Pemanfaatan Kartu Tani di Jawa Tengah belum optimal karena masih ditemui berbagai kendala di lapangan, seperti kurangnya pemahaman petani. Penggunaan kartu yang digesekkan ke mesin transaksi pun baru 20 persen.
Oleh
·4 menit baca
Sosialisasi dan penyuluhan terkait penggunaan Kartu Tani terus dilakukan agar petani memahami pemanfaatannya. Di sisi lain, ketersediaan pupuk bersubsidi perlu ditingkatkan agar kebutuhan petani terpenuhi.
DEMAK, KOMPAS Pemanfaatan Kartu Tani di Jawa Tengah belum optimal. Masih ditemukan berbagai kendala di lapangan, seperti kurangnya pemahaman petani. Penggunaan kartu yang digesekkan ke mesin transaksi pun baru 20 persen.
Kartu Tani, yang mulai didistribusikan 2018, merupakan kartu debit Bank BRI yang dapat digunakan untuk membeli pupuk bersubsidi. Kartu tersebut dapat membaca alokasi pupuk bersubsidi serta transaksi yang menggunakan mesin Electronic Data Capture (EDC) BRI. Kartu juga berfungsi untuk transaksi perbankan pada umumnya.
Menurut data Pemprov Jateng, jumlah Kartu Tani yang telah didistribusikan mencapai 2,6 juta kartu atau 90 persen dari jumlah petani yang terdata pada Sistem Informasi Manajemen Pangan Indonesia (SIMPI), yakni 2,9 juta petani. Adapun Kartu Tani yang telah dimanfaatkan dengan menggesekkan ke mesin EDC sebanyak 526.441 kartu atau sekitar 20 persen.
Sukiran (53), petani asal Desa Karangasem, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Minggu (9/2/2020), mengaku menerima kartu tani sejak 2018. Namun, ia jarang menggunakan kartu itu karena kebutuhan pupuk selama setahun tak tercukupi oleh pupuk bersubsidi. Ia pun lebih sering membeli pupuk nonsubsidi.
”Jatah pupuk dalam setahun 1 kuintal untuk sekitar 1,4 hektar lahan yang saya garap. Namun, kebutuhannya sekitar 1,5 ton. Kadang, saya mencari pupuk sampai keluar kecamatan. Sebenarnya yang subsidi lebih murah, misalnya pupuk urea, Rp 95.000 per zak atau 50 kg. Kalau nonsubsidi Rp 120.000 per kg,” ujarnya.
Disesuaikan lahan
Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah, Desa Karangasem, Achmadi (52), mengatakan, Kartu Tani sebenarnya memberi manfaat bagi para petani. Sebagai pemilik Kios Pupuk Lengkap (KPL), yang juga sebagai pengecer, ia pun berupaya menyosialisasikannya. Namun, para petani sendiri masih banyak yang kebingungan.
”Seperti harus ke bank untuk mengaktifkannya, masih ada yang enggan melakukannya. Dari 150 kartu tani yang saya urus, baru 60 kartu yang sudah diaktifkan. Kebanyakan juga belum tahu kartu juga bisa untuk transfer. Mudah-mudahan sosialisasi bisa terus digencarkan agar petani memahami manfaatnya,” katanya.
Achmadi menjelaskan, harga pupuk yang dijual di KLP harus sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET). Di antaranya, pupuk urea Rp 90.000 per zak, NPK Rp 115.000 per zak, dan SP36 Rp 100.000 per zak. Setiap petani memiliki jatah subsidi yang berbeda-beda, sesuai dengan lahan masing-masing.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Lanjar Mulia, Desa Ngaringan, Kecamatan Ngaringan, Grobogan, Hardiyono (53) mengatakan, kendala lainnya adalah keterbatasan pengecer. Satu desa umumnya hanya ada dua pengecer pupuk subsidi. Selain itu, ketersediaan pupuk subsidi juga baru memenuhi kebutuhan sekitar 45 persen.
Kepala Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Setda Jateng Dadang Somantri mengatakan, penggunaan Kartu Tani di Jateng sebesar 20 persen hanya yang digesekkan pada mesin EDC. Namun, banyak petani yang menebus pupuk bersubsidi dengan hanya menunjukkan Kartu Tani kepada pengecer.
Guna meningkatkan pemanfaatan Kartu Tani, pihaknya terus melakukan penyuluhan dan monitoring secara intensif. Ia juga akan meminta produsen dan distributor pupuk agar secara bertahap menerapkan sanksi administrasi kepada KPL yang mangkir terhadap ketentuan dalam surat perjanjian jual beli (SPJB).
Sebelumnya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, Kartu Tani tidak hanya terkait penyaluran pupuk bersubsidi, tetapi juga program pengelolaan data di sektor pertanian. ”Kartu Tani adalah data yang dapat melihat siapa tanam apa, kapan, dan di mana, berapa luasannya serta lainnya,” kata Ganjar, dalam keterangannya. Penyusunan big data pada sektor pertanian, melalui Kartu Tani, akan terus dievaluasi.
Sejumlah perbaikan guna meningkatkan kualitas Kartu Tani juga bakal terus dilakukan. Dengan demikian, manfaat kartu tersebut diharapkan bisa lebih dirasakan petani. Jateng, sebagai salah satu daerah lumbung pangan nasional, diharapkan dapat terus meningkatkan produksi pertanian.
Data Pemprov Jateng, pada 2019, dari total luas lahan sekitar 1 juta hektar, dihasilkan 9,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Capaian itu meningkat dari 2014, yakni 9,6 juta ton GKG. Namun, saat itu luas lahan 1,8 juta hektar. (DIT)