketimbang epidemi SARS selama 2002-2003. Waktu itu, SARS membunuh 774 orang di 17 negara dan wilayah.
Wabah virus korona baru telah membunuh lebih banyak orang ketimbang epidemi SARS selama 2002-2003.
Adapun 2019-nCoV dan SARS sama-sama berasal dari keluarga virus korona. Sama seperti SARS, virus korona baru diyakini berasal dari hewan.
Jumlah kematian yang terus bertambah meningkatkan keresahan jutaan warga China yang bersiap untuk bekerja pada pekan depan setelah menjalani libur panjang Tahun Baru Imlek. Warga China juga mulai menunjukkan rasa tidak percaya atas jumlah kematian itu karena Pemerintah China pernah bersikap tidak terbuka dalam menangani wabah SARS sebelumnya.
”Lebih dari 20.000 dokter dan perawat di seluruh negeri telah dikirim ke Hubei. Akan tetapi, mengapa jumlahnya masih meningkat?” kata seorang warga di Weibo, media sosial China.
Terlepas dari terus bertambahnya jumlah kematian, jumlah kasus terinfeksi baru tercatat turun untuk pertama kali pada Sabtu (8/2/2020), yakni dari rata-rata di atas 3.000 kasus menjadi 2.656 kasus. Meskipun begitu, para ahli menyatakan hal tersebut belum menunjukkan puncak epidemi telah terjadi.
”Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah epidemi sedang memuncak. Bahkan, jika kasus yang dilaporkan mungkin memuncak, kita tidak tahu apa yang terjadi dengan kasus yang tidak dilaporkan, terutama di beberapa daerah yang lebih pedesaan,” kata Joseph Eisenberg, profesor epidemiologi di School of Public Health, di University of Michigan.
Kota hantu
China tengah berupaya mengontrol penyebaran virus dengan mengarantina Provinsi Hubei dan sekitarnya yang terdiri atas 50 juta penduduk. Pemerintah membatalkan penerbangan, menutup akses dan transportasi publik, serta meliburkan sekolah dan perusahaan.
Perusahaan-perusahaan juga menganjurkan karyawan mereka agar bekerja dari rumah. Kota-kota di China yang biasanya penuh sesak kini hampir menjadi kota hantu selama dua minggu terakhir.
Kota-kota di China yang biasanya penuh sesak kini hampir menjadi kota hantu selama dua minggu terakhir.
Cholifah (19), mahasiswa Indonesia jurusan Bisnis Internasional di Jiangsu Food and Pharmaceutical Science College (JFPSC), menceritakan, suasana sepi juga terjadi di Huai’an, Jiangsu. Jiangsu, yang juga mengalami karantina, berjarak sekitar 955 kilometer dari Hubei.
”Untuk ukuran orang Indonesia, kota ini sebenarnya kota besar. Namun, karena Imlek dan karantina, kota ini jadi sepi seperti kota mati. Para mahasiswa yang masih tinggal di asrama diimbau tetap tinggal di kampus, dan kalau ingin keluar, harus minta izin dulu kepada pengawas asrama,” kata Cholifah ketika dihubungi, pekan ini.
Cholifah bersama sejumlah pelajar Indonesia akhirnya menghabiskan waktu sehari-hari dengan menjelajah internet, menonton film, atau bercerita. JFPSC awalnya menetapkan libur hingga 17 Februari. Namun, libur mahasiswa diperpanjang pihak kampus hingga masa waktu yang belum ditentukan.
Seperti kita diketahui, sejumlah dokter mengabarkan temuan adanya virus korona baru yang mirip dengan wabah SARS pada akhir Desember 2019. Pusat wabah diduga kuat berasal dari pasar pangan laut di Wuhan, Hubei. Virus ini menyebabkan gejala demam, batuk, dan terkadang pneumonia yang parah.
Virus korona baru telah menyebar ke lebih dari 25 negara dan membuat sejumlah negara mengevakuasi warganya dari China, termasuk Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyatakan status darurat kesehatan global. Para ilmuwan di berbagai belahan dunia tengah mencari vaksin untuk virus ini. (Reuters)