Pesona Medina di Fes yang Mengejutkan
Mengenal Maroko, mengenal Fes, tak akan terasa semudah dan semenarik saat berada di dalam Medina ini. Medina, kota tua terbesar dan tertua berusia 12 abad. Mengejutkan dan tak akan terlupakan.
Maroko, negeri di ujung Afrika bagian utara berbatasan langsung dengan Eropa, menawarkan tujuan wisata yang mengejutkan. Budaya Arab, Afrika, dan Eropa juga pengaruh Asia menyatu di sana. Jejak akulturasi lebih dari 1.000 tahun itu hidup di kota tua-kota tua yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia.
Mazid berjalan kaki memimpin rombongan memasuki Medina di Fes, Maroko. Ia mewanti-wanti agar semua mengekor di belakangnya. ”Selalu berada di rombongan, ya. Bisa tersesat kalau menyusuri Medina ini sendirian. Ada 12.000 gang lebih,” kata Mazid, Kamis (9/1/2020).
Warga lokal ini memandu rombongan asal Indonesia dan India menjelajahi Fes, kota yang menjadi salah satu destinasi dalam Trafalgar Travel Agent and Media Familiarization Trip ”Best of Morroco”, 7-13 Januari 2020. Kegiatan ini ditujukan untuk mengenalkan Maroko kepada masyarakat di kedua negara.
Baca juga: Kisah Kasih Jakarta-Casablanca
Baca juga: Berber bukan Barbar
Untuk orang Indonesia yang ingin tahu lebih banyak tentang Maroko dan berminat berpetualang di sana, kata Director of Sales Trafalgar Indonesia Tintin Salim, bisa datang ke travel fair yang akan diadakan salah satu maskapai asal Singapura di Medan dan Surabaya pada 13-16 Februari ini.
Sebelum Fes, kota pertama yang dijejak dalam perjalanan ini adalah Casablanca, kota terbesar dan pusat bisnis Maroko. Casablanca dicapai dengan penerbangan lebih dari 14 jam dari Jakarta dengan transit sejenak di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Perjalanan selanjutnya dari Casablanca menuju Fes menggunakan bus selama 9 jam. Alternatif lain bisa dengan kereta api atau pesawat, juga kendaraan pribadi. Di perjalanan, rombongan mampir di Rabat, ibu kota Maroko, dan di Meknes. Di Casablanca, Rabat, juga Meknes, kawasan kota tua selalu menjadi daya tarik.
Namun, Fes memang beda. Di kota ini ada kota tua terbesar di dunia. ”Medina itu berarti kota tua, tetapi lebih spesifik lagi kota tua yang didominasi budaya Arab-Islam. Meski begitu, pengaruh Afrika, Eropa, khususnya Spanyol dan Portugal, serta Asia juga ada. Di Medina di Fes ini ada kawasan yang disebut old medina dan new medina. Yang medina lama itu cikal bakal kawasan medina yang dibangun pada abad ke-9,” kata Mazid.
Baca juga: Daging Unta hingga Salad Pelangi di Kota Berusia 12 Abad
Baca juga: Menikmati Keindahan Masjid Hassan II
Dalam laman World Heritage Center Unesco dijelaskan bahwa Medina di Fes dirintis sejak zaman Dinasti Idrisid. Kota itu berada di bantaran Sungai Fes dan awalnya terdiri atas dua kota yang dipisahkan aliran Fes.
Mazid menambahkan, Medina di Fes didirikan antara lain untuk menampung pengungsi dampak dari pemberontakan di Cordoba, Spanyol, awal abad ke-9. Tak lama kemudian, Idris II mendirikan kota di sisi lain Sungai Fes. Bersama-sama kedua kawasan urban ini berkembang dari dinasti ke dinasti.
Medina ini turut menampung pengungsi asal kawasan Kairouan atau yang kini disebut sebagai Tunisia. Pada 859 Masehi didirikan Universitas Al-Karaouine, yang masuk jajaran universitas di dunia. Kampus tua itu masih lestari hingga kini. Pada abad ke 11, sesuai paparan Unesco, kedua kota disatukan pada masa Dinasti Almohads. Kota ini terus berkembang hingga diperbarui dan diperbesar pada masa Dinasti Marinids pada abad ke-13 hingga ke-14 Masehi.
