Ulat Grayak Serang Ribuan Hektar Lahan Jagung di NTT
›
Ulat Grayak Serang Ribuan...
Iklan
Ulat Grayak Serang Ribuan Hektar Lahan Jagung di NTT
Hama ulat grayak menyerang 7.889 hektar lahan jagung di 18 kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Di tengah perubahan iklim yang rentan mempercepat penyebaran ulat ini, pemerintah harus mencari terobosan mengantisipasinya.
Oleh
kornelis kewa ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Hama ulat grayak menyerang 7.889 hektar lahan jagung di 18 kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Di tengah perubahan iklim yang rentan mempercepat penyebaran ulat ini, pemerintah harus mencari terobosan mengantisipasinya.
Data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Nusa Tenggara Timur menyebutkan, lahan potensial ditanami jagung seluas 60.000 hektar. Namun, lahan yang sudah ditanam baru sekitar 21.500 hektar di 22 kabupaten/kota. Sebanyak 38.500 hektar lainnya belum bisa ditanami akibat hujan yang turun tidak merata.
Tahun lalu, produksi jagung NTT mencapai 800.000 ton. Namun, jumlah itu berpotensi berkurang tahun ini akibat serangan ulat grayak (Spodoptera frugiperda).
Meski siklus hidup ulat hanya 14-18 hari, populasinya mencapai ribuan ekor di lahan jagung. Setelah merusak jagung yang dimulai dari pucuk tengah, ulat itu berubah bentuk menjadi kupu-kupu kemudian bertelur. Satu kupu-kupu bisa menghasilkan 100-200 butir. Sebanyak 90 persen telur itu berpotensi menjadi ulat. Siklus hidup ulat dari telur sampai kupu-kupu mencapai 40 hari.
Sekretaris Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan NTT Miqdonth Abola di Kupang, Senin (10/2/2020) mengatakan, curah hujan sejak awal Desember 2019 tidak merata. Ia mencontohkan, dari ladang jagung seluas 20.000 meter persegi, hujan hanya turun di lahan seluas 3.000 meter persegi saja.
”Kondisi ini membuka peluang muncul ulat grayak. Hanya di Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, dan Kabupaten Sabu Raijua yang bebas ulat grayak,” kata Miqdonth.
Menurut Miqdonth, munculnya ulat grayak rentan diikuti datangnya belalang kembara (Locusta migratoria). Kejadian itu pernah terjadi di Sumba tahun 2017. Seperti ulat grayak, pestisida untuk belalang kembara juga tengah kosong.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Proteksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan NTT Gabriel Gara Beni mengatakan, ancaman gagal panen di depan mata. Rabu (12/2/2020) semua kepala dinas pertanian dan tanaman pangan dari 22 kabupaten/kota bakal membahas langkah terbaik mengatasi masalah ini di Kupang.
”Ancaman gagal panen sangat serius. Maret 2020 hujan mulai berkurang sehingga petani tidak punya peluang menanam jagung atau umbi-umbian lagi,” katanya.
Menurut Gabriel, ulat grayak kali ini agak berbeda dengan yang lazim menyerang tanaman di Indonesia, termasuk NTT. Tim dari Kementerian Pertanian telah tiba di Flores Timur mengambil sampel ulat grayak untuk diteliti di laboratorium. Flores Timur, kawasan terluas serangan ulat grayak musim ini, hingga 4.500 ha.
Ancaman gagal panen sangat serius. Maret 2020 hujan mulai berkurang sehingga petani tidak punya peluang menanam jagung atau umbi-umbian lagi.
Sampel ulat ini lantas diteliti untuk memastikan pestisida jenis apa yang cocok untuk membasmi ulat grayak jenis ini. Pestisida bantuan dari pusat yang digunakan Flores Timur tidak mempan lagi mengatasi ulat itu. Sebelumnya, ulat grayak itu berwarna ungu kehitaman. Namun, kali ini ulat itu berwarna metal kehijauan.
”Meski pestisida yang ada belum sepenuhnya berfungsi membunuh ulat grayak, terus dilakukan penyemprotan. Semoga dalam waktu dekat Kementan bisa memastikan jenis pestisida apa yang cocok untuk membasmi jenis ulat grayak kali ini,” kata Gabriel.