Mengutip penelitian di Journal of Infectious Diseases, kantor berita Reuters menyebutkan, jika kerugian materi atau ekonomi dan imateriil digabungkan, total kerugian yang ditimbulkan mencapai miliaran dollar AS.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·4 menit baca
Wabah penyakit muncul silih berganti menghantui dunia. Seperti perang militer, kerugian korban jiwa dan pukulan bagi ekonomi akibat wabah sangat besar. Dunia harus bersatu saat berperang melawanwabah.
Perang dunia melawan wabah penyakit seakan tidak pernah berhenti. Kemajuan teknologi kedokteran dan sistem kesehatan bukan jaminan sebuah negara bebas dari ancaman penyakit infeksi. Dalam situasi dunia yang kian terhubung seperti sekarang, kerja sama, keterbukaan, dan kepemimpinan menjadi faktor penentu dalam mencegah dan mengendalikan wabah.
Pada abad ke-21 ini, dunia menyaksikan munculnya penyakit infeksi baru (new emerging), penyakit lama yang menurun kejadiannya, tetapi muncul kembali (reemerging) atau bahkan lahir penyakit yang resisten atau kebal terhadap obat, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, maupun mikroorganisme lain.
Wabah ebola di Afrika, epidemi influenza subtipe A (termasuk H1N1, H5N1, H7N9), sindrom pernapasan akut parah (SARS), sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) yang disebabkan virus korona, dan zika adalah beberapa contoh penyakit infeksi baru di dunia. Sekitar 75 persen beragam penyakit infeksi baru itu bersumber dari binatang (zoonosis).
Contohnya virus influenza H5N1 yang pertama kali diidentifikasi menular dari unggas ke manusia tahun 1997 di China dan Hong Kong. Wabah ini muncul kembali tahun 2003-2004 dan menyebar di Asia, Eropa, hingga Afrika. Pada 2003-2013, dari 649 kasus positif pada manusia di 15 negara, sebanyak 385 orang meninggal—hampir separuh kematian itu terjadi di Asia Tenggara.
Virus korona baru juga pernah mewabah dari Guangdong, China, November 2002-2003, dan menyebabkan trauma negaranegara Asia. Wabah yang dinamai SARS ini menyebar ke 30 negara dan menewaskan hampir 800 orang—mayoritas dari China dan Hong Kong. SARS menyebar ke manusia dari kelelawar.
Strain lain dari virus korona juga menyebabkan MERS di Arab Saudi pada 2012. MERS yang menimbulkan gejala demam, batuk, dan sulit bernapas itu membuat 35 persen yang tertular meninggal. Wabah penyakit infeksi baru lain yang juga bersumber dari binatang adalah ebola.
Penyakit akibat virus ebola atau sebelumnya dikenal dengan demam berdarah ebola, pertama kali teridentifikasi pada tahun 1976 melalui dua wabah yang terjadi secara simultan, yakni di Nzara, Sudan, dan di dekat Sungai Ebola di Yambuku, Republik Demokratik Kongo. Virus ebola ditularkan dari kelelawar kepada manusia, lalu menyebar antarmanusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh pasien positif ebola.
Sebanyak 11.300 orang meninggal dalam wabah ebola pertama kali di Afrika Barat, Desember 2013-2016. Mayoritas mereka yang meninggal adalah dari Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Setelah kasusnya menurun, ebola muncul kembali pada Agustus 2018 di timur Republik Demokratik Kongo.
Wabah juga muncul dari Pasifik hingga sampai di Amerika Selatan, yaitu penyakit zika dari Mikronesia tahun 2007 dan Polinesia Perancis tahun 2013, hingga di Brasil, Maret 2015. Penyakit zika disebabkan oleh virus zika yang disebarkan oleh nyamuk Aedes sp. Selain ditularkan melalui nyamuk, Zika juga ditularkan melalui hubungan seksual, hubungan vertikal (dari ibu ke anak), dan tranfusi darah.
Virus zika pertama kali terdentifikasi pada kera di Uganda tahun 1947. Virus ini lalu teridentifikasi ada pada manusia tahun 1952 di Uganda dan Republik Tanzania. Wabah zika pernah terjadi di Afrika, Amerika, Asia, dan Pasifik. Brasil kemudian melaporkan adanya kaitan Zika dengan sindrom Guillain-Barre dan mikrosefalus pada bayi baru lahir.
Dampak virus itu, yaitu bisa menyebabkan bayi-bayi lahir dengan kepala malformasi, menjadi salah satu alasan kuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah zika sebagai darurat kesehatan dunia, 1 Februari 2016. Status ini kemudian dicabut pada 18 November 2018.
Pukulan bagi dunia
Di luar korban yang sakit dan meninggal, wabah juga telah memberi pukulan telak pada perekonomian dunia. Ketika wabah ebola terjadi, misalnya, Bank Dunia memperkirakan dampak ekonomi yang ditimbulkan pada tahun 2014-2015 sebesar 2,8 miliar dollar AS.
Mengutip penelitian di Journal of Infectious Diseases, kantor berita Reuters menyebutkan, jika kerugian materi atau ekonomi dan imateriil digabungkan, total kerugian yang ditimbulkan oleh wabah ebola mencapai 53 miliar dollar AS.
Menurut Program Pembangunan PBB (UNDP) yang bekerja sama dengan Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC), kerugian sosial dan ekonomi karena Zika di Amerika Latin dan Karibia pada 2015-2017 diperkirakan 7-18 miliar dollar AS.
Dalam merespons potensi wabah penyakit, WHO telah memiliki Regulasi Kesehatan Internasional (IHR) tahun 2005, panduan bagi negara untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons setiap potensi masalah kesehatan. Panduan ini juga mencakup bagaimana pintu-pintu masuk negara, seperti bandar udara dan pelabuhan, merespons terjadinya wabah penyakit.
Di luar IHR, tahun 2014 sejumlah negara juga meluncurkan inisiatif multilateral dan multisektoral, yaitu Global Health Security Agenda (GHSA). Tujuannya menciptakan dunia lebih aman dari penyakit infeksi dengan meningkatkan kemampuan negara dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons potensi ancaman kesehatan.
Dalam GHSA, negara-negara berbagi tanggung jawab bersama dalam merespons segala ancaman kesehatan global. Tak ada satu negara pun bisa mengatasi ancaman penyakit infeksi sendirian. Dalam konteks ini, sikap Pemerintah China yang belum menerima bantuan luar dalam merespons epidemi virus korona baru yang sudah berstatus darurat kesehatan global menjadi kurang relevan.