Sebagai Guru Besar Teknik Elektro di Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), Prof Dr Mohammad Nuh (60) fasih juga berbicara tentang cinta.
Oleh
Tri Agung Kristanto
·1 menit baca
Bahkan, ia seperti memberikan kuliah mengenai cinta dalam perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (9/2/2020).
"Pers yang saya cintai dan saya banggakan," ujar Nuh, saat memulai sambutannya sebagai Ketua Dewan Pers. Cinta itu mensyaratkan untuk memiliki. "Tak ada cinta yang membiarkan orang yang dicintainya diambil orang lain," kata mantan Menteri Pendidikan Nasional itu.
Nuh melanjutkan, meskipun ada cinta yang tak bisa memiliki, tetapi agar cinta tetap bisa bertahan, harus ada yang bisa dibanggakan. Harus ada prestasi atau pengakuan. Oleh karena itu, cinta dan kebanggaan tak bisa dipisahkan. Menurut Nuh, cinta juga tak bisa dipisahkan dengan logika, etika, dan estetika. Namun, penerapannya harus tepat, sehingga tak menimbulkan persoalan.
"Mohon maaf, jika ibu-ibu yang berusia 50 tahun ke atas, bertanya kepada suaminya, apakah sekarang tambah cantik atau tambah jelek. Kalau mengikuti logika, ya dijawab apa adanya," ujar mantan Rektor ITS itu. Jawaban logika bisa membuat cinta bermasalah.
"Oleh karena itu, suami lebih baik menjawab, yang jelas semakin menarik. Bukan soal semakin cantik atau semakin jelek. Itulah estetika," lanjutnya, yang disambut derai tawa peserta, termasuk Gubernur Kalsel Sabirin Noor.