Saat ini, di antara kepadatan hunian dan industri rumahan, ada istana megah, air mancur cantik, dan masjid tua yang bisa menampung ribuan jemaah. Masih menurut Mazid, tembok atau benteng Medina ini bisa sepanjang 8 kilometer, panjang kelilingnya mencapai 17 kilometer.
Baca juga: Istana Bahia yang Terindah di Marrakech
Baca juga: Zellige, Mozaik Keramik Fes untuk Dunia
Unesco mencatat, Medina di Fes sebagai kawasan urban metropolitan Arab-Islam terbesar selama berabad-abad. Kini, Medina di Fes juga disebut kawasan bebas kendaraan bermotor terbesar di dunia. Berjalan kaki, menunggang keledai, dan menggunakan gerobak yang ditarik keledai adalah cara pergerakan di sana yang langgeng sejak dulu kala.
Labirin penuh warna
Sembari mengekor Mazid yang tampak sebagai sosok tinggi besar dengan djellaba gombrong, kami menyusuri Medina bagai masuk ke petualangan Tintin di Maroko. Dalam edisi komik Tintin berjudul Kepiting Bercapit Emas, ada adegan si wartawan petualang menyusuri kota lama di Bagghar, sebuah kota rekaan di Maroko. Diyakini Bagghar terinspirasi oleh Casablanca, Fes, dan kota-kota tua lain di Maroko.
Rumah-rumah di Medina ini ditandai dengan pintu kayu yang hampir selalu tampak tertutup rapat. Sebuah gang terlihat sepi tak berpenghuni, tetapi di balik pintu kayu, kehidupan berjalan. Rumah-rumah lama biasanya terdiri atas 3-4 lantai dengan bagian tengah berupa halaman terbuka tanpa atap. Ruangan, seperti kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan ruang tamu, berada di tepi halaman. Saat musim dingin, orang menghuni bagian atas rumah yang masih tersentuh pancaran sinar mentari.
Saat menelusuri gang yang lebarnya hanya sedikit melebihi lebar bahu orang dewasa dengan tinggi sekitar 10-15 meter, napas sedikit memburu. Susah menebak gang itu berakhir di mana karena ada banyak percabangan. Dari hunian bisa langsung ke pasar basah yang menjajakan aneka buah serta sayuran, ke lapak-lapak dagingm termasuk daging unta segar maupun olahan, lalu menuju pusat penyamakan kulit hewan, seperti sapi dan kambing, atau ke pembuatan djellaba (pakaian tradisional setempat), ke masjid, madrasah, dan banyak lokasi lain yang berjejalan di Medina.
Pusat penyamakan kulit hewan tradisional dan produsen produk kerajinan kulit hewan di Medina ini disebut sebagai terakbar di bumi ini. Kolam-kolam pewarnaan kulit, bentangan kulit yang dijemur, sampai beragam produknya yang warna-warni menjadi tujuan wisata khas di sini.
Di pusat industri karpet terpampang begitu banyak karpet berbagai ukuran plus berbagai motif. Ada motif asli Berber, suku asli Maroko, juga ada pengaruh Arab Islam, Afrika, pun dari China. ”Sejak 1.000 tahun lalu, Maroko merupakan jalur lintas perdangan dari daratan Asia ke Eropa. Ini semua tecermin dari motif produk kerajinan lokal, seperti karpet ataupun keramik dan mosaik keramik kami,” tambah Mazid.
Gang-gang yang berada di antara hunian biasanya bercat biru laut terang, putih, atau abu-abu. Di pasar-pasar, ornamen kayu cukup mendominasi. Berbagai makanan khas lokal mudah ditemukan dan bisa bersantap langsung di lokasi.
Meskipun demikian, bagi yang tak terbiasa dengan kondisi pasar basah, mungkin akan sedikit risih. Bebauan tajam dari berbagai produk di sana berbaur begitu saja, terkadang memaksa turis menutup hidung sejenak. Atau saat berdesakan menyusuri gang, tiba-tiba ada teriakan ”balak! balak!”, yang berarti awas dan meminta setiap orang segera menepi dan tidak menghalangi jalan keledai pengangkut barang dan si empunya.
Mengenal Maroko, mengenal Fes, tak akan terasa semudah dan semenarik saat berada di dalam Medina ini. Mengejutkan dan tak akan terlupakan.
Baca juga: Penyamakan Kulit di Medina Fes
Baca juga: Mausoleum Mohammed V dan Kisah Sahabat Soekarno di Rabat