Kementerian Kelautan Perikanan Buka Ruang untuk Masukan Publik
›
Kementerian Kelautan Perikanan...
Iklan
Kementerian Kelautan Perikanan Buka Ruang untuk Masukan Publik
Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka ruang bagi publik guna memberikan masukan terkait rencana revisi 29 regulasi hingga 11 Februari 2020. Hasil revisi diharapkan atasi hambatan usaha sektor perikanan kelautan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka ruang masukan publik terkait dengan sejumlah revisi kebijakan di sektor kelautan dan perikanan. Masukan publik itu paling lambat 11 Februari 2020.
Pemerintah tengah melakukan revisi 29 peraturan di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dinilai menghambat usaha perikanan. Dari jumlah itu, 18 aturan di antaranya terkait sektor perikanan tangkap. Dalam rencana revisi peraturan, sejumlah aturan larangan akan dihapuskan.
Ketua Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2-KKP) Effendi Gazali di Jakarta, Senin (10/2/2020), mengatakan, semua masukan publik dinantikan hingga 11 Februari 2020.
Sebelumnya, tim KP2-KKP menyebarkan naskah sejumlah rancangan peraturan menteri terkait perubahan kebijakan, akhir pekan lalu, sebagai kelanjutan konsultasi publik ke-1 yang diselenggarakan tim tersebut pada 5 Ferbuari 2020. Adapun masukan dari pemangku kepentingan akan disampaikan kepada Menteri KKP untuk penyempurnaan.
Dalam rapat konsultasi publik yang pertama, Koordinator Penasihat Menteri Rokhmin Dahuri mengatakan, terdapat setidaknya sembilan poin kebijakan yang akan direvisi karena dinilai menghambat dunia usaha. Draf revisi itu antara lain soal diperbolehkannya penangkapan benih lobster untuk kepentingan budidaya dan ekspor secara terbatas serta izin kapal pengangkutan ikan hidup,
Wakil Ketua Umum KP2-KKP Bidang Riset dan Pengembangan Bayu Priyambodo menjelaskan, Indonesia memiliki wilayah sink population, di mana populasi benih lobster sangat banyak, tetapi populasi dewasa sangat jarang. Benih lobster di lokasi sink population, jika tidak dimanfaatkan, akan mati sia-sia. ”Harus ada pemanfaatan sumber daya alam. Kalau (benih lobster) dibiarkan di alam, akan mati sia-sia,” ujar Bayu yang juga peneliti lobster di KKP.
Menurut Bayu, budidaya lobster di Indonesia sudah tertinggal hampir 30 tahun dibandingkan dengan Vietnam. Indonesia tetap akan mengembangkan budidaya lobster, tetapi perlu waktu dan tahapan. Tahapan itu di antaranya soal pengembangan budidaya pakan lobster, seperti rucah, kerang-kerangan. Selain itu, juga soal pengembangan teknologi.
Permintaan benih lobster untuk budidaya diperkirakan masih sangat sedikit dalam jangka pendek. Untuk itu, kelebihan suplai benih lobster dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor, dengan mekanisme ekspor yang terbatas, terkendali, dan ketat. Pelarangan ekspor benih lobster dinilai tidak efektif karena benih tetap diambil di alam dan diperdagangkan dalam pasar gelap.
”Pemegang kuota (ekspor benih) wajib ikut mengembangkan budidaya lobster sekian persen dari jumlah kuota (ekspor) yang didapat. Jumlah yang diekspor berangsur menurun dan budidaya akan meningkat,” katanya.