FAO Jadikan Metode Statistik Pertanian Indonesia Percontohan
›
FAO Jadikan Metode Statistik...
Iklan
FAO Jadikan Metode Statistik Pertanian Indonesia Percontohan
Badan Pusat Statistik dijadikan referensi negara-negara di Asia Pasifik untuk metode pengambilan data statistik pertanian. Data pertanian strategis menjadi bahan acuan pengambilan kebijakan ketahanan di sektor pangan.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Badan Pusat Statistik dijadikan referensi negara-negara di Asia Pasifik untuk metode pengambilan data statistik pertanian. Data tersebut dinilai strategis menjadi bahan pengambilan kebijakan ketahanan pangan di sektor pertanian, ternak, perikanan, dan kehutanan.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menilai, secara umun, negara-negara di kawasan Asia Pasifik masih lemah dalam pengambilan data untuk kebutuhan statistik pertanian. Adapun BPS dinilai memiliki kelebihan dalam pengambilan data serta mampu berkoordinasi dengan lintas lembaga atau kementerian yang mendukung statistik pertanian.
FAO Chief Statistican Pietro Gennari mengapresiasi kemampuan Indonesia dalam mengoleksi data pertanian sehingga mampu membantu pengambilan kebijakan, khususnya terkait ketahanan pangan.
”Data statistik itu penting dalam suatu negara untuk program-program berkelanjutan. Target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tercapai jika data terkoleksi dengan baik,” katanya pada pertemuan tingkat internasional 28th Session of The Asia and Pasific Commision on Agricultural Statistics (APCAS) di Padma Legian Resort, Kabupaten Badung, Bali, Senin (10/2/2020).
Menurut Pietro, FAO mencatat kesenjangan data di negara-negara Asia Pasifik dalam memonitor SDGs. Hal ini memperlambat tercapainya tujuan SDGs. Kinerja ini terikat erat dengan lemahnya pendataan sehingga berkorelasi dengan lambatnya pencapaian SDGs.
Ia menegaskan, pertemuan di Bali tersebut merupakan lanjutan hasil pertemuan sebelumnya di Fiji, Jepang, tahun 2018, yang menyepakati pentingnya penguatan data. Apalagi, 17 tujuan SDGs dunia harus dicapai pada 2030. Maka, sistem pendataan statistik dan analisis sangat penting untuk perencanaan yang lebih baik di sektor pertanian, termasuk lingkungan. Hal ini menjadi tugas besar dalam 10 tahun ke depan.
”Tanpa data yang baik, negara memiliki risiko membangun kebijakan dan program yang suram. Sekarang ini, banyak potensi data penting terbuang sehingga tujuan tak tercapai,” ujar Pietro.
Kepala BPS Suhariyanto mengapresiasi penilaian FAO tersebut. Ia berharap tetap dapat bertukar ilmu dan pengalaman dengan negara-negara lain selama pertemuan internasional tersebut.
Menurut dia, negara lain pun tidak bisa serta-merta menduplikasi metode koleksi data statistik dari Indonesia. Alasannya, kemampuan setiap negara berbeda-beda, begitu pula kebutuhannya.
Metode yang diterapkan di Indonesia, lanjut Suhariyanto, menggunakan kemampuan satelit. Lokasi survei penelitian pertanian dikunci dalam radius 300 meter x 300 meter. Petugas survei memiliki data yang sudah ditentukan sehingga meminimalkan bias hasil data.
Ia juga sepakat pentingnya data statistik untuk mengetahui perkembangan serta membantu pengambilan keputusan soal ketahanan pangan. Apalagi di Indonesia, sektor pertanian menyumbang 13 persen dari produk domestik bruto dan menyerap 27 persen tenaga kerja.
Pertemuan itu dihadiri sekitar 100 orang perwakilan dari 30 negara anggota dan sembilan organisasi internasional dan regional. Acara tersebut berlangsung tiga hari mulai Senin (10/2/2020) dengan tema ”Negara di Kawasan Asia Pasifik Membutuhkan Data yang Lebih Baik untuk Memastikan Kemajuan Sistem Pertanian dan Ketahanan Pangan”.
Chair of 27th Session of APCAS Rohit Lal menginformasikan, negaranya Fiji tengah menjalankan survei statistik pertanian. Sebagai bahan studi, ia mengajak para delegasi mengunjungi kawasan persawahan terasering Jatiluwih di Kabupaten Tabanan.