Ahli Satwa Australia Bantu Penyelamatan Buaya di Palu
›
Ahli Satwa Australia Bantu...
Iklan
Ahli Satwa Australia Bantu Penyelamatan Buaya di Palu
Buaya muara yang terjerat atau ”berkalung” ban terdeteksi pada pertengahan 2016 di Sungai Palu. Waktu itu dengan postur tubuh masih kecil, ban agak longgar menjerat leher buaya.
Oleh
·3 menit baca
PALU, KOMPAS - Dua ahli satwa liar asal Australia akan membantu Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah dalam penyelamatan buaya muara yang terjerat ban. Keterlibatan mereka diyakini mempercepat penyelamatan satwa liar dilindungi itu.
Dua ahli satwa liar, Matthew Nicolas Wright dan Chris Wilson, merupakan pengasuh acara Outback Wranglet di National Geographic Wild. Mereka mengobservasi singkat situasi muara Sungai Palu, habitat buaya muara (Crocodylos porosus), Minggu (9/2/2020). Matthew lantas berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sementara Chris menunggu di Palu. Tim mulai bekerja hari ini.
Chris optimistis bisa menyelamatkan buaya muara itu dengan menggunakan metode menombak buaya, kemudian memasang kamera untuk mendeteksi keberadaan buaya. ”Deteksi keberadaan buaya dilakukan agar memudahkan pemasangan alat perangkap,” ujar Chris saat ditemui di Palu, Sulteng, Senin (10/2).
Metode penombakan juga dipakai tim BKSDA Sulteng, Kamis-Sabtu (6-8/2). Hanya saja, mereka tak menggunakan kamera dan jerat yang dipakai berupa jaring atau pukat. Saat ditanya seperti apa perangkap yang dipakai, Chris menyebutkan tidak menggunakan jaring atau pukat.
Deteksi keberadaan buaya dilakukan agar memudahkan pemasangan alat perangkap.
Ia hanya memastikan tidak akan menggunakan obat bius yang memang dilarang dalam penyelamatan satwa liar. Buaya muara yang terjerat atau ”berkalung” ban terdeteksi pada pertengahan 2016 di Sungai Palu. Waktu itu dengan postur tubuh masih kecil, ban agak longgar menjerat leher buaya. Saat ini, seiring dengan makin besarnya buaya, ban seperti mencekik leher buaya. Panjang buaya itu diperkirakan tak kurang dari 4 meter.
Buaya berkalung ban tersebut ”bertualang” di muara Sungai Palu hingga jarak 5 kilometer dari muara. Bersama belasan kawanannya, buaya muara itu sering menampakkan diri di endapan pasir atau lumpur kering di pinggir Sungai Palu untuk berjemur.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulteng Haruna menyatakan, satwa liar penting diselamatkan jika dalam kondisi terluka atau menderita. Ketiadaan salah satu satwa liar di sebuah ekosistem bisa berdampak pada ketidakseimbangan lingkungan. Keberadaan kedua ahli yang bekerja sama dengan tim BKSDA disetujui KLHK.
”Ini cara pandang konservasi yang kita pakai untuk menjawab pertanyaan kenapa seekor buaya perlu diselamatkan,” katanya. Dari evaluasi tiga hari operasi, kendala yang dihadapi tim adalah kondisi muara yang tak mendukung. Ombak di muara sungai yang tinggi menyulitkan tim untuk bekerja. Kebisingan warga yang memadati area operasi turut mengganggu kegiatan penyelamatan.
Konservasi harimau
Harimau sumatera (Panthera tingris sumatrae) yang terperangkap di Desa Pelakat, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Muara Enim, Sumatera Selatan, 21 Januari 2020, masih menjalani masa observasi di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Lampung.
Harimau yang diduga terlibat konflik dengan manusia ini kemungkinan tidak akan dikembalikan ke alam liar. Kepala BKSDA Sumsel Genman Suhefti Hasibuan menyampaikan hal itu di sela-sela Lokakarya Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar, di Palembang.