Pemerintah akan turut menyiapkan regulasi untuk memproteksi industri pers nasional dari serbuan platform digital global. Sementara itu, media konvensional dituntut beradaptasi dengan perubahan yang cepat di era digital.
Oleh
·4 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Pemerintah segera menyiapkan regulasi untuk memproteksi dunia pers nasional dari serbuan platform digital global. Ekosistem media massa harus dilindungi supaya masyarakat mendapatkan konten berita yang baik.
Presiden Joko Widodo menyatakan hal itu dalam perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu (8/2/2020). Perayaan HPN 2020 di Banjarbaru juga dihadiri Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju, dan sejumlah duta besar negara sahabat.
”Saya sudah berbincang dengan para pemimpin redaksi. Saya minta segera disiapkan draf regulasi yang bisa memproteksi dunia pers,” kata Presiden.
Karena regulasi belum ada, platform digital global masuk dan mengancam dunia pers. Meski tidak memiliki aturan main dan tidak membayar pajak, platform itu meraup iklan dalam jumlah besar. Padahal, aturan pers sangat ketat. ”Banyak negara mengalami hal seperti itu. Jadi perlu diatur,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, negara sangat membutuhkan kehadiran pers dalam perspektif yang jernih. Pers harus berdiri di depan melawan penyimpangan dan kekacauan informasi yang sering disengaja, memerangi hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah yang mengancam demokrasi.
Pers juga diperlukan untuk mewartakan berita baik dan agenda-agenda besar bangsa Indonesia, serta membangkitkan semangat positif yang mendorong produktivitas dan optimisme bangsa. Dengan demikian, industri pers jelas harus sehat.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat Atal S Depari mengatakan, dukungan nyata dan tegas berupa hadirnya negara untuk mewujudkan berbagai regulasi sangat penting. Regulasi tak hanya menjamin persaingan bisnis media yang sehat dan seimbang, tetapi juga mampu memberantas gelombang hoaks, terutama yang melalui media sosial.
”Perlu ada aturan lebih adil dalam tata cara perpajakan terkait fungsi media. Dalam konteks ini, kami berharap pemerintah dan DPR menunjukkan komitmen nyata untuk melindungi dan memastikan keberlanjutan media massa nasional berhadapan dengan perusahaan platform media digital global,” tutur Atal.
”Gagasan membuat regulasi yang memproteksi media dari serbuan raksasa platform media digital, seperti Google dan Facebook, ini lebih maju dari diskusi sebelumnya terkait urgensi subsidi negara atas konten jurnalisme berkualitas di media,” kata pengamat media dari Universitas Islam Indonesia sekaligus Doktor Kajian Sistem Penyiaran Publik di Universitas Munich, Masduki, Sabtu, dihubungi dari Jakarta.
”Tapi, ini baru dari sisi bisnis atau korporasi media, belum menyentuh sisi publik yang justru terdampak langsung dan paling parah dari propaganda politik dan ekonomi media digital berskala global,” ujar Masduki.
Dituntut beradaptasi
Dalam Konvensi Nasional Media Massa dengan tema ”Daya Hidup Media Massa di Era Disrupsi, Tata Kelola Seperti Apa yang Dibutuhkan?” yang digelar dalam rangka HPN 2020, mengemuka tuntutan agar media massa konvensional beradaptasi dengan perubahan di era digital.
Chairman CT Corp Chairul Tanjung mengatakan, media konvensional harus dapat bersaing dengan media digital yang lebih cepat memberikan informasi. Tak hanya memberikan informasi, media digital juga bisa melakukan hal lain sehingga merebut pasar media konvensional.
”Perusahaan-perusahaan besar dunia, seperti Amazon, Facebook, dan Google, pada dasarnya bukan perusahaan media. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut mengambil kue iklan yang jauh lebih besar dari perusahaan media,” katanya.
Menurut Chairul, pesaing perusahaan media sekarang bukan sesama perusahaan media, melainkan mereka yang menguasai informasi dan teknologi digital. ”Sekarang banyak media yang dikelola oleh individu, tetapi penontonnya lebih banyak dari media konvensional,” ujarnya.
Redaktur Senior Harian Kompas Ninok Leksono mengatakan, insan pers pada dasarnya mengetahui masalah yang dihadapi, tetapi sebagian tidak tahu harus berbuat apa. Ada yang mencoba mencari model pada negara lain. Padahal, lain kultur akan lain pula kebiasaan.
Supaya mampu bertahan, pengelola industri pers harus bertanya pada diri sendiri dan meresapi masalah yang dihadapinya. Jika mau transformasi ke digital, harus sanggup pula mengurai masalahnya.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan, pers adalah salah satu pilar demokrasi. Upaya untuk meningkatkan kualitas media, termasuk menjaga agar kehidupan media terus tumbuh dan berkembang, sama dengan memperkuat demokrasi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengingatkan, di era digital dan banjir informasi ini, agar mampu bertahan dan berkembang, media arus utama harus mengembangkan penemuan baru, inovasi, dan investasi.
Johnny juga mengutip data Edelmen Trust Barometer Global Report 2019 bahwa dua tahun terakhir, kepercayaan masyarakat kepada pers terus meningkat setelah sempat turun pada tahun 2012-2017.